Penilaian Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah Pengkategorian Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah

74 penduduk. Rumusan kebijakan tersebut diarahkan untuk mendukung panataan ruang dalam rangka mewujudkan pemanfaatan lahan sawah berkelanjutan. Keberhasilan untuk mengimplementasikan rumusan kebijakan keberlanjutan lahan sawah ini ditentukan oleh ketepatan dalam penentuan model pengambilan keputusan. Dermawan 2005 menjelaskan bahwa model keputusan yang baik pada dasarnya merupakan fungsi dari pandangan yang menyeluruh tentang sesuatu masalah. Menurut Marimin 2004, model pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahan secara menyeluruh. Model pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem ini diantaranya adalah Proses Hirarkhi Analitik Analytical Hierarchy Process-AHP. Metode AHP ini cocok untuk diterapkan dalam pengambilan keputusan dalam rangka mewujudkan pemanfaatan lahan sawah berkelanjutan. Dipilihnya metode AHP karena keunggulannya dalam berbagai hal, yaitu keputusan yang diambil dapat digambarkan secara grafis sehingga mudah dipahami, keputusan yang kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih kecil yang mudah ditangani, dan penilaian keputusan dapat diperbaiki karena adanya penilaian konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas Marimin, 2004. Keunikan atau keunggulan utama metode AHP untuk pengambilan keputusan terletak pada kemampuannya untuk menguraikan masalah secara Gambar 32. Diagram analisis kebijakan keberlanjutan lahan sawah Pengelolaan Lahan Sawah Peta IKLS Peraturan Perundangan Rumusan Kebijakan Pengelolaan Lahan Sawah Pemanfaatan Lahan Sawah Berkelanjutan Penataan Ruang 75 terstruktur dalam bentuk hirarkhi. Dengan metode AHP, masalah dalam sistem yang kompleks diuraikan secara hirarkhi menjadi sub-sub sistem yang lebih sederhana. Selain itu, AHP juga memperlihatkan relasi antar sub-sub sistem yang membentuk masalah. Penguraian masalah secara berhirarkhi ini mempermudah pemahaman penyelesaian masalah sampai ke akar penyebab masalah. Penguraian masalah secara hirarkhi dalam metode AHP didasarkan pada pencapaian tujuan, penentuan kriteria, dan penetapan alternatif kebijakan Marimin, 2004. Untuk analisis kebijakan dalam keberlanjutan lahan sawah, tujuannya ditetapkan untuk mewujudkan pemanfaatan lahan sawah berkelanjutan berdasarkan zona agroekologi. Penentuan kriteria mengacu pada proses pencapaian pertanian berkelanjutan berdasarkan konsep agroekologi, yaitu melalui tiga aspek: ekologis lingkungan biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya. Masing-masing aspek kriteria diklasifikasikan menjadi beberapa sub-aspek sub-kriteria, yang merupakan hasil kajian pengelolaan lahan untuk mengatasi permasalahan keberlanjutan lahan sawah yang ditunjukkan oleh indikator utama. Masing-masing sub-kriteria kemudian dijabarkan dengan alternatif zona agroekologi, yang digunakan sebagai acuan pemilihan lokasi prioritas penerapan kebijakan untuk mengatasi permasalahan keberlanjutan lahan sawah. Lokasi prioritas penerapan kebijakan yang berbasiskan zona aagroekologi tersebut berperan untuk mendukung penataan ruang dalam aspek perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.

3.6 Tingkat Keandalan Penelitian

Penelitian indeks keberlanjutan lahan sawah yang berbasiskan data geospasial ini menggunakan skala 1: 250.000. Oleh karena itu, data dan informasi yang dihasilkan dalam penelitian bersifat indikatif. Data utama untuk delineasi zona agroekologi sebagai satuan pemetaan indeks keberlanjutan lahan sawah memiliki keterbatasan sebagai berikut: 1. Karakteristik lahan di setiap sistem lahan diasumsikan homogen dan distribusi jenis tanah pada tingkat great group yang ditampilkan bersifat dominan sekitar 60.