Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berkelanjutan

20 direncanakan dan dibina sedemikian rupa, sehingga keduanya dapat meningkatkan kesejahteraan manusia dalam lingkungan hidup yang memadai secara wajar. Pendapat lain muncul seperti yang dikemukakan Kusumastanto 2003 bahwa konsep pembangunan berkelanjutan memuat dua unsur pokok, yaitu : 1 Konsep kebutuhan khususnya kebutuhan pokok untuk mensejahterakan kaum miskin dan generasi mendatang, 2 Gagasan tentang keterbatasan yang bersumber pada keadaan teknologi dan organisasi sosial yang dikenakan terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan. Konsep pemikiran terakhir ini sesungguhnya dilandasi dua aliran pemikiran : aliran ekonomi neoklasik prinsip efisiensi serta aliran ekonomi kelembagaan prinsip kesejahteraan sosial. Basis pengambilan kebijakan pada regim ekonomi neoklasik terletak pada alokasi sumberdaya alam yang didasarkan pada prinsip alokasi ekonomi terbaik the best economic allocation. Sementara itu basis pengambilan kebijakan pada regim ekonomi kelembagaan didasarkan kepada pendekatan secara komprehensif holistic dan multidisiplin. Dalam hal ini kepentingan individu dan publik tidak dapat saling terpisah serta hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik merupakan bagian dari pemikiran tentang kesejahteraan individu dan sosial.

2.1.2 Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berkelanjutan

Penetapan batas wilayah pesisir antara satu negara dengan negara lain berbeda- beda, karena masing-masing negara memiliki karakteristik tersendiri. Akan tetapi terdapat suatu kesepakatan umum di dunia dimana wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Dalam UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan` Pulau- Pulau Kecil, definisi wilayah pesisir yang digunakan adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut. Definisi tersebut mencakup tiga batasan pendekatan yaitu : 1 pendekatan ekologi, 2 pendekatan administrasi dan 3 pendekatan perencanaan Adrianto 2006. Dalam konteks pendekatan ekologis, wilayah pesisir didefinisikan sebagai kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses dan dinamika laut seperti pasang surut, intrusi air laut; dan kawasan laut yang masih mendapat pengaruh dari proses dan dinamika daratan seperti sedimentasi dan pencemaran. Sementara itu, pendekatan administrasi membatasi wilayah pesisir sebagai wilayah yang secara administrasi pemerintahan memiliki batas terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupatenkota 21 yang mempunyai laut dan ke arah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiganya 4 mil untuk kabupatenkota lihat Gambar 3. Sedangkan dalam konteks pendekatan perencanaan, wilayah pesisir merupakan wilayah perencanaan pengelolaan sumberdaya yang difokuskan pada penanganan isu yang akan dikelola secara bertanggung jawab. Dalam konteks ekologis dan administratif, perencanaan pengelolaan wilayah pesisir merupakan alat penting untuk mengetahui dinamika masyarakat pesisir terkait dengan pola pemanfaatan dan apresiasi terhadap sumberdaya pesisir dan lautan. Dengan adanya rencana pengelolaan pesisir yang sistematis itu, pengelolaan wilayah pesisir dan laut di suatu wilayah akan menjadi lebih efisien dalam konteks prosesnya untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu prinsip dasar penyusunan rencana pengelolaan kawasan pesisir adalah prinsip keterpaduan dan prinsip aspiratif. Terpadu dalam konteks pendekatan komprehensif yang memadukan antara dinamika ekosistem dan sistem manusia, sedangkan aspiratif lebih pada pendekatan dari bawah dimana proses perencanaan wilayah pesisir dan laut dilakukan dengan melibatkan masyarakat pesisir sebagai subyek sekaligus obyek dari perencanaan itu sendiri DKP 2009. Batas ke arah darat Batas ke arah laut Batas tertentu secara arbitrer Garis pantai HT LT Lingkungan lautan Belakang pantai Lingkungan