Potensi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Sumberdaya Pesisir

141 dilakukan oleh para pengusaha perkebunan sawit, hutan tanaman industri maupun oleh masyarakat terutama para transmigran. Pembuatan parit ini dapat menyebabkan akses menuju hutan lebih mudah serta dapat menurunkan muka air tanah, sehingga dampaknya lebih rentan terhadap kebakaran. Gambar 35 berikut adalah gambaran sebaran titik api yang terjadi pada tahun 1997.

5.1.2 Potensi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Sumberdaya Pesisir

Analisis tingkat potensi emisi dari deforestasi dan degradasi sumberdaya pesisir didasarkan pada data historis pola pemanfaatan ruang maupun berdasarkan analisis allometrik. Hasil pengukuran biomassa pada skala plot berbagai tipe tutupan lahan dengan menggunakan persamaan 3.9 dan persamaan 3.10 hasilnya adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 21. Sementara itu data hipotetik carbon stock yang Minggu I September 1997 Minggu II September 1997 Minggu IV September 1997 Minggu III September 1997 Gambar 35 Sebaran titik api hot spot yang terekam selama kebakaran hutan tahun 1997 Catatan: titik hitam menunjukkan hot spot pada kejadian minggu sebelumnya data dari EU-FFPCP dalam Dephut 2002. 142 sudah dilakukan dan dapat digunakan sebagai acuan analisis dalam studi ini disajikan pada Tabel 22. Tabel 21 Hasil pengukuran biomassa dan stok karbon pada berbagai tipe tutupan lahan di dalam kawasan pesisir TN Sembilang dan sekitarnya No Tipe tutupan lahan Biomassa ton ha -1 Stok karbon tC ha -1 0,5Biomassa 1 Hutan mangrove primer 454,67 227,33 2 Hutan mangrove sekunder 204,41 102,20 3 Hutan kebun 151,79 75,89 4 Semak berawa 34,69 17,34 Keterangan: Konstanta : 0,5 = koefisien kadar karbon pada tumbuhan faktor konversi Murdiyarso et al. 2004 Sumber: Hasil analisis allometrik pada skala plot 2010 Tabel 22 Perbandingan data stok karbon hasil penelitian pada studi ini serta data hipotetik yang digunakan pada berbagai tipe tutupan lahan No Tipe Tutupan Lahan Biomassa ton ha -1 Stok Karbon tC ha -1 Sumber 1. Hutan Mangrove Primer 454,67 482 279,03 421,5 227,33 241 139,51 210,75 Hasil penelitian 2010 CER Indonesia 2009 Kusmana et al. 1992 Komiyama et al. 2008 2. Hutan Gambut Primer 216 108 Istomo et al. 2006 3. Hutan Lahan Kering Primer 464 232 CER Indonesia 2009 4. Hutan Lahan Kering Sekunder 230 115 Wasrin et al., 2000 5. Hutan Mangrove Sekunder 204,40 256 102,20 128 Hasil penelitian 2010 CER Indonesia 2009 6. Hutan Gambut Sekunder 154 77 Istomo et al. 2006 7. Belukar rawa 34,68 40 17,34 20 Hasil penelitian 2010 CER Indonesia 2009 8. Pertanian Lahan Kering 10 5 Murdiyarso et al.2005 9. Pertanian campuran dryland and bushes 158 79 Wasrin et al. 2000 10. Padi sawah 8 4 Wasrin et al. 2000 11. Perkebunan 118 59 Wasrin et al. 2000 12 Hutan tanaman 151,79 118 75,89 59 Hasil penelitian 2010 CER Indonesia 2009 13 Padang rumput, pemukiman, transmigrasi 6 3 Wasrin et al. 2000 Keterangan : : Lahan berhutan ; : Lahan Tidak Berhutan. Konstanta : 0,5 : koefisien kadar karbon pada tumbuhan faktor konversi Murdiyarso et al. 2004 Tabel 21 merupakan hasil pengukuran tingkat potensi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan pada studi ini dan merupakan hasil analisis berdasarkan fungsi allometrik pengukuran biomassa pada skala plot di areal hutan mangrove primer Hmp, hutan mangrove sekunder Hms, hutan kebun dan semak belukar rawa. Sementara itu Tabel 22 merupakan stok karbon untuk mengukur laju emisi pada berbagai tipe hutan di luar ke empat fungsi hutan tersebut di atas yang digunakan berdasarkan pendekatan hasil penelitian sebelumnya. 143

5.1.2.1 Laju Historis Potensi Emisi CO

2 di Frontier Area Tingkat potensi emisi CO 2 dari deforestasi dan degradasi hutan dihitung menggunakan persamaan 3.11, persamaan 3.12 dan persamaan 3.13. Hasil analisis spasial dan fungsi allometrik menunjukkan bahwa laju deforestasi dan degradasi hutan mangove di FA periode 2003-2006 rata-rata sebesar 43.246 ha th -1 dengan laju emisi CO 2 tahunan rata-rata sekitar 11,25 MtCO 2 th -1 . Laju emisi terbesar berasal dari perubahan lahan yang semula berhutan menjadi lahan kosong deforestasi sebesar 7,17 MtCO 2 th -1 64 sedangkan laju emisi akibat perubahan kualitas sumberdaya hutan degradasi sebesar 4,08 MtCO 2 th -1 36. Laju peningkatan emisi deforestasi tertinggi berasal dari perubahan tata guna lahan hutan mangrove primer sebesar 3,9 MtCO 2 th -1 34,43 sedangkan degradasi tertinggi berasal dari hutan rawa primer sebesar 2,08 MtCO 2 th -1 18,46 lihat Tabel 23 dan Gambar 36. Tabel 23 Laju historis potensi emisi CO 2 dari deforestasi dan degradasi sumberdaya pesisir di frontier area 2003-2006 Tipe Tutupan Lahan 2003 Tipe Tutupan Lahan 2006 Total Def. dan Degr. ha Laju Def. dan Degr. ha th -1 C exante tCth -1 C expost tCth -1 C LC-D tC Emisi CO 2 tCO 2 th -1 3,67 C LC-D Hutan mangrove primer Hmp Tanah kosong T 62 20,67 227,33 - 4.698 17.243 Belukar B 213 71 227,33 19,99 14.722 54.028 Pertanian Lahan kering dan belukar Pc 22 7,33 227,33 78,65 1.090 4.002 Tambang Tb 26 8,67 227,33 - 1.970 7.231 Sawah Sw 310 103,33 227,33 4,23 23.055 84.611 Perkebunan Pk 229 76,33 227,33 59 12.850 47.158 Hutan tanaman Ht 559 186,33 227,33 75,89 28.218 103.561 Tambak Tm 235 78,33 227,33 - 17.808 65.355 Sabana S 3.943 1.314,33 227,33 3 294.851 1.082.102 Hutan mangrove sekunder Hms 10.056 3.352 227,33 102,20 419.438 1.539.339 Hutan rawa sekunder Hrs 1.914 638 227,33 76,67 96.127 352.787 Pemukiman Pm 93 31 227,33 3 6.954 25.523 Rawa-rawa Rw 22 7,33 227,33 - 1.667 6.118 Belukar rawa Br 6.398 2.132,67 227,33 17,34 447.840 1.643.572 Badan air A 3.003 1.001 227,33 - 227.562 835.153 Hutan rawa primer Hrp Belukar B 206 68,67 107,84 17,34 6.214 22.806 Pertanian lahan kering dan belukar Pc 102 34 107,84 78,65 992 3.642 Perkebunan Pk 822 274 107,84 59 13.382 49.113 Sabana S 333 111 107,84 3 11.637 42.709 Hutan mangrove sekunder Hms 809 269,67 - - - Hutan rawa sekunder Hrs 54.449 18.149,67 107,84 76,67 565.816 2.076.544 PemukimanPm 12 4 107,84 3 419 1.539 Rawa-rawa Rw 95 31,67 107,84 - 3.415 12.533 Belukar rawa Br 1.308 436 107,84 17,34 39.456 144.804 144 Tabel 23 lanjutan Tipe