Pembuatan Basisdata Geospasial Pengolahan Data

57 Produk proses DBMS yang tersimpan dalam basisdata dapat dituangkan dalam berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk peta kartografis, peta dijital SIG, dan tabel. Dalam penelitian ini, produk basisdata yang dihasilkan terdiri peta zona agroekologi lahan sawah dan daya dukungnya, peta indeks keberlanjutan, dan peta-peta tematik pendukung, seperti peta penutup lahan, peta sistem lahan, peta irigasi,peta status kawasan, agroklimat, dan lain-lain.

3.2.2 Zonasi Agroekologi Lahan Sawah

Zona agroekologi ZAE merupakan konsep pewilayahan yang didasari pada pengertian bahwa komoditi tanaman mempunyai tingkat kesesuaian, sehingga dapat dipilah-pilah berdasarkan perbedaan wilayah dengan skala berbeda-berbeda. Pengertian zona dalam ZAE adalah suatu wilayah yang harus didefinisikan berdasarkan penciri tertentu, yaitu lingkungan pertumbuhan tanaman Gambar 24 . Proses pembuatan basisdata geospasial lahan sawah Peta kartografis Data dijital SIG Tabel Data Tabular Basisdata Geospasial Penutup Lahan Sistem Lahan Irigasi Foto GPS Tracking Peta Analog Input D a ta P ro ses D B MS O ut put 58 yang dapat menghasilkan produk dan membawa keuntungan ekonomi Wiradisastra, 2003. Menurut FAO 1996, delineasi ZAE didasarkan pada kombinasi karakteristik tanah, bentuklahan, dan iklim, yang difokuskan pada persyaratan agroklimat dan edafik pertumbuhan varietas tanaman pangan dan sistem pengelolaan budidayanya. ZAE tersebut menunjukkan pemilahan areal dari lahan menjadi satuan-satuan lebih kecil yang memiliki kesamaan karakteristik untuk kesesuaian lahan, produksi potensial, dan dampak lingkungan. Syafruddin et al. 2004 mengemukakan bahwa ZAE merupakan salah satu cara untuk menata penggunaan lahan melalui pengelompokkan wilayah berdasarkan kesamaan sifat dan kondisi wilayah. Pengelompokkan wilayah tersebut bertujuan untuk menetapkan areal pertanian dan komoditas potensial, berskala ekonomi, dan tertata dengan baik agar diperoleh sistem usaha tani yang berkelanjutan. Dalam penelitian ini, ZAE lahan sawah didefinisikan sebagai wilayah sistem pertanian persawahan di kawasan budidaya di suatu wilayah yang memiliki kesamaan potensi produksi dan intensitas pertanaman IP yang mencerminkan sosial-budaya pola tanam padi sawah. Penentuan kawasan budidaya mengacu pada ketentuan kawasan peruntukan pertanian dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 66 ayat 1 buitr a, yaitu ”kawasan peruntukan pertanian ditetapkan dengan kriteria memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian”. Kesamaan potensi produksi didasarkan pada kesamaan kelas kesesuaian lahan yang dicerminkan oleh kesamaan persyaratan edafik pertumbuhan varietas tanaman padi sawah, sedangkan kesamaan intensitas pertanaman didasarkan pada kesamaan agroklimat dan kondisi irigasi lahan sawah. Kesamaan intensitas pertanaman ini dikorelasikan dengan budaya lokal sosial-budaya petani dalam menerapkan pola tanam padi sawah. Zonasi agroekologi lahan sawah ZAELS menggunakan basismodel SIG. Penggunaan model ini dilatarbelakangi oleh kemampuan teknologi SIG yang dapat mengintegrasikan berbagai data geospasial melalui proses overlay untuk menghasilkan peta sintesis. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 25, proses sintesa ZAELS dengan basismodel SIG dilakukan melalui tiga tahap, yaitu 1 59 evaluasi kelayakan faktor biofisik, 2 evaluasi kelayakan status kawasan, dan 3 evaluasi kelayakan sosial-budaya. Evaluasi kelayakan lingkungan biofisik dimaksudkan untuk menilai potensi lahan dan intensitas pertanaman untuk penanaman padi sawah. Penilaian potensi lahan menggunakan metode kesesuaian lahan yang dijelaskan oleh FAO 1976 dan CSRFAO Staff 1983. Penilaian dan pendelineasian kesesuaian lahan sawah menggunakan basisdata sistem lahan, sedangkan penilaian intensitas pertanaman berdasarkan pada ketersediaan air yang dianalisis dari basisdata agroklimat Oldeman dan kondisi irigasi. Penggunaan data sistem lahan untuk mendelineasi kesesuaian lahan sawah didasarkan pada karakteristik sistem lahan yang dapat menunjukkan pola pengulangan kesamaan topografi bentuklahan, tanah, vegetasi, dan iklim seperti yang dijelaskan oleh Christian dan Stewart 1968. Karena karakteristiknya tersebut, data sistem lahan memiliki keunggulan untuk dapat digunakan mengekstrapolasi data karakteristik lahan dalam hamparan lahan yang luas sehingga pemetaan kesesuaian lahan pada tingkat regional dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Pemetaan kesesuaian lahan dengan pendekatan sistem lahan ini, menurut Dent dan Young 1981, tidak mengedepankan klasifikasi tanah, tetapi lebih pada upaya untuk mengklasifikasi lahan dengan mengintegrasikan faktor iklim, geologi, bentuklahan, vegetasi, dan tanah yang mempengaruhi penggunaan lahan. Tingkat akurasi pemetaan tergantung pada intensitas survei Gambar 25. Proses zonasi agroekologi lahan sawah Kelayakan Faktor Biofisik Kelayakan Status Kawasan Kelayakan Sosial-budaya Potensi Lahan Intensitas Pertanaman ZAE Lahan Sawah Kawasan Budidaya Sosial-budaya