Struktur dan Komposisi Kependudukan

19 yang paling besar, misalnya anak pertama bernama Herman maka nama panggilan ayahnya adalah Ema Herman. Tabel 2.1 Istilah kekerabatan Manggarai No Nama Istilah Silsilah Kekerabatan Keterangan Manggarai Indonesia 1 Ema Ayah Sebutan untuk ayah kandung atau laki-laki yang dituakan 2 Ende Ibu Sebutan untuk ibu kandung atau perempuan yang dituakan 3 Anak rona Pemberi isteri Keluarga dari pihak ibuisteri namun dalam istilah anak maka anak rona adalah anak laki-laki 4 Anak wina Penerima isteri Keluarga dari pihak bapaksuami namun dalam istilah anak maka anak wina adalah anak perempuan 5 Anak wina ka’eng one Suamiayah yang hidup bersama keluarga isteri Seorang laki-laki akan tinggal menetap dengan keluarga isteri apabila kewajiban mas kawin belum terpenuhi seluruhnya 6 Ase Adik Saudara laki-laki lebih muda 7 Ka’e Kakak Saudara laki-laki lebih tua 8 Ase ka’e beo Saudara sekampung Saudara dari satu kampung 9 Empo Kakeknenekcucu Seorang kakeknenek memanggil cucunya ampo, demikian pula sebaliknya 10 Ema koe Paman Adik laki-laki ayahibu 11 Ende koe Tante Adik perempuan ayahibu 12 Ema tu’a Paman besar Kakak laki-laki ayahibu 13 Ende tu’a Tante besar Kakak perempuan ayahibu 14 Kilo hang neki Keluarga besar Saudara dalam garis keturunan satu nenek yang hidup bersama dalam satu rumah tangga yang memiliki sumber penghidupan yang sama 15 Panga Satu kelompok atas beberapa kilo Subklan 16 Wa’u Satu kelompok atas beberapa panga Klan Sistem kekerabatan yang lebih besar dari satu keluarga disebut dengan kilo hang neki yang berarti keluarga besar. Kilo artinya keluarga dan hang neki artinya makan bersama sehingga kilo hang neki adalah satu keluarga besar yang tinggal bersama dalam satu rumah tangga. Dalam satu kilo hang neki ini terdiri dari orang tua dengan anak-anaknya yang belum menikah, dan anak-anak yang sudah menikah beserta isteri dan anak-anaknya, nenek dan seluruh keluarga besar sehingga dalam satu rumah tangga terdapat puluhan hingga ratusan anggota keluarga yang hidup 20 bersama. Beberapa kilo hang neki yang hidup dalam suatu wilayah tertentu membentuk satu kelompok keluarga besar yang disebut dengan panga atau dapat disebut dengan subklan. Beberapa panga yang merupakan satu klan, yaitu satu keluarga yang sangat besar yang merasa diri berasal dari satu nenek moyang. Satu klan tersebut menetap dalam suatu wilayah tertentu yang disebut dengan beo atau golo Lawang 2004. Beo kampung merupakan sistem organisasi terkecil asli Manggarai yang unik dan kompak. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem kekerabatan yang terdapat dalam satu beo dengan satu rumah adat tersendiri ini sehingga seorang pemimpin beo yang disebut dengan tua golo sangat berperan dalam pengambilan keputusan dalam hidup sehari-hari dan ritual adat karena adanya ikatan sosial kinship. Dalam pengelolaan hutan, maka beo yang terdapat di sekitar hutan yang memiliki sistem konservasi tumbuhan semestinya diintegrasikan dalam pengelolaan hutan.

2.3.8 Perkawinan

Perkawinan Manggarai umumnya melalui beberapa tahapan, yaitu keluarga laki-laki meminang dan keluarga perempuan menentukan syarat pinangan. Tahap berikutnya upacara persembahan pada nenek moyang teing hang pada malam pinangan agar mendapat berkat nenek moyang kemudian acara pinangan melalui juru bicara tongka untuk kesepakatan belis mahar, keluarga laki-laki menyampaikan mahar dan acara perkawinan. Sistem perkawinan Manggarai ada tiga macam, yaitu cangkang, tungku dan tungku cu . Cangkang yaitu perkawinan antar garis keturunan, laki-laki dari luar garis keturunan memberikan belis dalam jumlah besar sebagai lambang harga diri dan martabat. Tungku yaitu perkawinan mempertahankan hubungan keluarga. Pemerintah melarang tungku cu, yaitu perkawinan laki-laki dan perempuan yang memiliki ibu bersaudara. Terakhir adalah cako yaitu perkawinan satu garis keturunan antara laki-laki keturunan kakak dan perempuan keturunan adik pada generasi ketiga atau keempat dalam satu kakek dengan syarat belis sesuai kemampuan pihak laki-laki. Perkawinan Manggarai saat ini mengikuti aturan Gereja Katolik yang mensyaratkan pernikahan adat harus diikuti oleh pernikahan gereja dan melarang hidup bersama hanya dengan perkawinan adat. Pengambil keputusan dalam keluarga adalah laki-laki dan terkadang melibatkan anak rona keluarga dari pihak isteri karena perempuan adalah orang luar ata pe’ang yang menunjukkan bahwa orang Manggarai menganut sistem patriarkat. Pekerjaan rumah dan kebun sehari-hari dikerjaan secara bersama-sama Tabel 2.2. Pukul 05.00 WITA sampai dengan 05.30 WITA masyarakat sudah bangun pagi. Wanita mengambil air, memasak dan menyiapkan sarapan pagi. Anak-anak mengambil air ke tempat penampungan air sebelum berangkat ke sekolah. Setelah sarapan laki-laki dan wanita bekerja di kebun hingga sore hari. Anak-anak membantu mencari kayu bakar di kebun atau hutan dekat rumah sepulang sekolah. Sekitar jam 05.00 sore kembali pulang ke rumah. Pengambil keputusan dalam keluarga adalah laki-laki dan terkadang melibatkan anak rona karena perempuan adalah orang luar ata pe’ang yang menunjukkan bahwa orang Manggarai menganut sistem patriarkat.