Formulasi Permasalahan. Identifikasi Sistem.

95

b. Formulasi Permasalahan.

Pada umumnya pengusahaan sumberdaya pesisir berhubungan dengan beragam variasi dari aktivitas pembangunan, dampak lingkungan dan polusi serta problematika pengelolaan pesisir lainnya. Secara dimensional hal ini akan sangat mempengaruhi eksistensi sumberdaya pada masa kini dan pada masa yang akan datang. Atas dasar pemikiran itulah maka disusun suatu pendekatan paradigma pembangunan dengan menggunakan pemodelan sistem dinamik yang mendorong disusunnya penelitian ini dengan suatu perumusan masalah sebagai berikut : Adanya konversi hutan lahan kering di FA secara terencana planned deforestation berdasarkan kebijakan RUTR maupun secara tidak terencana unplanned deforestation seperti perambahan hutan untuk tambak dan pemanfaataan lainnya di dalam kawasan TNS maupun adanya illegal logging di luar kawasan TNS FA. Kondisi hutan lahan kering dan hutan mangrove di kawasan ini telah mengalami deforestasi dan degradasi. Kecenderungan deforestasi dan degradasi sumberdaya hutan tersebut diprediksi dapat menimbulkan potensi emisi CO 2 di masa yang akan datang. Selain itu juga diprediksi terjadi pencemaran limbah domestik berbagai aktifitas di upland area serta pendangkalan habitat teluk sekitar TNS akibat proses sedimentasi Sungai Sembilang, serta beberapa sungai kecil: Benu, Ngirawang, Air Tawar, Solok Buntu serta Bakarendo.

c. Identifikasi Sistem.

