Pendidikan Formal Berorientasi Memperkuat Keunikan Sistem Lokal

119 Konsep integrasi kearifan lokal ke dalam konservasi tumbuhan dan ekosistem sebagai berikut:

1. Pemanfaatan kayu bangunan yang memiliki fungsi budaya

Pohon-pohon dalam hutan yang memiliki kualitas yang baik untuk bahan bangunan memiliki pertumbuhan yang lambat sehingga pemanfaatannya secara selektif. Orang Manggarai memahami hal ini sehingga kayu yang memiliki kualitas yang baik untuk bahan bangunan seperti worok Dysoxylum densiflorum hanya untuk pembangunan rumah adat. Pemanfaatan tumbuhan hutan untuk kepentingan adatbudaya semestinya mendapatkan akses pada seluruh wilayah hutan tanpa membedakan blokzonasi pengelolaan karena ada mekanisme pengaturan dari lembaga adat dan pemanfaatannya secara subsisten sehingga tidak mengakibatkan kerusakan hutan. Pemanfaatan spesies tertentu yang penting secara adat perlu pengaturan dalam peraturan sehingga mendapatkan dukungan dari masyarakat dalam melaksanakan kegiatan konservasi. Tabel 5.2 Konsep integrasi kearifan lokal dan konservasi Strategi Konservasi Kearifan lokal Integrasi Pemanfaatan Pemanfaatan kayu worok Dysoxylum densiflorum selektif yang berumur sekitar 70 tahun hanya untuk rumah adat Pemanfaatan kayu bangunan secara selektif untuk rumah adat Pemanfaatan kayu teno Mellochia umbellata untuk rumah penduduk Pemanfaatan pohon kayu cepat tumbuh untuk kayu bangunan rumah penduduk Pemanfaatan 161 spesies tumbuhan hutan untuk memenuhi kebutuhan 12 macam pemanfaatan Pemanfaatan subsisten hasil hutan non kayu Pengawetan Perlindungan pohon ara Ficus variegata karena dipercaya meningkatkan debit air dan jenis ficus lainnya Ficus spp karena dianggap angker Pengawetan spesies tumbuhan yang memiliki fungsi ekologi dan Pengawetan spesies tumbuhan prioritas konservasi lokal Perlindungan Perlindungan daerah sekitar mata air dan danau Perlindungan wilayah hutan sekitar mata air dan danau Lembaga adat beo kampung berperan dalam konservasi tumbuhan hutan Peningkatan peran beo dalam konservasi dan pemberdayaan masyarakat untuk kemandirian kampung

2. Pemanfaatan pohon kayu cepat tumbuh untuk rumah penduduk

Kebutuhan kayu untuk keperluan bahan bangunan akan terus meningkat seiring pertambahan penduduk. Kecepatan antara pemanenan dan pertumbuhan di 120 dalam hutan yang kurang seimbang akan menyebabkan pasokan kayu dari hutan alam semakin menurun sehingga berakibat degradasi hutan. Masyarakat Manggarai memahami hal ini sehingga memanfaatkan kayu teno Mellochia umbellata. Himbauan untuk menggunakan kayu cepat tumbuh teno ini menjadi efektif ketika mengaitkannya dengan sistem kepercayaan lokal. Kayu ini dipercaya membawa kerukunan dan persatuan seisi rumah sehingga setiap rumah penduduk di Manggarai memanfaatkan kayu teno minimal sebagai satu tiang penyangga rumah. Nama pohon teno memiliki kesamaan dengan nama roh penjaga kebun dan juga tua adat pembagi tanah sehingga semakin menambah nilai spiritual kayu untuk digunakan dalam pembangunan rumah tinggal. Upaya konservasi supaya tetap mendapatkan manfaat dari pohon teno oleh masyarakat Manggarai adalah dengan memelihara bibit yang tumbuh alami. Menurut Heyne 1987, pembiakan Mellochia umbellata sangat mudah dilakukan menggunakan biji dan tidak menuntut iklim dan kondisi tanah secara khusus sehingga sangat baik untuk rehabilitasi lereng gunung yang gundul. Pengelola kawasan hutan di Pegunungan Ruteng perlu untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai cara melakukan budidaya teno Mellochia umbellata sehingga mendapatkan kayu teno dengan lebih cepat.

3. Pemanfaatan subsisten hasil hutan bukan kayu

Masyarakat memandang hutan sebagai sumber ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pemanfaatan spesies yang beragam merupakan aksi konservasi hutan untuk mempertahankan keanekaragaman hayati tetap tinggi Pei et al . 2009. Pemanfaatan non-kayu yang relatif berkelanjutan merupakan bentuk gangguan pada tingkat menengah intermediate yang berdampak berkelanjutan mempertahankan tingkat keanekaragaman hayati dalam kategori tinggi Gueze 2011; MacKinnon 1990; Odum 1971. Masyarakat Manggarai di pegunungan Ruteng memanfaatkan 161 spesies tumbuhan hutan untuk memenuhi kebutuhan makanan, minuman, obat-obatan, kayu, pengendalian hama dan racun, pewarna, alat dan kerajinan, kayu api, bahan tali, pakan ternak, mitos legenda dan ritual, tanaman hias dan pagar. Keragaman spesies memenuhi kebutuhan jumlah dan kualitas kebutuhan. Penggunaan tumbuhan merupakan bagian dari kearifan lokal untuk bertahan hidup dengan memanfaatkan keragaman spesies di hutan. Pemanfaatan sumberdaya tumbuhan hutan merupakan strategi survival masyarakat Manggarai sehingga dalam pemanfaatannya akan memperhatikan sisi keberlanjutan. Konservasi kawasan hutan harus mampu mentolerir pemanfaatan oleh penduduk setempat dengan tetap memperhatikan fungsi perlindungan kawasan. Strategi konservasi yang tepat adalah melakukan fungsi perlindungan dengan cara memanfaatkan bukan sebaliknya perlindungan dari pemanfaatan sehingga perlindungan kawasan mendapat tantangan dari masyarakat tradisional. Strategi ini sejalan dengan pengertian konservasi adalah pemanfaatan berkelanjutan.

4. Pengawetan spesies tumbuhan yang memiliki fungsi ekologi

Strategi pengawetan spesies tumbuhan dan satwa liar dilakukan masyarakat tradisional dengan memberikan status keramat pada spesies pohon Ficus spp dan ceki totem pada satwa liar. Kepercayaan masyarakat bahwa Ficus spp adalah angker menyebabkan tumbuhan ini terjaga dengan baik di pegunungan Ruteng. Pohon ara Ficus variegata tidak dimanfaatkan untuk kayu bangunan karena