Pemanfaatan spesies dalam kawasan

131 mendorong pembagian yang adil keuntungan yang dihasilkan dari pendayagunaan pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktek-praktek semacam itu ”. Dalam pelaksanaannya di Indonesia perlindungan pengetahuan tradisional dilakukan melalui UU mengenai Hak Kekayaan Intelektual HKI, yang berkaitan dengan pengetahuan tradisional ada 4 UU, yaitu: UU No. 152001 Tentang Merek, UU No. 192002 Tentang Hak Cipta, UU No. 142001 Tentang Paten dan UU No. 292000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman. HKI mengenai merk kolektif tercantum dalam UU No. 152001 Tentang Merek Pasal 50 memiliki kemiripan dengan pengetahuan tradisional yang dimiliki secara komunal namun berbeda dalam hal orientasi, yaitu bahwa pengetahuan tradisional tidak untuk perdagangan. Pengetahuan tradisional dikembangkan dan dinikmati secara komunal bukan diperdagangkan namun HKI tentang merk untuk diperdagangkan. Pengetahuan tradisional memerlukan solusi hukum yang menekankan pada kebutuhan komunitas akan suatu pengakuan hak-hak kolektif atas pengetahuan kolektif yang mereka miliki. Pada pasal 56 mengenai perlindungan indikasi geografi ini lebih ditujukan pada perlindungan di dalam Indonesia maka pada wilayah di luar Indonesia pengetahuan tradisional yang ditiru kurang mendapat implikasi untuk mendapat perlindungan. Perlindungan indikasi geografi misalnya minuman berkhasiat obat Manggarai, apakah hanya dapat diusahakan oleh sekelompok orang Manggarai ? Apakah ada tuntutan bila diusahakan oleh suku lainnya di Indonesia ? Perlindungan indikasi geografi ini akan sulit untuk dilaksanakan. HKI mengenai UU Hak Cipta dalam UU No 192002 Pasal 10 mengatur perlindungan pengetahuan tradisional yang diistilahkan dengan folkfor dan hasil kebudayaan milik bersama. Namun karena sifat pengetahuan tradisional itu adalah milik komunal dan secara turun temurun, tidak berorientasi pasar dan tidak diketahui inventornya maka pemegang hak cipta adalah negara. Pasal ini mengalami kendala dalam implementasinya karena sulitnya menyatakan sifat asli dari pengetahuan tradisional atau sulit dibuktikan dan masyarakat tradisional sulit melakukan gugatan karena harus melalui negara yang dalam hal ini adalah instansi yang ditunjuk. HKI mengenai paten tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2001 Pasal 2 dan 3 sebagai bentuk perlindungan dan pemberian insentif atas kekayaan intelektual yang disampaikan secara tertulis. Perlindungan paten untuk pengetahuan tradisional juga tidak mudah dilakukan karena sifat pengetahuan tersebut yang diperoleh secara lisan turun-temurun sehingga sulit memenuhi syarat kebaruan, menentukan penemu sebenarnya, syarat tertulis untuk dipatenkan. UU mengenai HKI yang terakhir terkait pengetahuan tradisonal adalah UU No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman Pasal 7 yang melindungi varietas tanaman. UU ini dapat melindungi varietas tanaman termasuk tumbuhan hutan yang dimiliki atau berada pada masyarakat tradisional dari pencurian keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh instansi negara yang berkaitan. 132 6 SIMPULAN DAN IMPLIKASI

6.1 Simpulan

Masyarakat Suku Manggarai mampu melakukan konservasi tumbuhan dan ekosistem pegunungan Ruteng dengan budaya yang mendukung konservasi yang merupakan hasil dari berinteraksi dengan lingkungannya secara turun menurun. Hal ini merupakan strategi untuk mempertahankan hidupnya melalui dua hal, yaitu efisensi pemanfaatan spesies dan pengaturan ruang pemanfaatan. Strategi ini memiliki kaitan dengan kepercayaan tradisional yang masih dipatuhi.yang dapat ditemukan dalam produk budaya antara lain adalah idioms, mitos, legenda dan ritual adat. Strategi perlindungan sistem penyangga kehidupan dikaitkan dengan perlindungan hutan sekitar mata air dan tempat keramat untuk melakukan ritual kepercayaan tradisional. Strategi pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dikaitkan dengan tumbuhan sakral dan satwa ceki totem yang pantang untuk dirusak. Strategi pemanfaatan secara lestari diatur dengan aturan-aturan dan upacara adat yang mengikat. Tingkat pengetahuan yang paling tinggi terdapat pada generasi tua terutama pada kelas umur 55-69 tahun karena tanggung jawab pemenuhan kebutuhan keluarga dan tugas pada lembaga adat. Tingkat pengetahuan etnobotani mengalami penurunan terutama pada generasi muda karena pengaruh perubahan sosial namun yang saat ini berperan dalam lembaga adat adalah generasi tua sehingga hutan relatif masih terjaga. Pemanfaatan tumbuhan liar secara komersial dan kurangnya peranan lembaga adat terjadi di Hutan Ruteng karena adanya penutupan akses pemanfaatan sehingga lembaga adat tidak berperan dalam pengaturan pemanfaatan tumbuhan hutan. Spesies yang paling penting secara budaya dikonservasi dengan cara memelihara anakan yang tumbuh secara alami di dalam kebun, memberikan nilai religius dan pengaturan pemanfaatan secara khusus untuk rumah adat. Spesies yang penting secara ekologi dikonservasi dengan cara memberikan sanksi adat bila melakukan penebangan pohon dan memberikan nilai religius. Spesies prioritas konservasi lokal di dalam hutan pegunungan Ruteng sebanyak 13 spesies yang disebabkan pemanfaatan secara komersial namun tidak dilakukan budidaya. Masyarakat Suku Manggarai memiliki sistem tata guna lahan yang mendukung konservasi tumbuhan hutan dan ekosistem Pegunungan Ruteng serta memberikan kesejahteraan. Masyarakat menjaga ekologi dengan menempatkan permukiman pada wilayah rata, wilayah perbukitan untuk kebun agroforestry dan menjaga hutan pada wilayah gunung yang lebih tinggi. Pengelolaan lahan secara tradisional masih dipertahankan karena lahan komunal merupakan ikatan sosial kekerabatan dan tempat ritual tradisional yang memiliki nilai keagamaan lokal yang dipatuhi. Penutupan wilayah Hutan Todo lebih baik dibandingkan dengan Hutan Ruteng karena adanya dukungan masyarakat tradisional karena adanya manfaat ekoturisme. Konsep integrasi kearifan lokal dalam konservasi tumbuhan dan ekosistem Pegunungan Ruteng semestinya menyentuh pemenuhan kebutuhan hidup sehari- hari agar masyarakat mengerti dan mendukung konservasi. Strategi pemanfaatan dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan subsisten termasuk pemenuhan kebutuhan kayu untuk pembangunan rumah adat dan rumah tinggal. Pengawetan