Konsep identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan sebab akibat antara berbagai kebutuhan dan masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini sering digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat causal-loop. Untuk ketepatan dalam mengidentifikasi sistem, diperlukan pembatasan sistem dari lingkungan sistem fisik dan non-fisikkonseptual. Lingkungan sistem yaitu semua elemen-elemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan, sedangkan batas sistem yaitu yang membatasi sistem dari lingkungannya. Dengan demikian, pembatasan sistem ini memerlukan simplifikasi diagram lingkar sebab akibat causal loop antar variabel yang akan dimodelkan. Diagram alir sebab akibat causal-loop disajikan pada Gambar 21. Setelah dilakukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang terlibat, kemudian ditentukan hubungan yang logis antar variabel tersebut. Dari hubungan itu dapat ditentukan apakah hubungannya bersifat positif atau negatif. Dengan demikian dapat 96 dibangun hubungan umpan balik causal loop untuk semua variabel dalam pengusahaan sumberdaya pesisir yang membentuk rantai terbuka. Dalam hal ini penelitian dilakukan di alam lingkungan, sehingga dapat dikatakan membentuk sebuah rantai terbuka, karena sumberdaya alam secara alamiah dapat merespon efek negatif dan membentuk pertahanan diri untuk proses pemulihan menuju keseimbangan alam berdasarkan mekanisme carrying capacity. Sementara itu, pembatasan secara fisik meliputi batas wilayah penelitian, sedangkan batas konseptual merupakan batas permasalahan yang difokuskan pada interaksi antar sub sistem utama. Terdapat tiga sub-sistem utama, yaitu 1 Sub-sistem Lingkungan, terdiri dari penggunaan area hutan di luar kawasan FA maupun di dalam kawasan TNS, 2 Sub-sistem Ekonomi, yaitu aktivitas konsesi pengelolaan TNS melalui IUPJL, 3 Sub-sistem Sosial, yaitu jumlah populasi penduduk yang mempengaruhi tekanan terhadap penggunaan lahan, baik di FA maupun di dalam kawasan TNS. Ketiga variabel tersebut merupakan variabel pendukung state variable - + + + + + + - + - - - - - - - + + + + + + + + + + + + - - - - Hutan FA Agric di FA Penduduk Mangrove TNS Tambak APL Def dan Deg SD Pesisir IUPJL TNS Emisi CO 2 Carbon Offset Carbon Crediting Pajak retribusi PDRB Income per kapita In migrasi Gambar 21 Simplifikasi diagram lingkar sebab-akibat causal-loop model dinamik pengelolaan sumberdaya pesisir berkelanjutan berbasis REDD+ Trans settlement 97 dalam membangun model konseptual, berinteraksi satu sama lain dengan variabel lainnya non-state variable membentuk hubungan sebab akibat causal loop negatif maupun positif. Seluruh variabel yang berinteraksi ini membentuk suatu aliran yang dapat mempengaruhi net carbon offset. Sebagaimana disajikan pada gambar causal loop tersebut di atas menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk memerlukan lahan, baik untuk kebutuhan pangan agriculture maupun settlement transmigrasi dan pemukiman, sehingga dapat mengurangi negation luas hutan di FA termasuk hutan pada APL maupun luas hutan di TNS. Demikian selanjutnya kecenderungan ini dapat meningkatkan deforestasi dan degradasi hutan yang dapat menyebabkan tingkat emisi CO 2 di udara semakin tinggi. Tingkat emisi CO 2 selanjutnya dapat mereduksi net carbon offset. Variabel net carbon offset merupakan jumlah emisi CO 2 terhindarkan antara emisi CO 2 yang dilepas ke udara dengan emisi CO 2 yang dapat disekuestrasi oleh tanaman. Selanjutnya jumlah net carbon offset ini merupakan komoditas yang diperdagangkan, sehingga hal ini dapat mempengaruhi secara positif tingkat carbon crediting, yang selanjutnya dapat mempengaruhi pemegang konsesi IUPJL. Apabila konsesi IUPJL menguntungkan, maka hal ini dapat meningkatkan kualitas ekosistem TNS, maupun share terhadap ekonomi wilayah semakin tinggi melalui pajak dan retribusi. Selanjutnya hasil identifikasi sistem ini diinterpretasikan ke dalam konsep “kotak gelap” black box dan dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu : 1 peubah input, 2 peubah output, dan 3 parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Diagram input-ouput sistem pengelolaan sumberdaya pesisir TNS disajikan pada Gambar 22. Peubah input terdiri dari dua macam, yaitu yang berasal dari luar sistem input eksogen atau input lingkungan, dan yang berasal dari dalam sistem input endogen. Input eksogen dalam hal ini adalah peraturan dan perundangan, kebijakan pemerintah, serta iklim mikro di kawasan pesisir TN Sembilang dan sekitarnya. Input endogen terdiri dari dua macam yaitu input yang terkendali dan input tidak terkendali. Input terkendali dapat divariasikan selama operasi untuk menghasilkan perilaku sistem sesuai dengan yang diharapkan. Variabel input terkendali dalam kasus ini terdiri dari konversi hutan yang direncanakan planned deforestation, laju natalitas serta manajemen pengelolaan kawasan pesisir TNS. Sedangkan input tak terkendali terdiri dari variabel-variabel konversi hutan yang tidak direncanakan unplanned deforestation, laju inmigrasi serta fluktuasi harga karbon di tingkat internasional. 98 Peubah output terdiri dari dua macam yaitu output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Output dikehendaki merupakan hasil dari adanya pemenuhan kebutuhan yang telah ditentukan secara spesifik pada tahap analisis kebutuhan, sedangkan output tidak dikehendaki merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan output dikehendaki. Parameter rancangan sistem adalah parameter yang mempengaruhi input sampai proses transformasi menjadi output. Parameter rancangan sistem cenderung konstan, namun apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan, dalam beberapa hal dapat diubah untuk memperbaiki kemampuan sistem agar tetap berjalan baik. Gambar 22 Diagram input-output sistem pengelolaan sumberdaya pesisir berkelanjutan berbasis REDD+ INPUT TERKENDALI  Konversi hutan yang direncanakan planned deforestation  Laju natalitas  Efisiensi pengelolaan kawasan TNS OUTPUT TAK DIKEHENDAKI  Deforestasi dan degradasi hutan  Payment for Ecosystem Services rendah  Distribusi hasil PES pada masy. rendah  Emisi CO 2 tinggi PARAMETER RANCANG BANGUN  Carrying capacity carbon offset thd tambak  Keseimbangan biomassa dan emisi CO2  OCC terhadap kelayakan ekonomi MANAJEMEN PENGENDALIAN SUMBERDAYA PESISIR INPUT LINGKUNGAN  Peraturan perundangan  Kebijakan pemerintah  Iklim mikro INPUT TAK TERKENDALI  Konversi hutan yang tidak direncanakan unplanned deforestation, perambahan, pemukiman liar  Laju inmigrasi  Fluktuasi harga karbon internasional OUTPUT DIKEHENDAKI  Rencana tata ruang integratif  Payment for Ecosystem Services tinggi  Distribusi hasil PES pada masyarakat tinggi  Net Carbon Offset tinggi SISTEM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR BERKELANJUTAN BERBASIS REDD+ 99 Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: 1 mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan 2 dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Setelah diketahui semua faktor penting yang ada serta struktur model kuantitatif telah dibuat, kemudian proses selanjutnya adalah penyusunan pemodelan sistem, validasi model, implementasi model serta simulasi model. Proses simulasi model merupakan suatu teknik penunjang keputusan. Proses simulasi ini merupakan aktivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan- kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras dimana hubungan sebab-akibatnya sama dengan sistem yang sebenarnya. Untuk mendapatkan kesimpulan atau implikasi kebijakan hasil yang optimal, maka proses simulasi dapat diintegrasikan dengan variabel lainnya yang dianggap penting dan menunjang keputusan dalam hal ini adalah hasil deliniasi tata guna lahan.

