Isu dan Permasalahan Lingkungan Pesisir

125

4.3 Isu dan Permasalahan Lingkungan Pesisir

Berdasarkan informasi dari Balai TN Sembilang menunjukkan bahwa isu dan permasalahan yang mengancam upaya konservasi di TN Sembilang sangat kompleks. Hasil identifikasi meliputi : konversi lahan untuk tambak, kebun dan ladang, pemanfaatan hutan ilegal penebangan liar, eksploitasi sumber daya lain, kegiatan perikanan yang tidak lestari penggunaan jaring pukat harimau, sianida, polusi, kebakaran hutan dan lahan, serta konflik sosial. Masalah kelembagaan seperti kurang koordinasi, tata batas taman nasional yang belum jelas, serta sistem landtenurial di sekitar kawasan dapat berpengaruh negatif. Semua permasalahan memiliki hubungan dengan aktivitas antropogenik. Ada kecenderungan dimana ancaman terhadap TN Sembilang akan semakin tinggi akibat adanya migrasi masuk yang terus bertambah. Selain itu juga gagalnya sistem penggunaan lahan pertanian di areal transmigrasi, adanya proyek kontroversial terhadap lingkungan seperti pembangunan pelabuhan Tanjung Api-Api serta eksploitasi minyak dan gas bumi di sebelah barat kawasan TN Sembilang. Isu dan permasalahan lingkungan pesisir di Kabupaten Banyuasin secara ringkas disajikan pada Tabel 16. Alat tangkap trawl banyak diminati nelayan yang bermodal besar, karena daya ekploitasinya yang tinggi. Ukuran mata jaring yang besar di awal dan semakin mengecil di ujungnya ditambah dengan daya jelajah kapal yang tinggi, menyebabkan tidak adanya selektivitas produk yang ditangkap. Dengan logam pemberat dibagian dasar jaring, menyebabkan dasar perairan ikut terangkat, teraduk dan terbawa jaring bila menangkap di perairan yang dangkal. Hal ini membahayakan kelestarian sumberdaya perikanan. Warga Sungsang mulai terpengaruh memakai alat ini, meskipun alat ini dilarang oleh pemerintah. Nelayan dari Jambi, Riau dan nelayan luar lainnya pun demikian. Sejak maraknya pemakaian jaring pukat harimau, hasil perikanan terus menurun. Kondisi ini akan semakin memperburuk keadaan bila dibiarkan, karena mayoritas nelayan tidak menggunakan pukat harimau dan menggunakan alat tangkap yang legal. Dari tahun 1998 hingga sekarang, hasil ikan terus mengalami penurunan. Konflik nelayan tradisional dengan nelayan pukat harimau seperti pembakaran kapal dan jaring sering terjadi di daerah Sungsang. Dampak pukat harimau telah berpengaruh terhadap para nelayan di kawasan pesisir TN Sembilang. Umumnya mengeluh karena hasil laut yang terus turun, sampai akhirnya mengambil keputusan untuk membuka tambak di kawasan TN Sembilang. 126 Tabel 16 Isu dan permasalahan lingkungan pesisir di kawasan TN Sembilang No Isu dan permasalahan Faktor penyebab 1 Konversi lahan a. Pembuatan tambak-tambak. Saat ini masih ada sekitar 2.013 ha tambak illegal di dalam TN Sembilang b. Pembuatan lahan pertanian, terutama untuk kebun kelapa c. Spekulasi tanah terutama untuk mengantisipasi dibangunnya Pelabuhan Tanjung Api-api 2 Pemanfaatan hasil hutan yang tidak lestari a. Pemanfaatan daun Nipah Nypa fruticans sangat intensif b. Penggunaan pohon Nibung Oncosperma tigillarium untuk tiang bangunan c. Pemanfaatan hasil hutan yang ilegal seperti penebangan liar, perburuan, pemanfaatan sumberdaya yang tidak lestari. Kegiatan penebangan liar telah terjadi di kawasan sekitar bekas areal HPH PT Riwayat Musi Timber dan PT Bumi Raya Utara, Sungai Bakorendo, dan Sungai SembilangSimpang I. Dampak negatif penebangan liar mengancam habitat hidupan liar, seperti Buaya Sinyulong Tomistoma schlegelii. Di luarsekitar kawasan, penebangan liar terjadi di sekitar Sungai Merang, dan hutan gambut sekitar Sungai Kepahiang. Perburuanpenangkapan satwa juga mengancam spesies harimau, buaya dan hidupan liar lainnnya. 3 Kegiatan perikanan yang tidak lestari a. Penggunaan pukat harimau b. Penangkapan ikan dengan menggunakan sianida 4 Polusi a. Sampah plastik dan tumpahan minyak dari mesin kapal merupakan ancaman bagi kehidupan biota. b. Rencana eksploitasi gas bumi oleh JOB antara Pertamina dan YPF Jambi-Merang diprediksi dapat menimbulkan polusi air di beberapa sungai di sekitar TN Sembilang, terutama di Sungai Bakorendo. Meskipun konsesi ini tidak dilanjutkan, karena tidak mendapat ijin dari Kementerian Kehutanan, sebaiknya rencana ini tetap perlu diantisipasi dan diwaspadai.

c. Jika pelabuhan samudra di Tanjung Api-Api dibangun, polusi tumpahan minyak dari