Sosial-Budaya Ekonomi dan Sosial-Budaya .1 Penduduk

35 secara alami mengetahui bahaya beracun sulfidik yang terungkap di atas permukaan dapat mengakibatkan tanaman padi tidak dapat hidup. Sistem pertanian padi sawah Aceh hampir mirip dengan di Jawa dan Bali, yaitu dilakukan secara menetap, dan pengolahan tanah dengan bajak. Pengagungan dewa padi, seperti Hainuwele juga dikenal, namun legenda asal mula tanaman padi ini berjenis kelamin laki-laki, bukan perempuan seperti Sang Hyang Sri di Jawa dan Bali. Budaya padi sawah di wilayah Wallace diterapkan di daerah Lombok, Sumbawa, Sumba, dan Sulawesi. Sistem pertanian di daerah ini umumnya dilakukan dengan cara berpindah-pindah pada lahan semak belukar bush fallow system. Namun demikian, sistem bertani dengan berpindah-pindah dan menetap juga dilakukan di sistem budaya ini. Teknologi pengolahan tanah menggunakan pak-pak, mrancah kerbau buffalo trampling, dan kadang-kadang dengan sapi Cattle Trampling. Seperti halnya di Jawa, pengagungan kepada Sang Hyang Sri dan legenda Hainuwele juga dikenal di beberapa wilayah. Budaya padi sawah wilayah Timur Indonesia berbeda dengan di Jawa. Sistem pertaniannya umum menggunakan ladang berpindah. Panen padi menggunakan pisau atau tangan. Ani-ani dan arit hampir tidak dikenal di wilayah budaya ini. Sistem pertanian berpindah juga diterapkan di beberapa daerah, walaupun tidak banyak. Pengagungan kepada dewa padi tidak dikenal, namun legenda Hainuwele tentang cerita asal mula tanaman padi dijumpai. 2.4 Multifungsi Lahan Sawah 2.4.1 Fungsi Kelestarian Sumberdaya Tanah Lahan sawah merupakan ekosistem yang stabil atau berkelanjutan. Keberlanjutan lahan sawah ini didukung oleh proses fisik, kimia, dan biologi tanah. Dari proses fisik, terbentuknya lapisan tapak bajak karena proses pelumpuran Moorman dan van Breemen, 1978; Kanno, 1978 mengurangi hilangnya air melalui seepage dan perkolasi. Selain itu, pelumpuran pada tanah sawah dapat berperan untuk pengendalian gulma. Tarigan dan Sinukaban 2001 mengemukakan bahwa tanah sawah berperan sebagai filter sedimen yang datang dari lereng atas dan diendapkan pada teras-teras. Karena posisinya di lereng 36 bawah, tanah sawah sebagai tempat berakumulasinya air dan unsur hara yang terlarut maupun yang teradsorpsi koloid tanah. Irawan et al. 2004 melaporkan hasil penelitiannya bahwa peran sawah sebagai pengendali banjir dan pemasok sumberdaya air paling mudah dipahami oleh masyarakat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irianto et al. 2001 menunjukkan bahwa areal lahan sawah di suatu DAS Daerah Aliran Sungai dapat berperan untuk menghambat debit aliran permukaan, sehingga air tidak cepat terbuang di outlet. Dari proses kimia tanah, seperti yang telah disebut sebelumnya, penggenangan tanah sawah mendorong perubahan pH tanah menjadi sekitar netral 5.5-7.5 yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara seperti: N, P, K, Fe, Mn, Si, dan Mo Ponnamperuma, 1976, Adiningsih, 1984 . Menurut Adiningsih et al. 2004, ketersediaan nitrogen pada tanah yang digenangi lebih tinggi daripada yang tidak digenangi. Bahan organik dimineralisasi pada tanah anaerob lebih lambat daripada tanah aerob, tetapi jumlah neto yang termineralisasi pada tanah anaerob lebih besar karena nitrogen yang termobilisasi lebih sedikit.

2.4.2 Fungsi Sosial-Budaya

Pekerjaan pertanian persawahan di Jawa, menurut Sajogyo dan Sajogyo 2005, menciptakan sistem tolong-menolong atau gotong royong. Sabiham 2008 mengemukakan bahwa lahan sawah merupakan pengikat kelembagaan perdesaan sekaligus barang umum public good yang mendorong masyarakat pedesaan bekerjasama lebih produktif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmanaf et al. 2001 menunjukkan bahwa hubungan atau kerjasama antar petani merupakan lembaga yang tumbuh di masyarakat sejak lama dan secara luas dirasakan manfaatnya bagi petani itu sendiri. Hubungan antar petani tersebut terganggu apabila lahan sawah yang ada dialihfungsikan ke keperluan lain. Hilangnya lahan sawah yang merupakan media berinteraksi menjadikan hubungan dan kerjasama antar petani semakin berkurang dan cenderung melakukan kegiatan secara individual. Beralih fungsinya lahan sawah menjadi kawasan industri di daerah pedesaan di Kabupaten Karawang, seperti yang diteliti oleh Jamal 1997, dalam Nurmanaf et al., 2001, mengakibatkan masyarakat cenderung semakin individualis. Seperti yang ditunjukkan di desa Jagakarsa pinggiran kota Jakarta, 37 sistem kerja gotong royong telah berkurang sejak masa peralihan dari pertanian lahan sawah ke pertanian buah-buahan Sajogyo dan Sajogyo, 2005.

2.4.3 Fungsi Ekonomi

Lahan sawah merupakan sumberdaya sangat vital untuk mendorong perekonomian masyarakat perdesaan. Anwar 2005 mendefinisikan sumberdaya sebagai segala sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat baik yang mencakup nilai yang dikonsumsi maupun nilai yang tidak dikonsumsikan secara langsung. Dari nilai yang dikonsumsi, lahan sawah dapat menghasilkan utilitas kepuasan melalui proses produksi sebagai lumbung beras. Yang tidak dikonsumsi secara langsung, lahan sawah dapat menghasilkan nilai kepuasan karena memiliki panorama yang indah dan fungsi konservasi dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Lahan sawah memiliki nilai ekonomi secara langsung sebagai lapangan kerja bagi petani itu sendiri dan secara tidak langsung sebagai pendorong timbulnya aktivitas ekonomi lainnya. Nurmanaf et al. 2001 menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa lahan sawah merupakan aset sangat berharga bagi ekonomi rumah tangga masyarakat petani di pedesaan. Sebagian besar petani sangat mengandalkan pendapatan sehari-hari pada usaha tani lahan sawah. Usaha tani dari petani tersebut juga mendorong terciptanya lapangan kerja bagi orang lain, seperti usaha penggilingan beras, industri makanan dan minuman, industri traktor, penyewaan traktor, industri pupuk, dan lain-lain. Selain sebagai tempat lapangan pekerjaan bagi petani itu sendiri dan mendorong terciptanya lapangan kerja bagi orang lain, nilai ekonomi lahan sawah dapat dinilai dari biaya pengamanan lahan sawah sebagai pencegah banjir dan pengendali erosi, serta fungsi-fungsi lingkungan lainnya seperti sebagai penyedia sumber air, habitat berbagai satwa, tempat rekreasi, dan penyejuk suhu udara sekitar Nurmanaf et al., 2001; Irawan et al., 2004

2.5 Konversi Lahan

Proses konversi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu 1 sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat