20 bersama. Beberapa kilo hang neki yang hidup dalam suatu wilayah tertentu
membentuk satu kelompok keluarga besar yang disebut dengan panga atau dapat disebut dengan subklan. Beberapa panga yang merupakan satu klan, yaitu satu
keluarga yang sangat besar yang merasa diri berasal dari satu nenek moyang. Satu klan tersebut menetap dalam suatu wilayah tertentu yang disebut dengan beo atau
golo Lawang 2004.
Beo kampung merupakan sistem organisasi terkecil asli Manggarai yang
unik dan kompak. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem kekerabatan yang terdapat dalam satu beo dengan satu rumah adat tersendiri ini sehingga seorang pemimpin
beo yang disebut dengan tua golo sangat berperan dalam pengambilan keputusan
dalam hidup sehari-hari dan ritual adat karena adanya ikatan sosial kinship. Dalam pengelolaan hutan, maka beo yang terdapat di sekitar hutan yang memiliki
sistem konservasi tumbuhan semestinya diintegrasikan dalam pengelolaan hutan.
2.3.8 Perkawinan
Perkawinan Manggarai umumnya melalui beberapa tahapan, yaitu keluarga laki-laki meminang dan keluarga perempuan menentukan syarat pinangan. Tahap
berikutnya upacara persembahan pada nenek moyang teing hang pada malam pinangan agar mendapat berkat nenek moyang kemudian acara pinangan melalui
juru bicara tongka untuk kesepakatan belis mahar, keluarga laki-laki menyampaikan mahar dan acara perkawinan.
Sistem perkawinan Manggarai ada tiga macam, yaitu cangkang, tungku dan tungku cu
. Cangkang yaitu perkawinan antar garis keturunan, laki-laki dari luar garis keturunan memberikan belis dalam jumlah besar sebagai lambang harga diri
dan martabat. Tungku yaitu perkawinan mempertahankan hubungan keluarga. Pemerintah melarang tungku cu, yaitu perkawinan laki-laki dan perempuan yang
memiliki ibu bersaudara. Terakhir adalah cako yaitu perkawinan satu garis keturunan antara laki-laki keturunan kakak dan perempuan keturunan adik pada
generasi ketiga atau keempat dalam satu kakek dengan syarat belis sesuai kemampuan pihak laki-laki. Perkawinan Manggarai saat ini mengikuti aturan
Gereja Katolik yang mensyaratkan pernikahan adat harus diikuti oleh pernikahan gereja dan melarang hidup bersama hanya dengan perkawinan adat. Pengambil
keputusan dalam keluarga adalah laki-laki dan terkadang melibatkan anak rona keluarga dari pihak isteri karena perempuan adalah orang luar
ata pe’ang yang menunjukkan bahwa orang Manggarai menganut sistem patriarkat.
Pekerjaan rumah dan kebun sehari-hari dikerjaan secara bersama-sama Tabel 2.2. Pukul 05.00 WITA sampai dengan 05.30 WITA masyarakat sudah bangun
pagi. Wanita mengambil air, memasak dan menyiapkan sarapan pagi. Anak-anak mengambil air ke tempat penampungan air sebelum berangkat ke sekolah. Setelah
sarapan laki-laki dan wanita bekerja di kebun hingga sore hari. Anak-anak membantu mencari kayu bakar di kebun atau hutan dekat rumah sepulang sekolah.
Sekitar jam 05.00 sore kembali pulang ke rumah. Pengambil keputusan dalam keluarga adalah laki-laki dan terkadang melibatkan anak rona karena perempuan
adalah orang luar
ata pe’ang yang menunjukkan bahwa orang Manggarai menganut sistem patriarkat.
21 Tabel 2.2 Pembagian tugas pekerjaan sehari-hari
No Satus
Tugas sehari-hari 1
Laki-laki -
Bekerja di kebun, berburu -
Membuat pagar rumahkebun -
Membangun rumah -
Memelihara ternak -
Menjual hasil pertanian ke pasar -
Mencari hasil hutan 2
Wanita -
Memasak, menyiapkan sarapan pagi -
Mengurus anak -
Memberi makan ternak -
Mengambil air -
Mencuci pakaian -
Bekerja di kebun -
Mencari kayu bakar 3
Anak-anak -
Mengambil air -
Mencari kayu bakar -
Memberi makan ternak
2.3.9 Kepercayaan dan Agama
Orang Manggarai adalah campuran dari Manggarai asli dengan pendatang dari luar Flores yang mempengaruhi keyakinan mereka mengenai adanya
manifestasi tertinggi disebut Mori Keraeng. Masyarakat lebih sering menyebut nama Mori Kraeng dari pada nama Tuhan. Orang Manggarai mempercayai alam
semesta merupakan ciptaan Mori Keraeng sebagai wujud tertinggi orang Manggarai. Mori Keraeng adalah pencipta langit, bumi, bulan, matahari dan
seluruh jagad raya. Istilah Mori Keraeng bukan kepercayaan asli Manggarai melainkan pengaruh Bugis saat Kerajaan Goa menguasai Manggarai. Mori artinya
tuan dan keraeng artinya raja, sehingga Mori Keraeng berarti Tuhan Raja. Kepercayaan ini pengaruh monoteisme yang mempercayai satu tuhan yang
menguasai seluruh alam semesta Verheijen 1991. Dalam praktek sehari-hari kepercayaan ini mengalami inkulturasi dengan kepercayaan setempat sehingga
selain Mori Keraeng juga mempercayai dewa-dewa setempat.