daratan Daerah tangkapan air Zona intertidal Paparan benua Garis pantai HT LT Belakang pantai Lingkungan daratan Daerah tangkapan air Zona intertidal Paparan benua Batas Adminitrasi Kecamatan Ruang Darat Ruang pesisir Ruang laut 4 mil laut Gambar 3 Diagram melintang wilayah pesisir kabupatenkota. Sumber : Diadaptasi dari Sugiarto 1976 dan Adrianto 2009 22 Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu merupakan suatu pendekatan pengelolaan yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya dan kegiatan pemanfaatan pembangunan secara terpadu guna mencapai pembangunan wilayah pesisir dan laut yang optimal dan berkelanjutan. Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pengelolaan yang memberikan semacam ambang batas pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya alam yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak, melainkan merupakan batas yang fleksibel yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfir untuk menerima dampak kegiatan manusia. Dengan perkataan lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak. Dalam konteks pengelolaan wilayah sumberdaya pesisir dapat diadaptasi dari konsep pembangunan secara berkelanjutan. Dalam konsep ini terdapat tiga dimensi: a ekologis, b ekonomi dan c sosial. a Dimensi Ekologis Dalam dimensi ekologis, pembangunan wilayah pesisir dan laut haruslah memperhatikan daya dukung lingkungan dalam menopang segenap kegiatan pembangunan dan kehidupan manusia. Dengan demikian, agar pembangunan wilayah pesisir dan laut dapat berkelanjutan, maka pola dan laju pembangunan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga total demand terhadap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan suplai tersebut. Dalam konteks ini, pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan dapat diartikan cara mengelola segenap kegiatan pembangunan yang terdapat di suatu wilayah yang berhubungan dengan wilayah pesisir, agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Setiap ekosistem alamiah termasuk ekosistem pesisir, memiliki empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia : a jasa-jasa pendukung kehidupan; b jasa-jasa kenyamanan; c penyedia sumberdaya alam; dan d penerima limbah Ortolano 1984. Jasa-jasa pendukung kehidupan life support services mencakup berbagai hal yang diperlukan bagi eksistensi kehidupan manusia, seperti udara, dan air bersih serta ruang bagi berkiprahnya segenap kegiatan manusia. Jasa-jasa kenyamanan amenity 23 services yang disediakan oleh ekosistem alamiah adalah berupa suatu lokasi beserta atributnya yang indah dan menyenangkan yang dapat dijadikan tempat berekreasi serta pemulihan jiwa. Ekosistem alamiah menyediakan sumberdaya alam yang dapat dikonsumsi langsung atau sebagai masukan dalam proses produksi. Fungsi penerima limbah dari suatu ekosistem adalah kemampuannya dalam menyerap limbah dari kegiatan manusia, hingga menjadi suatu kondisi yang aman Dahuri et al. 1996. Dari keempat fungsi ekosistem alamiah tersebut, bahwa kemampuan dua fungsi yang pertama sangat bergantung pada dua fungsi yang terakhir. Ini berarti bahwa jika kemampuan dua fungsi terakhir dari suatu ekosistem alamiah tidak dirusak oleh kegiatan manusia, maka fungsinya sebagai pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan dapat diharapkan tetap terpelihara. Berdasarkan keempat fungsi ekosistem itu, secara ekologis terdapat tiga kaidah pokok yang dapat menjamin tercapainya pembangunan wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan, yaitu: a keharmonisan spasial, b kapasitas asimilasi, dan c pemanfaatan berkelanjutan Dahuri et al. 1996. Dalam keharmonisan spasial, kegiatan pembangunan, ruang atau lahan tidak boleh dialokasikan hanya untuk zona pemanfaatan, tetapi perlu ada yang digunakan untuk zona preservasi jalur hijau pantai, sempadan, dan hutan lindung serta zona konservasi. Keberadaan zona preservasi dan