Tutupan Lahan 2003 Tipe Tutupan Lahan 2006 Total Def. dan Degr. ha Laju Def. dan Degr. ha th -1 C exante tCth -1 C expost tCth -1 C LC-D tC Emisi CO 2 tCO 2 th -1 3,67 C LC-D Hutan lahan kering sekunder Hs Belukar B 22 7,33 115 19,99 697 2.557 Pertanian lahan kering Pt 37 12,33 115 5 1.357 4.979 Pertanian lahan kering dan belukar Pc 1.734 578 115 78,65 21.010 77.108 Perkebunan Pk 2.055 685 115 59 38.360 140.781 Pemukiman Pm 55 18,33 115 3 2.053 7.536 Belukar rawa Br 47 15,67 115 17,34 1.530 5.615 Hutan mangrove sekunder Hms Belukar B 60 20 102,20 19,99 1.644 6.035 Sawah Sw 138 46 102,20 4,23 4.507 16.541 Tambak Tm 9 3 102,20 - 307 1.125 Sabana S 1.697 565,67 102,20 3,00 56.116 205.947 Hutan mangrove sekunder Hms 7 2,33 102,20 76,67 60 219 Hutan rawa sekunder Hrs 60 20 102,20 3 1.984 7.282 Pemukiman Pm 197 65,67 102,20 - 6.711 24.631 Rawa-rawa Rw 1.283 427,67 102,20 17,34 36.292 133.190 Belukar rawa Br 470 156,67 102,20 - 16.012 58.764 Badan air A 94 31,33 76,67 - 2.402 8.816 Hutan rawa sekunder Hrs Tanah kosong T 3.525 1.175 76,67 19,99 66.596 244.408 Belukar B 812 270,67 76,67 5 19.397 71.188 Peranian lahan kering Pt 150 50 76,67 78,65 99 364 Pertanian lahan kering dan belukar Pc 462 154 76,67 4,23 11.156 40.942 Sawah Sw 4.027 1.342,33 76,67 59 23.712 87.024 Perkebunan Pk 4.651 1.550,33 76,67 75,89 1.194 4.382 Hutan tanaman Ht 1.139 379,67 76,67 - 29.107 106.823 Tambak Tm 3.644 1.214,67 76,67 3 89.478 328.386 Sabana S 22 7,33 115 19,99 697 2.557 Hutan rawa sekunder Hrs Pemukiman Pm 483 161 76,67 3 11.860 43.526 Rawa-rawa Rw 5.103 1.701 76,67 - 130.407 478.594 Belukar rawa Br 12.211 4.070,33 76,67 17,34 241.455 886.140 Badan air A 346 115,33 76,67 - 8.842 32.450 TOTAL 129.739 43.246,33 3.064.332 11.246.097 Total Deforestasi 58.110 19.370 64 7.169.483 Total Degradasi 71.629 23.876 36 4.076.614 Total konversi untuk HTI 5.210 1.737 1,0 107.943 Total konversi untuk perkebunan 7.133 2.378 2,9 324.076 Total konversi untuk tambak 1.383 461 1,5 173.303 Keterangan: Konstanta : 3,67 C LC-D , konstanta 3,67 merupakan faktor atomic carbon dioxide terhadap carbon: 4412 ton CO 2 eton C Bush et al. 2009 Sumber : Hasil analisis deliniasi spasial dan allometrik 2010 145 Perubahan tipe tutupan lahan di FA Kabupaten Banyuasin dipengaruhi dua faktor: aktivitas yang direncanakan dan tidak direncanakan. Aktivitas yang direncanakan planned deforestation didasarkan pada rencana tata ruang wilayah RUTR, sedangkan aktivitas yang tidak direncanakan unplanned deforestation sebagai akibat adanya faktor alam kebakaran hutan, maupun kebiasaan masyarakat human being seperti perambahan hutan maupun adanya pembalakan liar illegal logging. Selama kurun waktu 2003-2006 di FA telah terjadi perubahan fungsi hutan mangrove primer menjadi belukar rawa Br seluas 6.398 ha 4,3. Hal ini diprediksi telah menyebabkan peningkatan laju emisi CO 2 sebesar 1,64 MtCO 2 th -1 14,50. Semua hutan rawa di Kabupaten Banyuasin adalah berupa gambut, sehingga tingkat emisi yang sebenarnya dari deforestasi dan degradasi diprediksi dapat lebih tinggi dari hasil analisis ini.