3.6.6.2 Tahapan Pemodelan Sistem Dinamik

Pemodelan merupakan suatu gugus aktivitas pembuatan model. Secara umum pemodelan didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual Eriyatno 2003. Membangun model merupakan proses coba-coba yang dilakukan secara berulang dengan tahapan pemodelan yang sistematis. Tahapan pemodelan meliputi : 1 Seleksi konsep, 2 Rekayasa model, 3 Implementasi komputer, 4 Validasi , 5 Analisis sensitivitas, 6 Aplikasi dan Simulasi model. Penjelasannya adalah sebagai berikut : 1 Tahap seleksi konsep, dimulai dengan menguraikan komponen-komponen yang akan mempengaruhi efektivitas sistem. Seleksi konsep awal yang dibangun terdiri dari tiga sub model global, yaitu : 1 Pemanfaatan sumberdaya alam di luar kawasan FA dan di dalam kawasan TNS Lingkungan, 2 Aktivitas pengelolaan dan pengusahaan kawasan TNS Ekonomi; serta 3 Keragaan populasi penduduk Sosial. Elemen-elemen pembangun sistem diperoleh baik dari database melalui penelitian lapangan data primer dan sekunder maupun data dan informasi dari peneliti sendiri yang diyakini merupakan variabel yang mempengaruhi sistem pengelolaan sumberdaya pesisir. 2 Tahap rekayasa model, yaitu menetapkan jenis model abstrak yang diterapkan. Berdasarkan karakteristik wilayah penelitian serta kompleksitas permasalahan yang ada, diprediksi memiliki spektrum dampak cukup luas dan multidimensi. Oleh 100 karena itu jenis model yang dipilih adalah model simbolik, yaitu melakukan penyederhanaan simplifikasi permasalahan kedalam persamaan-persamaan matematik. 3 Tahap implementasi komputer, yaitu model abstrak diwujudkan pada berbagai bentuk persamaan matematik. Teknik dan bahasa komputer yang digunakan disini adalah perangkat lunak software I-Think Ver. 6.1 dari High Performance Systems HPS 1994. 4 Tahap verifikasi dan validasi model, adalah suatu upaya penyimpulan dari model yang telah disusun merupakan representasi dari sistem aktual. Langkah ini merupakan proses secara berulang iteratif berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model. 5 Tahap Analisis sensitivitas, dilakukan untuk menentukan peubah keputusan yang relevan dan cukup penting guna ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Variabel keputusan dapat berupa parameter rancang bangun atau input variabel keputusan. Tahap ini penting dilakukan untuk mereduksi variabel-variabel yang kurang penting, sehingga pemusatan studi lebih ditekankan pada variabel-variabel kunci. Hal ini dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari pengambilan keputusan. 6 Tahap aplikasi dan simulasi model, adalah proses akhir digunakannya model pada berbagai keperluan dalam penyusunan kebijakan. Tahapan pemodelan tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut :

a. Tahap Konstruksi Model