konservasi dalam suatu pengelolaan sumberdaya pesisir sangat penting terutama dalam memelihara berbagai proses penunjang kehidupan, siklus hidrologi dan unsur hara. Sementara itu dalam kapasitas asimilasi, dampak dari kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut tidak boleh melampaui kemampuan akseptasinya dalam menerima atau menyerap limbah yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan ataupun manusia. Dalam pemanfaatan zona secara berkelanjutan, eksploitasi sumberdaya yang dapat diperbaharui renewable di wilayah pesisir dan laut tidak boleh melampaui kemampuan regenerasinya dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya baik sumberdaya yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui harus dilakukan dengan cermat, sehingga dampak lingkungan yang timbul tidak mengganggu atau merusak ekosistem dan kegiatan pembangunan lainnya. Pemanfaatan harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga sebelum sumberdaya tersebut habis sudah ada sumberdaya substitusinya. Relevansi dengan penelitian ini diperlukan suatu gagasan baru bahwa dalam setiap pemanfaatan sumberdaya alam pesisir haruslah berorientasi rendah emisi, serta 24 pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan, sehingga wilayah pesisir dan masyarakatnya memiliki resiliensi terhadap perubahan iklim global. Dalam pemikiran ini menunjukkan bahwa strategi mitigasi dan pola adaptasi menjadi penting bagi pengelolaan sumberdaya pesisir. b Dimensi Ekonomi Dalam konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan bahwa manfaat yang diperoleh dari kegiatan penggunaan wilayah pesisir serta sumberdaya alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk disekitarnya. Dalam dimensi ekonomi cenderung dievaluasi berdasarkan terminologi kesejateraan atau utilitas dimana basis pengukuran didasarkan pada tingkat kemampuan membayar willingness to pay terhadap sumberdaya atau jasa-jasa yang dikonsumsi. Konsep ekonomi modern menggarisbawahi bahwa ekonomi berkelanjutan berupaya mencari maksimisasi arus pendapatan atau konsumsi yang dapat ditingkatkan apabila terjadi pemeliharaan stok sumberdaya Cheung Sumaila 2008. Dalam hal ini faktor efisiensi memiliki peran penting dalam memastikan baik efisiensi alokasi sumberdaya dalam produksi maupun efisiensi berbagai pilihan konsumsi yang akan memaksimalkan utilitas. Pearce and Turner 1990 menyatakan bahwa permasalahan akan muncul dalam melakukan valuasi mengenai non-market value khususnya jasa- jasa sosial dan ekologi, sementara itu berbagai masalah uncertainty, irreversibility serta katastropik juga merupakan masalah lain yang sangat rumit dalam dimensi ekonomi tersebut. Premis tersebut mendukung penelitian ini bahwa pemanfaatan sumberdaya alam dengan cara baru haruslah didasarkan pada prinsip the opportunity cost of capital. Artinya paling kurang memenuhi kesetaraan manfaat antara cara saat ini business as usual dengan cara baru yang akan diimplementasikan. Masyarakat yang termarjinalisasi dalam konsep baru, harus diakomodasi dan memperoleh manfaat untuk kesejahteraannya. c Dimensi Sosial Pembangunan secara berkelanjutan dalam perspektif sosial adalah mereduksi kerentanan serta memelihara daya tahan sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat Chamber 1989; Bohle et al. 1994; Ribbot et al.1996 in Munasinghe 2003, Oostenbrugge et al. 2004, Cicin-Sain Belfiore 2005. Penguatan nilai-nilai sosial dan 25 institusi serta meningkatkan human capital dalam hal pendidikan tentunya akan sangat menambah nilai modal sosial. Kaitannya dengan penelitian ini adalah bagaimana mengatur jumlah penduduk yang membebani suatu wilayah pesisir serta bagaimana mengedukasi masyarakat dan kelompok sosial agar dapat memanfaatkan sumberdaya secara arif : melarang penggunaan bahan peledak untuk manangkap ikan, melarang penebangan mangrove secara berlebihan, mengurangi jumlah penduduk memasuki