Pemanfaatan Komersial Tumbuhan Hutan
67 Aspek manfaat memberikan motivasi untuk melakukan konservasi agar tetap
terus mendapatkan manfaat dari spesies tumbuhan Pei et al. 2009. Upaya konservasi pohon teno adalah dengan memelihara anakan yang tumbuh alami di
kebun atau halaman rumah karena belum mengetahui cara membudidayakannya. Menurut masyarakat benih teno terlalu kecil dan sulit mengetahui waktu benih
tersebut jatuh ke tanah. Pohon Teno sulit untuk tumbuh di tengah hutan lebat karena sifat toleran terhadap sinar matahari sehingga masyarakat memanfaatkan yang
tumbuh di kebun atau lahan terbuka.
Diameter teno Mellochia umbellata pada lokasi penelitian yang ditemukan memiliki diameter paling lebar adalah 47 cm atau pada kelas diameter antara 41-50
cm. Teno tumbuh dengan baik apabila tidak ada naungan pada wilayah pinggiran hutan atau wilayah yang terbuka yang mendapatkan banyak sinar matahari. Pada
ketiga kampung wilayah penelitian teno Mellochia umbellata ditemukan memiliki jumlah populasi dan kondisi diameter lebih baik pada wilayah kampung
Mano kemudian Lerang dan yang sedikit ditemukan adalah pada wilayah kampung Wae Rebo Gambar 3.12. Hal ini membuktikan bahwa pada wilayah Mano
wilayah hutan lebih terbuka dibandingkan wilayah lainnya. Spesies tumbuhan hutan penting berikutnya adalah ara Ficus variegata dengan nilai ICS = 61. Pohon
ara memiliki 5 manfaat, yaitu sebagai sayur, buah, tumbuhan obat dan pakan ternak. Pada wilayah Pegunungan Ruteng akan banyak dijumpai pohon ara Ficus
variegata
yang memiliki diameter lebih dari 100 cm karena tidak digunakan sebagai bahan bangunan dan adanya perlindungan sanksi adat oleh masyarakat.
Pada upacara barong wae, yaitu upacara adat pada mata air terkadang masyarakat menanam pohon ara Ficus variegata sebagai bagian ritual adat.
Gambar 3.14 Kelas diameter teno Melochia umbellata pada sampel transek hutan di kampung Mano, Lerang dan Wae Rebo
Pada ketiga kampung wilayah penelitian, kondisi struktur populasi pohon ara Ficus variegata dalam kondisi yang baik yang ditunjukkan dengan grafik J
terbalik Gambar 3.14. Jumlah pohon pada kelas berdiameter 100 cm lebih banyak jumlahnya dari pada pada kelas diameter 41-50 cm sampai dengan 91-100
5 10
15 20
25 30
1-10 cm 11-20 cm
21-30 cm 31-40 cm
41-50 cm Ju
m lah
In d
iv id
u
Kelas Diameter Mano
Lerang Wae Rebo
68 cm yang menunjukkan bahwa pohon ara Ficus variegata perlindungan pohon ara
memiliki dampak terhadap dominasinya. Jumlah pohon pada kelas diameter 1-10 cm memiliki jumlah paling banyak dan terus menurun pada kelas diameter
berikutnya menunjukkan bahwa regenerasi pohon ara cukup baik sehingga pada masa yang datang pohon ini akan tetap mudah dijumpai di wilayah Pegunungan
Ruteng.
Pada 3 lokasi kampung penelitian ditemukan 8 spesies yang memiliki Indeks Nilai Penting INP paling tinggi dominan pada lokasi hutan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat Tabel 3.26. Nilai penting spesies tumbuhan secara ekologi merupakan kuantifikasi dari nilai kerapatan relatif, dominasi relatif dan frekuensi
relatif yang merupakan Indeks Nilai Penting INP. Nilai INP yang tinggi menunjukkan bahwa spesies tersebut secara ekologi dominan penting atau tingkat
dominasi spesies di dalam komunitasnya. Spesies dominan menurut Smith 1977 adalah spesies yang dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara
efisien dari pada spesies lain dalam tempat yang sama.
Tabel 3.26 Spesies tumbuhan dominan dengan nilai INP tertinggi No
Nama Ilmiah Nama
Lokal INP tertinggi m dpl
Mano Lerang
Wae Rebo 1
Elaeocarpus batudulangii Ntungeng
- -
1 400; 1 300
2 Ficus variegata
Ara 1 300;
1 900 1 300
1 200 3
Fraxinus griffithii Lui
1 800 -
- 4
Heliothropium indicum Rawuk
1 400 -
- 5
Macaranga tanarius Rebak
1 500 1 500
1 100 6
Planchonella obovata Ketang
1 600; 1 700
- -
7 Syzygium
sp Lokom
1 200 -
- 8
Weinmannia blumei Larang
- 1 100;
1 200; 1 400
-
Dari 8 spesies tersebut yang paling banyak mendominasi pada 4 jalur trasek
adalah pohon ara Ficus variegata yang menggambarkan peran yang besar dari spesies tersebut dalam ekosistem. Dominasi ara Ficus variegata dapat ditemukan
pada setiap lokasi kampung pada beberapa ketinggian, yaitu kampung Mano 1 .