Meskipun telah memiliki agama, namun orang Manggarai masih melakukan ritual kepercayaan tradisional yang dilakkan pada 3 macam tempat persembahan,
yaitu langkar, compang, dan hekang kode Gambar 2.3. Langkar merupakan tempat persembahan satu keluarga kepada leluhur yang terbuat dari bambu
berbentuk persegi di dalam setiap rumah orang Manggarai. Compang tempat persembahan untuk satu kampung berbentuk bulat terbuat dari batu bersusun yang
berada di tangah kampung. Hekang kode merupakan tempat persembahan satu rumah adat yang dihuni beberapa keluarga pemimpin adat pada leluhur yang
terletak pada lantai kelima rumah adat.
Bumi dalam persepsi orang Manggarai adalah ibu yang menghasilkan atau memberikan makanan, sehingga harus dihormati, diperlakukan dengan baik dan
sakral. Saat pembukaan lahan pertanian dan penggalian lubang makam dilakukan upacara adat untuk menghormati dewa penjaga tanah. Langit adalah bapak yang
memberikan hujan untuk kesuburan tanah.
22
Gambar 2.3 Compang untuk altar persembahan satu kampung terbuat dari batu yang disusun membentuk sebuah lingkaran dan langkar tempat
persembahan terbuat dari bambu berentuk persegi Kehidupan agraris mempengaruhi upacara-upacara adat yang berhubungan
dengan pertanian. Upacara adat terpenting setiap tahun adalah penti. Penti merupakan upacara syukuran atas hasil panen dan permohonan agar panen
mendatang berhasil. Penti merupakan gabungan dari tiga upacara adat untuk untuk menghormati menghormati roh penjaga kampung naga golo, roh penjaga mata air
darat melalui upacara barong wae dan roh penjaga tanah pertanian teno melalui upacara barong lodok.
Orang Manggarai merupakan salah satu suku Murba, yaitu suku yang hidup di zaman modern tetapi masih memiliki sifat purba yang terlihat dalam sistem
keagamaan mereka Hadiwiyono 1985. Orang Manggarai percaya alam dan supranatural adalah dimensi yang berbeda. Supranatural memiliki pengaruh yang
besar pada kehidupan manusia sehingga harus hidup selaras dengan alam. Wilayah angker biasanya terletak di sebuah pohon besar, hutan, jurang dan gua sehingga
tujuan upacara adat adalah untuk mendapatkan izin ketika melakukan aktivitas di tempat angker.
Keyakinan ini mempengaruhi kehidupan masyarakat yang tunduk pada dunia gaib sehingga melakukan upacara adat. Upacara tradisional utama adalah penti
yaitu upacara penutupan tahun untuk panen kebun yang sebenarnya merupakan kesatuan dari tiga ritual untuk menghormati tiga roh teritorial. Ketiga roh tersebut
adalah teno sebagai penjaga kebun yang dihormati melalui upacara barong Lodok, darat
sebagai roh yang berdiam di alam seperti di mata air melalui upacara barong wae
dan naga golo yang berdiam di tengah-tengah kampung. Upacara tradisional merupakan bentuk komunikasi dan penyembahan kepada
kekuatan yang tidak terlihat yang memiliki posisi lebih tinggi yang menentukan kehidupan. Menurut Verheijen 1991, bahwa masyarakat Manggarai berdoa
kepada Mori Kraeng jika mereka ingin menebang pohon besar atau membuka kebun untuk mengusir roh-roh jahat. Menurut cerita dari tetua Manggarai,
misionaris memperkenalkan Tuhan yang menjadi jembatan antara orang hidup dan dunia orang mati. Konsep ini diterima oleh kebanyakan orang karena sesuai upacara
Manggarai yang disebut kelas, yaitu upacara tradisional untuk menghantar roh-roh orang mati dari dunia manusia ke dunia roh.
Masyarakat Manggarai percaya adanya dunia orang hidup dan dunia orang mati sehingga memiliki upacara kelas. Dua dunia ini berada pada tempat yang sama
namun berbeda dimensi sehingga orang hidup dapat berkomunikasi dengan orang mati. Selain dunia roh manusia masyarakat juga mengenal roh jahat, yaitu poti
setan tanpa wujud nyata yang dapat mengganggu manusia. Masyarakat