kawasan konservasi dan sebagainya. Keberhasilan Taman Nasional Sembilang dalam menanggulangi spesies nibung Oncosperma sp. dengan meningkatkan budidaya nibung oleh masyarakat sekitar, merupakan salah satu contoh yang relevan dan betapa pentingnya dimensi sosial ini dalam pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan di masa mendatang. Dalam rangka mengakomodasi ketiga dimensi pengelolaan di atas, maka pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu harus dilakukan dalam beberapa tahapan. Terdapat empat tahap dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, yang secara ringkas disajikan pada Gambar 4. . 3. IMPLEMENTASI  Kegiatan pembangunan  Penegakan kebijakan dan peraturan-peraturan  Pemantauan 1. PENATAAN PERENCANAAN  Identifikasi dan analisis permasalahan  Pendefinisian tujuan dan sasaran  Pemilihan strategi  Pemilihan struktur implementasi 2. FORMULASI  Mengadopsi program secara formal  Pengamanan dana untuk implementasi 4. EVALUASI  Analisis kemajuan dan permasalahan  Redefinisi ruang lingkup untuk pengelolaan pesisir Sumber : Diadopsi dari Sorensen dan McCreary 1990 Gambar 4 Tahapan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu dan berkelanjutan. 26 Keempat tahap tersebut terdiri dari: 1 Perencanaan, yang terdiri dari identifikasi permasalahan dan penetapan tujuan dan sasaran, 2 Formulasi, yang terdiri dari adopsi program secara formal dan penyiapan pendanaan untuk implementasi, 3 Implementasi, merupakan tahap pelaksanaan kegiatan pembangunan, penegakan kebijakan dan peraturan, serta pemantauan monitoring, 4 Evaluasi, merupakan analisis kemajuan yang akan memberikan arahan dalam pendefinisian kembali ruang lingkup pengelolaan, agar tujuan yang ditetapkan dapat benar-benar tercapai. Dengan demikian, pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses yang bersifat siklikal. Dalam hal ini akan terjadi suatu proses pembelajaran learning process untuk mendapatkan perbaikan secara terus menerus. Sorensen dan McCreary 1990 mengemukakan bahwa pengelolaan wilayah pesisir terpadu perlu mempunyai lima atribut, yaitu : 1 Merupakan suatu proses yang selalu berkelanjutan di atas pertimbangan waktu. Pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu adalah suatu program yang dinamis yang senantiasa diperbaharui, diperbaiki, dan bukan merupakan proyek dengan waktu tertentu, 2 Perlu adanya suatu penataan institusi pemerintah untuk membuat dan menetapkan kebijakan bagi pengambilan keputusan dalam implementasi kegiatan yang ditentukan, 3 Penataan institusi pemerintah yang menggunakan satu atau beberapa strategi pengelolaan secara rasional dan sistematis dalam penentuan keputusan, 4 Seleksi strategi pengelolaan yang akan digunakan didasarkan pada perspektif sistem-sistem yang dikenal hubungannya antar sistem wilayah pesisir dan laut. Perspektif sistem ini selalu mempertimbangkan bahwa pendekatan multisektoral digunakan dalam merancang dan melaksanakan strategi pengelolaan, 5 Perlu adanya suatu batas secara geografis dari laut sampai ke pedalaman, sedangkan pulau yang kecil tidak memiliki batas pedalaman. Konsep pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu bukan hanya dipegang oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tetapi ditentukan juga oleh masyarakat setempat community base dan disesuaikan dengan potensi sumberdaya dari masing-masing wilayah resource base serta kemampuan pasar market base dari produk yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan inventarisasi dan identifikasi sumberdaya yang terdapat di wilayah pesisir TNS, baik sumberdaya yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, agar masing-masing stakeholder dapat memerankan kontribusinya dalam pembangunan daerah, khususnya pengembangan sumberdaya pesisir untuk mencapai peningkatan pendapatan daerah. 27

2.2 Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dalam Perspektif Ekonomi