300 m dpl dan 1
. 900 m dpl, kampung Lerang 1
. 300 m dpl dan Wae Rebo 1
. 200 m
dpl. Dominasi ara Ficus variegata disebabkan adanya upaya perlindungan oleh masyarakat lokal
. Masyarakat Manggarai percaya bahwa pohon ara Ficus variegata dapat
meningkatkan debit air di mata air sehingga melindungi dengan cara memberikan sanksi adat. Kerelaan masyarakat untuk melakukan konservasi adalah karena
adanya manfaat yang tinggi pada suatu spesies atau mitos manfaat ekologi seperti meningkatkan debit air. Pada kegiatan upacara barong wae terkadang dilakukan
penanaman pohon ara Ficus variegata di sekitar mata air sebagai bagian dari ritual adat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Ficus variegata tumbuh disekitar
69 mata air, yaitu: sumber mata air di Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan
Ridwan dan Pamugkas. 2015, Wana Wisata Sumber Semen di Rembang Suwandhi dan Nurudin 2003.
Tabel 3.27 Spesies tumbuhan hutan yang memiliki rata-rata kerapatan tertinggi No
Nama Ilmiah Nama Lokal
Rata-rata kerapatanhektar
1 Ficus variegata
Ara 12.94
2 Elaeocarpus batudulangii
Ntungeng 11.29
3 Macaranga tanarius
Rebak 11.20
4 Syzygium
sp Lokom
7.40 5
Weinmannia blumei Larang
5.67 6
Melochia umbellata Teno
5.60 7
Toona sureni Ajang
5.40 8
Prunus wallaceana Kenda gembak
5.00 9
Planchonella obovata Ketang
4.79 10
Planchonia valida Ngancar
4.55 11
Podocarpus imbricatus Ruu
4.50 12
Homalanthus peltatus Lente
4.18 13
Platea exelsa Welu Poco
4.15 14
Litsea resinosa Sewang gembak
4.03 15
Kadsura scandens Buang
3.91 Pohon ara Ficus variegata juga memiliki rata-rata kerapatan pohonhekter
paling tinggi dibandingkan dengan spesies lainnya di dalam hutan pegunungan Ruteng. Hal ini membuktikan bahwa perlindungan ara dengan sanksi adat
mempengaruhi keberadaan ara dominan dalam ekosistem hutan. Selain ara, beberapa spesies lain yang tidak memiliki manfaat dan memiliki kerapatan yang
tinggi adalah rebak Macaranga tanarius, lente Homalanthus peltatus dan buang Kadsura scandens. Spesies lainnya selain keempat spesie tersebut memiliki
fungsi sebagai kayu bangunan namun memiliki kerapatan yang tinggi.
Tumbuhan hutan berikutnya dengan nilai ICS 56 atau termasuk katagori tinggi adalah kempo Palaquium obovatum. Masyarakat memanfaatkan tumbuhan
ini untuk bahan bangunan, buah, sayur dan kayu bakar. Jenis tumbuhan terakhir yang termasuk memiliki nilai ICS katagori tinggi nilai ICS 53 adalah ajang Toona
sureni
. Masyarakat memanfaatkan ajang Toona sureni untuk bahan bangunan, obat, peralatan dan kerajinan dan kayu bakar. Masyarakat sudah membudidayakan
ajang Toona sureni di kebun. Benih ajang Toona sureni sebagian besar berasal dari pembenihan hutan yang merupakan bantuan pemerintah daerah dan pengelola
kawasan hutan Ruteng.
Dari 8 spesies dominan tersebut sebanyak 5 spesies memiliki nilai ICS katagori rendah nilai ICS 1
– 4 yang berarti kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Kecilnya nilai ICS karena tumbuhan liar tersebut hanya memiliki 1 kegunaan untuk
kayu bakar atau kayu bangunan saja. Dua spesies memiliki nilai ICS katagori sedang nilai ICS 5
– 19, yaitu larang Weinmannia blumei dan lokom Syzygium sp. Masyarakat memanfaatkan kayu larang Weinmannia blumei dan lokom
70 Syzygium sp untuk memenuhi kebutuhan kayu balok untuk bahan bangunan dan
kayu bakar. Jenis kayu larang Weinmannia blumei merupakan jenis kayu bakar yang paling disukai oleh masyarakat karena kualitasnya yang baik.
