205 Pengawasan penataan ruang dilakukan terhadap kinerja pengaturan,
pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang; yang terdiri atas pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Pengawasan penataan ruang tersebut dilakukan oleh
pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangannya masing-masing dengan melibatkan peran masyarakat UUPR Pasal 35.
6.3 Bahan dan Metode 6.3.1 Perumusan Pilihan Kebijakan
Data yang digunakan untuk merumuskan alternatif kebijakan ini adalah hasil identifikasi permasalahan faktor penghambat keberlanjutan lahan sawah
berdasarkan indeks keberlanjutan yang telah dibahas di bab 5. Faktor penghambat kebelanjutan lahan sawah tersebut mencakup faktor biofisik, ekonomi, dan sosial-
budaya. Perumusan alternatif kebijakan didasarkan pada telaah pustaka dari berbagai sumber dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama
Undang-Undang Penataan Ruang UUPR. Pilihan kebijakan untuk mengatasi permasalahan keberlanjutan lahan sawah disajikan pada Tabel 43.
6.3.2 Penentuan Kebijakan Prioritas
Penentuan kebijakan prioritas menggunakan metoda Proses Hirarkhi Analitik AHP, seperti yang dijelaskan oleh Marimin 2004. Penyusunan
hirarkhi mengacu pada proses pencapaian pertanian berkelanjutan berdasakan konsep agroekologi, yaitu melalui tiga aspek kriteria, yaitu 1 biofisik, 2
ekonomi, dan 3 sosial-budaya. Ketiga aspek ini merupakan pilihan kebijakan yang dipentingkan atau diprioritaskan untuk mengatasi permasalahan
keberlanjutan lahan sawah. Masing-masing kriteria tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga sub-kriteria, yang merupakan pilihan kebijakan
untuk mengatasi permasalahan keberlanjutan lahan sawah di setiap faktor penghambat yang ada di setiap zona agroekologi ZAE. Masing-masing pilihan
kebijakan yang dikelompokkan di sub-kriteria selanjutnya dijabarkan di semua zona agroekologi sebagai alternatif untuk penentuan wilayah prioritas penerapan
kebijakan Gambar 76.
206 Tabel 43. Pilihan kebijakan pengelolaan lahan untuk menjaga
keberlanjutan lahan sawah.
Zona Agroekologi
Permasalahan Berdasarkan Indikator Utama
Kebijakan Pengelolaan Lahan Sawah
Peraturan Pendukung
UUPR Faktor Biofisik
A S1IP300 IKLS: 0.36
C-organik, N-total, P-tersedia, K-tersedia, K-total, serangan hama dan penyakit tanaman
K. Pembangunan dan perbaikan irigasi
L. Penambahan unsur hara berimbang dan ketersediaan
air minimum untuk pertumbuhan padi
M. Pengendalian hama penyakit tanaman terpadu
- Pasal 3 butir a dan b
- Pasal 3 buitir c - Pasal 6 : ayat 1
- Pasal 48: ayat 1 buitr c
B S1IP200 IKLS:0.33
Ketersediaan air, rendahnya C-organik, N-total, K-tersedia, P-tersedia, kondisi irigasi
C S1IP100 IKLS:0.30
Ketersediaan air, C-organik, N-total, K-tersedia, kondisi irigasi
D S2IP300 IKLS:0.54
C-organik, N-total, P-tersedia, K-tersedia E S2IP200
IKLS:0.48 Bahaya banjir, serangan hama dan penyakit
tanaman, C-organik, N-total, P-tersedia, P-total, K-tersedia, K-total, kondisi irigasi
F S2IP100 IKLS:0.32
Ketersediaan air, serangan hama dan penyakit tanaman, C-organik, N-total, P-tersedia,
K-tersedia, kondisi irigasi G S3IP300
IKLS:0.45 C-organik, N-total, P-tersedia, K-tersedia,
H S3IP200 IKLS:0.41
Ketersediaan air, serangan hama dan penyakit tanaman, C-organik, N-total, P-tersedia, P-total,
K-tersedia, kondisi irigasi I S3IP100
IKLS:0.25 Ketersediaan air, serangan hama dan penyakit
tanaman, C-organik, N-total, P-tersedia, P-total, K-tersedia,, K-total, kondisi irigasi