5.1.2.2 Laju Historis Potensi Emisi CO

2 di dalam Kawasan Pesisir TN Sembilang Hasil analisis spasial dan fungsi allometrik di dalam kawasan pesisir TN Sembilang menunjukkan laju potensi emisi CO 2 tahunan sebesar 5,23 MtCO 2 th -1 . Sekitar 2,90 MtCO 2 th -1 56 diantaranya berasal dari emisi deforestasi, sedangkan yang berasal dari degradasi hutan sekitar 2,32 MtCO 2 th -1 44. Secara rinci disajikan pada Tabel 24. Emisi dari degradasi hutan rawa sekunder Hrs 4.382 0,04 Emisi dari deforestasi hutan mangrove primer Hmp 3.872.095 34,43 Emisi dari degradasi hutan rawa primer Hrp 2.076.544 18,46 Emisi dari deforestasi Hutan lahan kering sekunder Hs 238.576 2,12 Emisi dari deforestasi hutan mangrove sekunder Hms 453.733 4,03 Emisi dari deforestasi hutan rawa primer Hrp 277.145 2,46 Emisi dari deforestasi hutan rawa sekunder Hrs 2.327.934 20,70 Emisi dari degradasi hutan mangrove primer Hmp 1.995.688 17,75 Gambar 36 Laju historis emisi CO 2 dari deforestasi dan degradasi sumberdaya pesisir di frontier area pada periode 2003-2006 tCO 2 th -1 146 Tabel 24 Laju historis potensi emisi CO 2 dari deforestasi dan degradasi sumberdaya pesisir di TN Sembilang Tipe Tutupan Lahan 2003 Tipe Tutupan Lahan 2006 Total Def. dan Degr. ha Laju Def. dan Degr. hath -1 C exante tCth -1 C expost tCth -1 C LC-D tC Emisi CO 2 tCO 2 th -1 3,67 C LC-D Hutan mangrove primer Hmp Belukar B 201 66,87 227,33 19,99 13.866 50.887 Perkebunan Pk 63 20,95 227,33 59,00 3.526 12.941 Tambak Tm 300 100 227,33 - 22.733 83.432 Sabana S 3.063 1.020,91 227,33 3,00 229.025 840.521 Hutan mangrove sekunder Hms 5.035 1.678,26 227,33 102,20 210.002 770.707 Hutan rawa sekunder Hrs 163 54,28 227,33 76,67 8.178 30.013 Rawa-rawa Rw 12 3,88 227,33 - 881 3.233 Belukar rawa Br 2.759 919,70 227,33 17,34 193.129 708.784 Badan air A 2.196 732,06 227,33 - 166.422 610.768 Hutan rawa primer Hrp Sabana S 300 100,11 107,84 3,00 10.496 38.520 Hutan rawa sekunder Hrs 25.520 8.506,73 107,84 59,00 415.469 1.524.770 Rawa-rawa Rw 261 87 107,84 - 9.382 34.432 Belukar rawa Br 73 24,35 107,84 17,34 2.203 8.086 Hutan mangrove sekunder Hms Sawah Sw 8 2,52 102,20 4,23 246 904 Tambak Tm 1.550 516,67 102,20 - 52.805 193.796 Sabana S 1.156 385,44 102,20 3,00 38.237 140.330 Rawa-rawa Rw 197 65,80 102,20 - 6.725 24.682 Belukar rawa Br 116 38,81 102,20 17,34 3.294 12.088 Badan air A 332 110,58 102,20 - 11.302 41.478 Hutan rawa sekunder Hrs Belukar B 30 10,10 76,67 19,99 573 2.102 Sawah Sw 2 0,83 76,67 4,23 60 221 Belukar rawa Br 1.263 420,95 76,67 17,34 24.971 91.643 Badan air A 26 8,70 76,67 - 667 2.449 T o t a l 44.626 14.875,49 - 1.424.193 5.226.787 Total deforestasi 13.909 4.636 56 2.901.296 Total degradasi 30.718 10.239 44 2.325.491 Total konversi untuk sawah 10 3 0,02 904 Total konversi untuk kebun 63 21 0,25 12.941 Total konversi untuk tambak 1.850 617 5,30 277.228 Keterangan: Konstanta : 3,67 C LC-D , konstanta 3,67 merupakan faktor atomic carbon dioxide terhadap carbon: 4412 ton CO 2 eton C Bush et al. 2009 Sumber : Hasil analisis deliniasi spasial dan allometrik 2010 Gambar 37 Laju emisi deforestasi dan degradasi sumberdaya pesisir di TN Sembilang tahun 2003-2006 tCO 2 th -1 Emisi dari deforestasi hutan rawa sekunder Hrs 96.415 1,84 