Gambar 3.15 Pohon ara Ficus variegata merupakan spesies tumbuhan yang penting secara budaya dan juga ekologi di Manggarai
Gambar 3.16 Kelas diameter ara Ficus variegata pada sampel transek hutan di kampung Mano, Lerang dan Wae Rebo
Spesies yang memiliki INP dominan pada 4 transek adalah pohon ara Ficus variegata
Tabel 3.26. Spesies ara Ficus variegata juga merupakan tumbuhan penting budaya dengan nilai ICS tinggi 61 sehingga disebut spesies eco-budaya
yang memerankan peran penting dalam ekologi dan budaya. Pada kegiatan
rehabilitas lahan hutan Pegunungan Ruteng ara Ficus variegata semestinya diprioritaskan untuk ditanam supaya mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Pemanfaatan tumbuhan non-kayu untuk subsisten pada masyarkat Manggarai tidak diatur secara khusus. Aturan ketat dilakukan pada pemanfaatan kayu,
terutama untuk rumah adat, yaitu: worok kayu Dysoxylum densiflorum. Pohon Worok hanya digunakan untuk rumah-rumah tradisional, terutama untuk tiang
5 10
15 20
25 30
1-10 cm
11-20 cm
21-30 cm
31-40 cm
41-50 cm
51-60 cm
61-70 cm
71-80 cm
81-90 cm
91-100 cm
100 cm
Ju m
lah In
d iv
idu
Kelas Diameter Mano
Lerang Wae Rebo
71
1 2
3 4
5 6
7
1-10 cm
11-20 cm
21-30 cm
31-40 cm
41-50 cm
51-60 cm
61-70 cm
71-80 cm
81-90 cm
91-100 cm
100 cm
Ju m
lah In
d iv
idu
Kelas Diameter Mano
Lerang Wae Rebo
utama yang disebut siri bongkok. Pemanfaatan kayu harus dilakukan dengan upacara adat yang disebut roko molas poco, yaitu upacara untuk meminang pohon
besar menjadi pilar utama rumah adat
Gambar 3.17 Kelas diameter worok Dysoxylum densiflorum pada sampel transek hutan di kampung Mano, Lerang dan Wae Rebo
Analisis data pada penyebaran kelas diameter worok Dysoxylum densiflorum
Gambar 3.15 menunjukkan bahwa keberadaan kayu ini di Desa Wae Rebo lebih berkelanjutan daripada di dua wilayah lainnya. Larangan untuk
menebang pohon di hutan dengan alasan apapun karena hutan konservasi, menyebabkan penduduk desa mensubtitusi worok dengan kayu lain yang tumbuh
di kebun, seperti ampupu Eucalyptus urophylla dan moak Arthocarpus integra yang tumbuh alami.
Gambar 3.18 Pohon worok Dysoxylum densiflorum memiliki tinggi sekitar 45 m
dan kayu teras berwarna kemerahan.
72 Pada wilayah hutan di kampung Mano dan Lerang pohon teno Melochia
umbellata memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah
Wae Rebo karena teno memiliki sifat kurang baik tumbuh di bawah naungan Tabel 3.28. Tingginya kerapatan teno pada wilayah kampung Mano dan Lerang
menunjukkan bahwa pada kedua wilayah tersebut penutupan hutan lebih terbuka dibandingkan dengan pada kampung Wae Rebo. Pemanfaatan teno sebagai kayu
bangunan dilakukan pada wilayah kebun milik masyarakat. Tabel 3.28 Kerapatan per hektar teno Melochia umbellata, ara Ficus variegata
dan worok Dysoxylum densiflorum pada lokasi penelitian No
Nama Ilmiah Nama
Lokal Tingkat
Pertumbuhan Kerapatan ha
Mano Lerang
Wae Rebo
1 Melochia
umbellata Teno
Pohon 5.9
5 5
Tiang 11.25
26 2.5
Pancang 100
240 Anakan
1 937.5 1 550
2 Ficus variegata
Ara Pohon
12.4 13.6
13.25 Tiang
12.5 18
12.5 Pancang
83.75 112
87.5 Anakan
2 312.5 1 800
1 187.5 3
Dysoxylum densiflorum
Worok Pohon 0.3
1 5.6
Tiang 2.5
4 5
Pancang 25
32 50
Anakan 250
Kerapatan pohon ara Ficus variegata relatif sama pada ketiga wilayah hutan lokasi penelitian karena ara tidak dimanfaatkan kayunya untuk bahan bangunan
sehingga keberadaan populasinya relatif masih baik. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengawetan pohon ara oleh masyarakat karena mempercayai bahwa ara dapat
meningkatkan debit air di mata air tetap dilakukan pada ketiga wilayah hutan.
Kerapatan pohon worok Dysoxylum densiflorum pada hutan wilayah kampung Wae Rebo lebih baik pada dua kampung lainnya meskipun pada kampung
Wae Rebo diberikan ijin untuk melakukan pemanfaatan kayu worok untuk pembangunan rumah adat. Kerapatan pohon worok per hektarnya adalah 5.6 pohon
sehingga pada wilayah hutan kampung Wae Rebo seluas ± 100 ha adalah sebanyak ± 560 pohon. Pemanenan pohon worok adalah sebanyak 7 pohon setiap 30 tahun
sekali yang menunjukkan bahwa pemanenan worok oleh masyarakat kampung Wae Rebo adalah lestari sebagai upah untuk menjaga kelestarian hutan. Sebaliknya pada
wilayah dua kampung lainnya di Hutan Ruteng yang tidak diberikan akses pemanfaatan maka tidak ada mekanisme pengaturan pemanfaatan dan wilayah
hutan menjadi milik bersama dan pemanenan kayu bersifat komersial sehingga berdampak pada degradasi hutan.
73