Hambatan Politis
D.2. Hambatan Politis
Hingga kini, upaya-upaya perbaikan pengadilan HAM belum terlaksana, demikian juga pembentukan UU KKR baru yang masih jauh dari kenyataan. Hambatan politis disinyalir menjadi faktor utama kegagalan dalam mempertanggungjawabkan berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu, dan yang terjadi dalam periode awal reformasi sampai dengan tahun 2005. Hal ini setidaknya terlihat dari, pertama, penolakan Jaksa Agung untuk menindaklajuti berbagai hasil penyelidikan Komnas HAM, yang di antaranya merupakan rekomendasi DPR dan presiden melalui Keppres (misalnya untuk kasus penghilangan paksa tahun 1997-1998). Sebagai catatan, pembentukan pengadilan HAM ad hoc untuk kasus Timor Timur dan Tanjung Priok, serta pengadilan HAM untuk kasus Abepura, Papua, mendapatkan dukungan dari Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati.
Kedua, minimnya dukungan politik di DPR karena adanya partai politik yang menghambat penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM, yang sering kali menolak membuat kesimpulan atau rekomendasi mengenai kasus HAM, 420 dan hal ini diperkuat dalam pembahasan rencana ratifikasi Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa pada awal Desember 2013, terdapat 3 fraksi yang mengusulkan
418 Lihat lampiran Keppres RI No. 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2004-2009. 419 Hingga tahun 2013, jumlah permohonan bantuan ke LPSK mencapai 1151 permohonan, bantuan medis telah diberikan kepada 452 korban dan bantuan psikososial kepada 375 korban. 420 “PDIP: Dua Partai di DPR Hambat Pengadilan HAM”, www.tempo.co, 19 Maret 2013. http://www.tempo.co/read/ news/2013/03/19/078468099/PDIP-Dua-Partai-di-DPR-Hambat-Pengadilan-HAM
MENEMUKAN KEMBALI INDONESIA
penundaan pembahasan. 421 Dalam berbagai kesempatan, sejumlah anggota parlemen juga melontarkan ketidaksetujuan untuk membuka berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu, khususnya terkait dengan Peristiwa 1965-1966, serta upaya mendorong penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu dianggap sebagai upaya politis.
Ketiga, masih adanya institusi di internal pemerintah yang menghambat berbagai upaya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, yang terlihat dari tarik ulur proses pembahasan RUU KKR di pemerintah dan penolakan pembahasan ratifikasi sejumlah instrumen internasional. Kemandekan penyelesaian RUU KKR di pemerintan dan tidak terbentuknya Keppres tentang Pengadilan HAM ad hoc, cukup menjadi bukti kuat atas dugaan bahwa masih ada ketidaksetujuan dari institusi militer dan Kementerian Pertahanan.
Para Dukungan untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa
lalu justru muncul dari sejumlah anggota MPR. Pada
perwira militer
awal tahun 2013 Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim
yang diduga
Syaifuddin, menyatakan agar presiden membentuk
bertanggung
satuan tugas dan memverifikasi semua temuan terkait
jawab atas
dengan pelanggaran HAM masa lalu. Lukman Hakim
berbagai
juga menyatakan bahwa pihak eksekutif kurang
kejahatan
merespon dengan baik masalah pelanggaran HAM
kemanusiaan
masa lalu khususnya dalam kasus 1965. 422 Dukungan
masih menduduki
yang sama juga disampaikan oleh Ketua MPR, Sidarto
berbagai posisi
Danusubroto, yang mengharapkan adanya
strategis di
penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, utamanya
pemerintahan.
melalui KKR. 423 Namun, dukungan sejumlah anggota MPR belum menjadi sikap resmi kelembagaan yang
sulit untuk memungkinkan meminta presiden menyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Kegagalan menghukum pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kekejaman yang terjadi, berdampak pada kegagalan untuk menempatkan mereka atau membuat garis ‘demarkasi’ atas aktor-aktor yang memengaruhi politik saat ini. Para perwira militer yang diduga bertanggung jawab atas berbagai kejahatan kemanusiaan masih menduduki berbagai posisi strategis di pemerintahan, dan sebagian lainnya menyusun kekuatan baru dengan mendirikan partai politik dan memengaruhi kebijakan di parlemen. Kementerian Pertahanan gagal melakukan
421 http://elsam.or.id/article.php?lang=in&id=2759&act=content&cat=101#.UtHGLNIW18E 422 “MPR Dorong Presiden SBY Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM di Masa Silam”, www.mpr.go.id, 2 Februari
2013. Sumber: http://www.mpr.go.id/blog/drs-h-lukman-hakim-saifuddin/news/11599/mpr-dorong-presiden- sby-tuntaskan-kasus-pelanggaran-ham-di-masa-silam
423 http://elsam.or.id/article.php?lang=in&id=2761&act=content&cat=101#.UtHGV9IW18E
POLA KEKERASAN
reformasi internal, yang menjauhkan militerisasi di institusi tersebut, sehingga kebijakannya tidak berpihak dan justru menggagalkan serangkaian upaya pertanggungjawaban yang telah diagendakan oleh negara.