18
2.3.5 Ciri Biofisik
Asal usul ras seseorang mempengaruhi ciri biofisik, yaitu penggolongan berdasarkan ciri fisik. Suku-suku di Pulau Flores pada umumnya merupakan ras
Weddoid namun suku Manggarai merupakan percampuran unsur budaya dan ras antara Melanesia dan Weddoid. Ras Weddoid merupakan ras dari Hindia bagian
selatan yang memiliki ciri-ciri mirip negroid namun memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil. Ciri-ciri ras Weddoid adalah kulit hitam, rambut keriting, hidung pesek
dan ukuran tubuh sedang dengan tinggi sekitar 160 cm. Ras ini di Indonesia umumnya mendiami wilayah Maluku dan Nusa Tenggara Timur Hadiwiyono
1985.
Penduduk ras Weddoid yang mendiami Flores Barat ini kemudian bercampur dengan pendatang dari ras Melayu wilayah barat Indonesia Toda 1999.
Percampuran tersebut memberikan ciri-ciri biofisik orang Manggarai, yaitu berperawakan kecil dengan tinggi sekitar 160 cm, rambut berombak dan kulit sawo
matang Hadiwiyono 1985.
2.3.6 Bahasa
Bahasa Manggarai meliputi enam bahasa, yaitu bahasa komodo, Waerana, Rembong, Kempo, Rajong dan Manggarai kuku Verheijen 1991. Orang
Manggarai yang tinggal di pegunungan Ruteng termasuk pada 3 kampung lokasi penelitian berbicara dalam bahasa Manggarai Kuku.
Sebagian masyarakat terutama yang tua tidak menggunakan bahasa Indonesia. Masyarakat menggunakan bahasa Manggarai bila berkomunikasi dengan
sesamanya dan bahasa Indonesia bila berkomunikasi dengan pendatang atau para pejabat. Bahasa Manggarai terbagi atas bahasa Manggarai halus untuk orang lebih
tua atau yang dihormati dan bahasa Manggarai kasar. Penggunaan bahasa halus atau kasar hanya sebgaian kosakata Manggarai. Contoh bahasa kasar kata ganti
kamu dalam bahasa halus adalah ite sedangkan kasar hau. Penggunaan kalimat
terkesan kaku karena kosakata yang dilafalkan terputus, misalnya: Su’dah mandi ka’mu ? karena dalam bahasa asli yang juga dilafalkan terputus, yaitu: Po’li
ce’bong ite hau ? Kampung Wae Rebo memiliki dialek yang agak berbeda dengan Manggarai kuku karena pengaruh bahasa Kempo Manggarai Barat. Setiap
huruf dengan awalan s akan diganti dengan h, contohnya: wase liana menjadi wahe
. 2.3.7
Istilah Silsilah
Struktur keluarga orang Manggarai sampai generasi ketiga, yaitu nenek dan cucu dan tidak ada lagi sebutan nama untuk generasi keempat dan seterusnya Tabel
2.1. Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak dan keluarga batih adalah kakek, nenek, cucu dan sanak keluarga lainnya.
Dalam hubungan kekerabatan menggunakan beberapa istilah yaitu anak rona, anak wina
dan ase ka’e. Anak rona adalah keluarga pemberi isteri atau keluarga
dari pihak isteriibu dan sebaliknya anak wina adalah keluarga dari suamiayah. Ase kae
kakak adik adalah saudara kandung dan saudara sepupu serta saudara lainnya. Istilah ase kae secara luas, misalnya saudara sekampung Ase kae beo. Anak laki-
laki disebut dengan ata one orang dalam dan anak perempuan disebut dengan ata pe’ang orang luar yang menunjukkan bahwa orang Manggarai menganut
patriarkat. Istilah untuk memanggil nama orang tua menggunakan nama anaknya
19 yang paling besar, misalnya anak pertama bernama Herman maka nama panggilan
ayahnya adalah Ema Herman.
Tabel 2.1 Istilah kekerabatan Manggarai No
Nama Istilah Silsilah Kekerabatan Keterangan
Manggarai Indonesia
1 Ema
Ayah Sebutan untuk ayah kandung
atau laki-laki yang dituakan 2
Ende Ibu
Sebutan untuk ibu kandung atau perempuan yang dituakan
3 Anak rona
Pemberi isteri Keluarga dari pihak ibuisteri
namun dalam istilah anak maka anak rona adalah anak laki-laki
4 Anak wina
Penerima isteri Keluarga dari pihak
bapaksuami namun dalam istilah anak maka anak wina
adalah anak perempuan
5 Anak wina
ka’eng one Suamiayah yang
hidup bersama keluarga isteri
Seorang laki-laki akan tinggal menetap dengan keluarga isteri
apabila kewajiban mas kawin belum terpenuhi seluruhnya
6 Ase
Adik Saudara laki-laki lebih muda
7 Ka’e
Kakak Saudara laki-laki lebih tua
8 Ase ka’e beo Saudara sekampung Saudara dari satu kampung
9 Empo
Kakeknenekcucu Seorang kakeknenek
memanggil cucunya ampo, demikian pula sebaliknya
10 Ema koe
Paman Adik laki-laki ayahibu
11 Ende koe
Tante Adik perempuan ayahibu
12 Ema tu’a
Paman besar Kakak laki-laki ayahibu
13 Ende tu’a
Tante besar Kakak perempuan ayahibu
14 Kilo hang
neki Keluarga besar
Saudara dalam garis keturunan satu nenek yang hidup bersama
dalam satu rumah tangga yang memiliki sumber penghidupan
yang sama
15 Panga
Satu kelompok atas beberapa kilo
Subklan 16
Wa’u Satu kelompok atas
beberapa panga Klan
Sistem kekerabatan yang lebih besar dari satu keluarga disebut dengan kilo hang neki
yang berarti keluarga besar. Kilo artinya keluarga dan hang neki artinya makan bersama sehingga kilo hang neki adalah satu keluarga besar yang tinggal
bersama dalam satu rumah tangga. Dalam satu kilo hang neki ini terdiri dari orang tua dengan anak-anaknya yang belum menikah, dan anak-anak yang sudah menikah
beserta isteri dan anak-anaknya, nenek dan seluruh keluarga besar sehingga dalam satu rumah tangga terdapat puluhan hingga ratusan anggota keluarga yang hidup