Emisi dari degradasi hutan mangrove primer Hmp 800.721 15,32 Emisi dari degradasi hutan rawa primer Hrp 1.524.770 29,17 Emisi dari deforestasi hutan mangrove sekunder Hms 413.279 7,91 Emisi dari deforestasi hutan rawa primer Hrp 80.038 1,55 Emisi dari deforestasi hutan mangrove primer Hmp 2.310.564 44,21 147 Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa kecenderungan laju emisi CO 2 di FA lebih disebabkan dua faktor, yaitu akibat aktivitas yang direncanakan 9,22 seperti dampak kebijakan melalui RUTR dan yang tidak direncanakan sebagai akibat antropogenik dan bencana alam 90,88. Sementara itu, laju emisi CO 2 di kawasan pesisir TN Sembilang lebih disebabkan faktor aktivitas yang tidak direncanakan unplanned deforestation. Data hasil analisis menunjukkan dimana laju emisi CO 2 akibat tekanan penduduk terhadap kawasan TN Sembilang menyumbang sekitar 291.073 tCO 2 th -1 atau sekitar 5,57 dari total emisi CO 2 . Sumbangan emisi tersebut bersumber dari konversi untuk lahan sawah 10 ha sebesar 904 tCO 2 th -1 0,02 , konversi untuk kebun kelapa 63 ha sebesar 12.941 tCO 2 th -1 0,25 dan konversi untuk tambak 1.850 ha sebesar 277.228 tCO 2 th -1 5,30. Secara komparatif laju emisi CO 2 akibat antropogenik ini relatif kecil 11,14 dibandingkan laju emisi CO 2 yang disebabkan bencana alam 88,86 seperti kebakaran hutan dan faktor alam lainnya yang secara masif pernah melanda kawasan ini pada tahun 1997 dan 2006. Hubungan antara aktivitas antropogenik dengan konsentrasi emisi CO 2 yang terjadi pada kawasan dilindungi undang-undang TNS nampak tidak linier. Laju emisi CO 2 akibat bencana alam dan faktor alam lainnya menyumbang sekitar 4,64 MtCO 2 th -1 86,86. Namun demikian, berdasarkan informasi bahwa proses kebakaran tersebut pun sesungguhnya bersumber dari aktivitas masyarakat yang kurang ramah lingkungan, terutama aktivitas di FA. Kecenderungan masyarakat di FA dalam pemanfaatan sumberdaya alam seringkali dilakukan kurang bijaksana dan bahkan berdampak pada ekosistem pesisir TN Sembilang. Pembuatan kanalisasi untuk jalur transportasi masuk ke hutan serta pembalakan secara ilegal telah menyebabkan fragmentasi habitat, terganggunya koridor jelajah satwa liar, serta merusak keutuhan ekosistem secara keseluruhan. Diferensiasi dampaknya berupa penurunan hasil hutan nir kayu dan produktivitas perikanan. Dampak kanalisasi serta sistem tebang bakar untuk membuka lahan kebun masyarakat sering kali menyebabkan terkurasnya air di lahan gambut, sehingga menimbulkan subsidensi, gambut menjadi kering dan sangat rentan terhadap kebakaran. Potensi emisi CO 2 di masa yang akan datang, baik di FA maupun di dalam kawasan pesisir TN Sembilang diprediksi bersumber dari aktivitas yang direncanakan dan aktivitas yang tidak direncanakan. Potensi emisi CO 2 di FA sumbangan terbesar 148 diprediksi bersumber dari dampak kebijakan tata ruang. Sedangkan potensi emisi CO 2 di kawasan pesisir TN Sembilang diprediksi lebih disebabkan tekanan penduduk serta faktor perubahan alam secara alamiah. Tingkat emisi CO 2 mendatang di dua wilayah ini FA dan TNS diprediksi berdasarkan hasil simulasi dan pemodelan dianalisis secara rinci pada Bab 6.

5.2 Indikator Penggerak Emisi Karbon di Wilayah Pesisir