Aspek-aspek Budaya Organisasi Persepsi Budaya Organisasi

commit to user Keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas, seperti kebebasan individu, kolektivisme, kesopansantunan, kebersihan, dsb. c. Faktor-faktor spesifik dari organisasi Penyelesaian-penyelesaian masalah dalam organisasi yang berhasil dalam menghadapi permasalahan-permasalahan baik eksternal maupun internal, akan menghasilkan suatu ungkapan dari nilai-nilai dan keyakinan. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi. d. Nilai-nilai dasar dari koalisi dominan Yaitu berasal dari kelompok yang memiliki kekuasaan dan kendali yang paling banyak, atau pimpinan puncak perusahaan. nilai-nilai dapat berasal dari pendiri yang mencerminkan keyakinan-keyakinan dasarnya tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa yang harus melakukan, dan cara memperlakukan anggotanya.

5. Aspek-aspek Budaya Organisasi

Chatman dan Jen dalam Yuwono, dkk., 2005 mengajukan tujuh elemen budaya organisasi yang dapat digunakan untuk menggambarkan organisasi, yaitu: commit to user Tujuh karakteristik primer yang merupakan hakikat dari budaya organisasi menurut Robbins 2006, yaitu: a. Inovasi: Sejauh mana orang-orang dalam organisasi diharapkan kreatif dan membuat ide-ide baru. b. Stabilitas: Sejauh mana organisasi menuntut lingkungan yang stabil, dapat diramalkan, dan berorientasi pada aturan-aturan. c. Orientasi orang: Sejauh mana organisasi penghargaan terhadap hak- hak orang, memperlakukannya secara adil, dan memberikan dukungannya. d. Orientasi hasil: Sejauh mana organisasi menuntut pencapaian hasil yang diinginkan. e. Santai: Sejauh mana lingkungan kerja dalam organisasi santai. f. Perhatian terhadap hal-hal kecil: Sejauh mana orang-orang dalam organisasi diminta untuk mengembangkan analisis dan ketepatan. g. Orientasi kolaborasi: Sejauh mana penekanan diberikan pada kerja tim dibandingkan dengan kerja individual. Hofstede dalam Yuwono, dkk., 2005 telah melakukan survey pada karyawan multinasional, 117.000 survey dikumpulkan dari karyawan dan manajer di 40 negara dan 20 bahasa, pada tahun 1968 dan 1972. Berdasarkan data tersebut, Hofstede mencari variabel-variabel yang membedakan manajer dari berbagai Negara, dan menyimpulkan ada empat aspek budaya organisasi, yaitu: a. Dimensi Jarak Kekuasaan Power distance commit to user Menggambarkan tingkat ketergantungan individu terhadap figur otorritas atau superordinat. Jarak kekuasaan yang tinggi memberikan bobot yang besar terhadap otoritas, gelar, peringkat, status, dan formalitas. Negara yang memiliki jarak kekuasaan tinggi menunjukkan hubungan yang lebih otoriter antara atasan dan bawahan. Sedangkan Negara dengan jarak kekuasaan rendah menunjukkan hubungan yang lebih demokratis dan pola desentralisasi. b. Penghindaran ketidakpastian Uncertainty avoidance Menggambarkan sikap mayoritas individu dalam menghadapi situasi yang tidak pasti, tidak menentu, berubah dengan cepat, dan kompleks. Negara dengan penghindaran ketidakpastian yang tinggi cenderung menggunakan struktur, aturan, dan berbagai cara untuk melakukan pengendalian. Sedangkan Negara dengan penghindaran ketidakpastian yang rendah kurang memberi tekanan pada struktur dan lebih toleran terhadap pengambilan resiko. c. Individualism Individualism Collectivism Menggambarkan tingkat keterikatan individu terhadap kelompok dan lingkungannya. Individualism menunjukkan hilangnya ikatan emosional antar individu dan pengakuan yang tinggi terhadap nilai- nilai universal. Negara yang tinggi individualism menekankan pada otonomi, keyakinan diri untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. d. Maskulinitas-Femininitas commit to user Menggambarkan perbedaan antara peran laki-laki dan perempuan di lingkungan sosial. Lingkungan dengan maskulinitas tinggi ditunjukkan oleh pengambilan keputusan yang cepat, tegas, dan lugas, tertapi kurang memperhatikan kepentingan lain dan dampak yang terjadi. Di Negara dengan maskulinitas yang tinggi, pria cenderung merasakan tekanan yang kuat untuk berhasil dalam karir dan ada lebih sedikit wanita yang menduduki posisi yang tinggi serta stress pekerjaan yang tinggi. Hal sebaliknya terjadi pada Negara dengan maskulinitas yang rendah. Selanjutnya, Robbins 1991 mengungkapkan aspek-aspek yang digunakan dalam pengukuran budaya organisasi, yaitu: a. Individual initiative, seberapa jauh tingkatan tanggung jawab, kebebasan, dan kemandirian yang dimiliki. b. Risk Tolerance, seberapa jauh dorongan karyawan untuk dapat lebih agresif, inovatif, dan berani menghadapi resiko. c. Direction, seberapa jauh organisasi menentukan tujuan yang akan dicapai dan kinerja yang diharapkan. d. Integration, sejauh mana unit-unit di dalam organisasi didorong untuk beroperasi dalam satu koordinasi yang baik. e. Management Support, seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap para bawahannya. commit to user f. Control, sejauh mana peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengontrol perilaku karyawan. g. Identity, sejauh mana mengidentifikasikan diri dengan organisasi secara keseluruhan, bukan dengan kelompok kerja atau bidang keahliannya. h. Reward System, sejauh mana alokasi penghargaan atau keahlian, gaji, dan promosi yang berdasarkan pada kriteria performasi karyawan, bukan hanya dari senioritas, favoritas, ataupun rasa suka atau tidak suka i. Conflict Tolerance, seberapa jauh dorongan karyawan kritis terhadap perbedaan pendapat dan terbuka dengan kritik serta konflik yang terjadi j. Communication Patterns, sejauh mana komunikasi dalam organisasi yang terbatas pada susunan wewenang secara formal. Dari banyaknya aspek-aspek budaya organisasi yang telah dijelaskan di atas, aspek yang akan digunakan dalam pengukuran persepsi budaya organisasi pada penelitian ini adalah aspek yang dikemukakan oleh Robbins 1991, yaitu: Individual initiative, Risk Tolerance, Direction, Integration, Management Support, Control, Identity, Reward System, Conflict Tolerance, Communication Patterns. Pemilihan menggunakan aspek yang diungkap Robbins 1991 tersebut didasarkan atas pertimbangan banyaknya aspek-aspek yang dapat diungkap, bersifat umum, dan mudah untuk diterapkan dalam berbagai organisasi. commit to user

D. Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KEPUASAN KERJA Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Kepuasan Kerja.

0 3 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF DENGAN KOMITMEN ORGANISASI KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Partisipatif Dengan Komitmen Organisasi Karyawan.

0 3 15

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF DENGAN KOMITMEN ORGANISASI KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Partisipatif Dengan Komitmen Organisasi Karyawan.

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KEPUASAN KERJA PADA Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Dengan Kepuasan Kerja Pada Karyawan Pt. Djitoe Indonesian Tobacco Surakarta.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KEPUASAN KERJA PADA Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Dengan Kepuasan Kerja Pada Karyawan Pt. Djitoe Indonesian Tobacco Surakarta.

0 2 11

Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Transformasional terhadap Employee Engagement pada Karyawan PT “X” Bandung.

0 0 50

Hubungan antara persepsi terhadap dukungan organisasi dan employee engagement.

0 0 134

Hubungan antara Persepsi Dukungan Organisasi dan Persepsi Dukungan Supervisor dengan Komitmen Organisasi pada Karyawan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Surakarta.

0 0 2

HUBUNGAN ANTARA EMPLOYEE ENGAGEMENT DAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN P.T. AIR MANCUR.

0 1 21

Hubungan antara employee engagement dan persepsi budaya organisasi dengan komitmen organisasi pada karyawan P.T. Air Mancur

0 4 21