4 DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Batas Administrasi TNS
Lokasi TN Sembilang terletak sekitar 1
o
53’ dari garis equator ke selatan dimana hal ini akan menentukan suhu konstan 26-28
o
C yang relatif tinggi terhadap kawasan. Kedekatannya dengan garis equator akan sangat berpengaruh terhadap tingkat
kesuburan mangrove maupun kandungan biomassa pada habitat ini. Secara geografis, wilayah TN Sembilang berada pada koordinat 104
o
11’- 104
o
94’ Bujur Timur dan 1
o
53’-2
o
27’ Bujur Selatan. Secara administratif berada pada wilayah Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
Luas kawasan TNS mencakup 202.896,31 ha berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 95Kpts-II2003, tanggal 19 Maret 2003 yang sebagian besar mencakup hutan
mangrove di sekitar sungai-sungai yang bermuara di teluk Sekanak dan teluk Benawang, Pulau Betet, Pulau Alagantang, Semenanjung Banyuasin serta perairan di
sekitarnya. Batas-batas kawasan Taman Nasional Sembilang adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Tanah Pilih dan Sungai Benu sebagian ruas sungainya dijadikan batas alam antara Provinsi Sumatera
Selatan dan Provinsi Jambi Sebelah Timur :
Berbatasan dengan Selat Bangka, Sungai Banyuasin dan Calon Pelabuhan Tanjung Api-Api.
Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Sungai Banyuasin, Sungai Air Calik, Sungai
Lalan, Desa Tabala Jaya, Desa Majuria, Desa Jatisari, Desa Sungsang IV, Perkebunan PT. Citra Indo Niaga dan PT. Raja Palma.
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Hutan Produksi yang belum dibebani hak dan
yang sudah dibebani hak yakni PT. Rimba Hutani Mas, PT. Sumber
Hijau Permai, kawasan transmigrasi Karang Agung Kabupaten Musi Banyuasin.
4.1.2. Kondisi Biofisik
a. Sistem Pesisir
Kondisi geografis wilayah penelitian dianalisis diperoleh berdasarkan informasi dari berbagai pustaka yang ada serta berdasarkan verifikasi tinjauan lapangan. Dari hasil
komparasi tersebut menunjukkan bahwa wilayah studi merupakan suatu sistem pesisir yang didominasi arus pasang surut. Umumnya berasosiasi dengan situasi estuaria yang
mendapat pasokan sedimen dari aliran sungai ke pesisir kemudian diredistribusi oleh arus pasang surut. Karaktersitik ini lebih dikenal sebagai estuarine delta. Oleh karena
104
104
itu untuk wilayah studi Taman Nasional Sembilang TNS dan sekitarnya dapat juga dikatakan sebagai wilayah Delta Estuaria Sembilang.
Estuarine delta yaitu estuaria yang didominasi arus pasang surut dan semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan
air tawar dari daratan. Berdasarkan pola sirkulasi dan stratifikasi air, kawasan ini masuk kategori estuaria berstratifikasi parsial. Kategori ini merupakan tipe umum dijumpai
pada hilir sungai-sungai yang berada pada kawasan TN Sembilang. Aliran air tawar dari sungai-sungai di kawasan ini seimbang dengan air laut yang masuk melalui arus pasang.
Pencampuran air sungai dan air laut ini terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara berkala oleh adanya gerakan pasang surut Selat Bangka.
Berdasarkan klasifikasi delta menurut Haslett 2001:112 serta berdasarkan pengamatan lapangan menunjukkan bahwa kawasan TN Sembilang memiliki morfologi
estuarine delta yang mendapat pasokan sedimen dari aliran sungai ke pesisir kemudian diredistribusi oleh arus pasang surut. Kanal-kanal di kawasan TN Sembilang relatif
tidak stabil, mengikuti pasokan arus pasang surut, sehingga untuk masuk ke dalam kawasan ini harus menunggu arus pasang naik pasang induk.
Terdapat banyak sungai yang mengalir ke kawasan TN Sembilang yang memberikan kontribusi pada formasi habitat estuaria. Beberapa diantaranya yaitu : di
bagian selatan terdapat Sungai Lalan, Sungai Calik dan Sungai Bungin. Di bagian tengah terdapat Sungai Sembilang, Sungai Benawang, Sungai Ngirawan dan Sungai
Terusandalam dan di bagian utara terdapat Sungai Benu dan Sungai Benu Kiri. Terbesar adalah Sungai Sembilang dengan rata-rata lebar 777 m, kedalaman 18,56 m
dengan kecepatan 0,11 m s
-1
, dan debit rata-rata 2.335 m
3
s
-1
. Substrat sungai adalah organik pada bagian hulu, sedangkan pada bagian hilir substrat liat. Substrat pantai
terdiri atas partikel lumpur yang tersuspensi dalam air sungai dan sebagian adalah substrat pasir. Di daerah berarus deras, substrat yang tertinggal berupa substrat halus.
Salinitas air sungai pada kawasan ini rata-rata berkisar antara 1,5 – 24,33 ppt. Kondisi
tersebut akan membentuk tingkat kesuburan estuaria yang selanjutnya akan sangat mempengaruhi tingkat kesuburan biota khususnya hutan mangrove.
Gerakan pasang surut seringkali antara 1,6 dan 2,8 meter bahkan dapat mencapai 3,5 meter selama pasang besar Danielsen Verheught 1990 in WIIP 2001. Dampak
pasang surut mencapai hingga jauh ke daratan, mempengaruhi hampir seluruh bagian kawasan konservasi. Tipe pasang surut di sekitar Sembilang terjadi pada siang hari,
yaitu hanya satu terdiri dari satu kali pasang naik dan satu kali surut harian tipe D.
105
105
Legenda
Tipe A Semi-diurnal
Tipe B Mixed tide, umumnya semi-diurnal
Tipe C Mixed tide, umumnya diurnal
Tipe D Diurnal
Gambar 23 Distribusi tipe pasang surut di sekitar Sumatera WIIP 2001
b. Kondisi Iklim