Biodiversitas Ekosistem Mangrove Fungsi Ekologis dan Mitigasi Hutan Mangrove

38 muatan padatan tersuspensi yang dibawa oleh sungai dari daratan. Lambat laun, dengan sistem perakaran mangrove yang khas, sedimen yang datang ditahan hingga akhirnya membentuk sedimen baru di kawasan mangrove. Salinitas air merupakan faktor penting bagi kehidupan mangrove. Perbedaan salinitas ini juga yang menentukan perbedaan jenis tanaman mangrove antar satu wilayah dengan wilayah lainnya.

2.4.2 Biodiversitas Ekosistem Mangrove

Biodiversity di ekosistem hutan mangrove sangat tinggi, mengingat ekosistem hutan mangrove adalah habitat dari berbagai jenis biota, baik biota perairan maupun darat. Di Indonesia jenis-jenis pohon mangrove yang dikenal misalnya pohon bakau Rhizophora spp, pedada Rhizophora spp, tanjang Bruguiera spp, api-api Avicennia spp dan Nypa. Biota daratan sejati hanya mampu hidup di bagian yang tidak terjamah oleh pasang air laut, biasanya pada cabang-cabang pohon mangrove yang tinggi. Contoh: monyet, ular dan burung. Pada bagian bawah tanaman mangrove, yaitu bagian akar terdapat berbagai jenis biota air dan dapat dikelompokkan ke dalam dua tipe: a hidup pada substrat keras, yakni pada akar pohon mangrove, b menghuni dasar hutan mangrove berupa lumpur. Beberapa jenis kelompok biota laut yang berhabitat di substrat perairan mangrove antara lain moluska, krustasea dan beberapa ikan. Moluska terdiri atas gastropoda keong dan pelecypoda kerang. Krustasea diwakili oleh jenis-jenis kepiting besar, antara lain kepiting Scylla serrata yang biasa diperdagangkan di Indonesia, yang dalam bahasa Inggris dinamakan mangrove crab, dan bermacam udang. Diantara kepiting masih dapat disebut kepiting laga Uca dan kepiting hantu Dotilla. Kepiting-kepiting yang disebutkan terakhir ini adalah pamakan detritus. Biodiversity biota penghuni ekosistem mangrove disajikan pada Gambar 6. 39 Sumber: Damar 2009 Gambar 6 Biodiversity di ekosistem mangrove.

2.4.3 Fungsi Ekologis dan Mitigasi Hutan Mangrove

Hutan mangrove memiliki fungsi dan peranan penting dalam kehidupan umat manusia baik sebagai fungsi ekologis maupun sebagai fungsi mitigasi dalam mengabsorbsi CO 2 . Fungsi ekologis hutan mangrove meliputi : a Pencegah abrasi pantai; b Sebagai nursery ground, feeding ground, spawning ground ; c Sebagai surface runoff; d Sebagai penghasil sejumlah besar detritus. Fungsi ekologis hutan mangrove sebagai daerah asuhan dan tumbuh besar nursery ground dan daerah mencari makanan feeding ground serta daerah pemijahan spawning ground bermacam ikan dan udang yang komersial penting dan hidup di perairan pantai dan di perairan lepas pantai. Kawasan ini merupakan tempat ideal berbagai jenis ikan dan udang. Sebagai surface runoff yaitu berfungsi sebagai perangkap sediment yang diangkut oleh aliran air permukaan dan juga sebagai perangkap bahan-bahan pencemar tertentu yang akan diikat oleh substrat. Hutan mangrove sebagai penghasil sejumlah besar detritus yaitu sejumlah partikel serasah daun dan dahan yang rontok menjadi serasah. Beberapa literatur menunjukkan bahwa hutan mangrove dapat menghasilkan 6 ton detritus ha -1 . Detritus akan dimanfaatkan oleh konsumen detritus setempat. Sebagian dari detritus akan diekspor ke laut melalui arus surut dan menjadi makanan bagi konsumen detritus berbagai ikan dan udang. Detritus juga akan mengalami dekomposisi bakterial yang menghasilkan berbagai mineral hara seperti garam-garam nitrat dan fosfat serta bahan- bahan organik terlarut. Nitrat dan fosfat ini akan diekspor ke perairan laut yang 40 berbatasan dengan hutan mangrove, sehingga menyuburkan perairan pada kawasan ini. Sementara itu senyawa-senyawa organik terlarut merupakan makanan bagi bermacam hewan penyaring makanan filter feeders. Hutan mangrove merupakan bagian dari blue carbon yaitu salah satu sumber karbon dari ekosistem pesisir dan lautan dan berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan emisi CO 2 yang merupakan gas rumah kaca. Proses fotosintesis pada tumbuhan dapat merubah karbon anorganik CO 2 menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai CO 2 . Akan tetapi hutan mangrove justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan mangrove lebih berfungsi sebagai penyerap karbon carbon sink dibandingkan dengan sumber karbon carbon source. Fakta ilmiah menunjukkan dimana ekosistem pesisir dan lautan mampu menyerap emisi CO 2 atmospherik ± 42, ekosistem terestrial sekitar 56 dan lainnya 2 Cook 2010. Pada proses fotosintesis, semua jenis mangrove dapat mengabsorbsi CO 2 di atmosfer. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO 2 difiksasi diikat menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi Adenosin Tri Phospat. Reaksi fotosintesis adalah sebagai berikut: 6H 2 O + 6CO 2 + cahaya C 6 H 12 O 6 glukosa + 6O 2 + energi ATP. Beberapa faktor yang dapat menghambat proses penyerapan karbon dalam bentuk CO 2 yaitu : a Intensitas cahaya. Laju fotosintesis maksimum ketika banyak cahaya, b Konsentrasi karbon dioksida. Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapat digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis, c Suhu. Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim, d Kadar air. Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis, e Kadar hasil fotosintesis. Jika kadar hasil fotosintesis seperti karbohidrat berkurang, maka laju fotosintesis akan naik. Bila kadar hasil fotosintesis bertambah atau bahkan sampai jenuh, maka laju fotosintesis akan berkurang, f Tahap pertumbuhan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh. 41 Hasil penelitian Twilley et al. 1992 menunjukkan bahwa kawasan pesisir tropika adalah wilayah yang secara biogeokimia paling aktif dan merepresentasikan carbon sink potensial yang penting di biosfir ini. Laju dari produktivitas akumulasi biomassa dipengaruhi oleh kombinasi dari faktor-faktor global seperti posisi latitude dan faktor lokal seperti hidrologi. Penyimpanan Carbon dalam biomassa mangrove diperkirakan mencapai 4,03 Pg C Peta=10 15 dan 70 persen berada di pesisir dengan posisi lintang dari 0 hingga 10 . Rata-rata produksi kayu adalah 12,08 Mg ha -1 th -1 Mega=10 6 dimana nilai ini ekuivalen dengan 0,16 Pg C th -1 yang tersimpan dalam biomassa mangrove. Sementara itu, karbon yang terkumpul dalam sedimen adalah 0,02 Pg C th -1 .

2.4.4 Carbon Sink dalam Mangrove Biomassa