Faktor Ekonomi
A S1IP300 IKLS:0.47
Keuntungan,, modal usahatani, akses pupuk, konversi lahan
N. Peningkatan posisi tawar petani dalam pemasaran
O. Pemberian subsidi kredit usahatani dan peningkatan
subsidi P. Revisi RTRW, pemberian
insentif dan disinsentif - Pasal 33: ayat 1
- Pasal 35 - Pasal 38: ayat 1,
2, 3, 5 - Pasal 48: ayat 1
buitri e B S1IP200
IKLS:0.37 Keuntungan, modal usahatani, akses pupuk,
konversi lahan C S1IP100
IKLS:0.32 Keuntungan petani, modal usaha tani, akses
pupuk D S2IP300
IKLS:0.36 Keuntungan, modal usahatani, akses pupuk,
konversi lahan E S2IP200
IKLS:0.27 Keuntungan, modal usahatani, akses pupuk,
konversi lahan E S2IP200
IKLS:0.27 Keuntungan, modal usahatani, akses pupuk,
konversi lahan F S2IP100
IKLS:0.38 Modal usahatani, akses pupuk
G S3IP300 IKLS:0.39
Keuntungan, modal usahatani, konversi lahan H S3IP200
IKLS:0.39 Keuntungan, modal usahatani, akses pupuk
I S3IP100 IKLS: 0.33
Keuntungan, modal usahatani, akses pupuk
207
Tabel 43 Lanjutan Zona
Agroekologi Permasalahan
Berdasarkan Indikator Utama Kebijakan Pengelolaan
Lahan Sawah Peraturan
Pendukung UUPR
Faktor Sosial-budaya
A S1IP300 IKLS:0.37
Penguasaan lahan, fragmentasi lahan, pendidikan petani,
Q. Pengendalian junlah pendududuk
R. Usahatani bersama S. Pemberdayaan petani
Poktan dan reforma agraria - Pasal 48: ayat 1
butir a B S1IP200
IKLS:0.40 Persepsi terhadap harga padi HPP, penguasaan
lahan, pendidikan petani, usia petani, budaya lokal C S1IP100
IKLS:0.26 Penguasaan lahan, fragmentasi lahan, pendidikan
petani, usia petani D S2IP300
IKLS:0.30 Persepsi terhadap harga padi HPP, penguasaan
lahan, fragmentasi lahan, pendidikan petani, usia petani, budaya lokal
E S2IP200 IKLS:0.25
Persepsi terhadap harga padi HPP, penguasaan lahan, pendidikan petani, usia petani
F S2IP100 IKLS:0.32
Persepsi terhadap harga padi HPP, Keanggotaaan dalam Poktan, peranan penyuluhan, penguaasaan
lahan, pendidikan petani, usia petani G S3IP300
IKLS:0.36 Persepsi terhadap harga padi HPP, penguasaan
lahan, fragmentasi lahan, usia petani, budaya lokal H S3IP200
IKLS:0.33 Persepsi terhadap harga padi HPP, penguasaan
lahan, fragmentasi lahan, usia petani I S3IP100
IKLS:0.28 Persepsi terhadap harga padi HPP, penolakan
konversi lahan, enguasaan lahan, fragmentasi lahan, pendidikan petani, usia petani
Keterangan: IKLS: nilai Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah
Penilaian justifikasi terhadap kriteria, sub-kriteria, dan alternatif di setiap zona agroekologi didasarkan pada 50 tanggapan birokrat, pakar, Lembaga
Swadaya Masyarakat, dan pedagang beras melalui wawancara atau diskusi. Para birokrat dan pakar berasal dari instansi-instansi terkait, yaitu Kementerian
Pertanian Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Dinas Pertanian, Pusat Data dan Informasi Pertanian, Kementerian
Pekerjaan Umum Direktoral Jenderal Sumberdaya Air, Balai Besar Pengelolaan Wilayah Sungai, Badan Pertanahan Nasional BPN, Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika BMKG, Kementerian Lingkungan Hidup KLH, dan Perguruan Tinggi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB,
Bogor dan Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Materi diskusi atau wawancara diarahkan kepada penilaian tentang
kepentingan relatif kriteria, sub-kriteria, dan alternatif untuk penanganan permasalahan keberlanjutan pertanian lahan sawah di Jawa. Penilaian kepentingan