Perampasan Wilayah Adat dan Tindakan Kekerasan oleh Aktor Negara
A.1. Perampasan Wilayah Adat dan Tindakan Kekerasan oleh Aktor Negara
Tahun 1967 adalah awal kehancuran rakyat Papua yang terus berlanjut hingga hari ini. Kehancuran itu bermula ketika pemerintah Indonesia memberikan konsesi kepada PT Freeport Indonesia, anak perusahaan Freeport Sulphur, untuk melakukan pertambangan emas di tanah Papua. Konsesi politik yang dirumuskan dalam kontrak karya antara pemerintah pusat dengan PT Freeport Indonesia telah memberikan izin eksploitasi tambang emas kepada perusahaan ini selama kurang lebih 39 tahun. Pemerintah pusat tidak pernah melibatkan rakyat Papua dalam proses pemberian konsesi politik ini.
PT Freeport Indonesia menjadi perusahaan pertambangan yang paling tua beroperasi di Indonesia, bahkan perusahaan tambang Amerika Serikat inilah yang mengarahkan kebijakan pertambangan Indonesia. Kontrak karya PT Freeport Indonesia sudah ditetapkan sebelum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan diberlakukan di Indonesia. Ada banyak catatan hitam berupa pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang terjadi di wilayah lingkar tambang ini. Kekerasan, intimidasi, penembakan, pembunuhan menjadi warna keseharian bagi rakyat Papua.
Pada tahun 1972, suku Amungme bereaksi keras atas tindakan PT Freeport Indonesia yang menjadikan kawasan keramat di Lembah Tsinga sebagai tempat kegiatan pertambangan. 210 Pembongkaran kawasan keramat itu dibalas suku Amungme dengan pembongkaran base camp di Tsinga. Pemerintah Indonesia kemudian bereaksi dengan mengirimkan pasukan TNI Angkatan Darat ke Tsinga untuk mengamankan aktivitas dan infrastruktur eksplorasi PT Freeport Indonesia dengan tanpa segan mengorbankan penduduk lokal yang telah kehilangan hak atas tanah mereka. Diduga sekitar 50 orang terbunuh dalam insiden ini.
210 “Studi Kasus 41: Perampasan Tanah Adat dan Eksploitasi Tambang PT Freeport di Papua”, Narasi Kasus
Pelanggaran HAM 1965-2005, Database KKPK.
POLA KEKERASAN
Protes PT. Freeport. Solidaritas Aksi Gugat PT. Freeport menuntut pemerintah untuk segera membentuk tim independen untuk melakukan investigasi terhadap pelanggaran HAM dan perusakan lingkungan hidup di Papua dengan membawa poster di Jakarta, pada
28 Oktober 2003. (Foto: TEMPO/Wahyu Setiawan) Mama Yosepha Alomang adalah perempuan adat dari suku Amungme yang dikenal
begitu gigih melawan PT Freeport Indonesia sejak tahun 1974. Mama Yosepha bersama seluruh keluarganya bersembunyi di hutan untuk menghindari pengejaran tentara. Tentara mulai melakukan operasi militer di Papua setelah ratusan rakyat Amungme memotong pipa milik PT Freeport Indonesia karena perusahaan ini dianggap telah merampas tanah rakyat Amungme di Agimuga. Mama Yosepha menuturkan,
“Saya tanya, ‘Kenapa kamu bikin rusak?’ Freeport bilang, ‘Tanah ini milik negara. Kami sudah beli dari negara.’ Saya tanya, ‘Sejak kapan negara bikin tanah, air, ikan, dan karaka lalu kasih saya sehingga dia boleh ambil seenaknya? Ini Tuhan yang bikin dan kasih saya. Saya seorang perempuan, orang Freeport lahir dari perempuan, tentara lahir dari perempuan, negara juga lahir dari perempuan. Dan saya tidak takut kepada Freeport, saya tidak takut kepada tentara atau negara, mereka juga lahir dari perempuan saja mo! Saya hanya takut kepada Tuhan. Gunung Nemangkawi itu saya, Danau Wanagong itu saya punya sumsum, laut itu saya punya kaki, tanah di tengah ini tubuh saya. Kau sudah makan saya, mana bagian dari saya yang kau belum makan dan hancurkan. Kau sebagai pemerintah harus lihat, dan
MENEMUKAN KEMBALI INDONESIA
sadar bahwa kau sedang makan saya. Coba kau hargai tanah dan tubuh saya!’” 211
Pada tahun 1991, Mama Yosepha mengadakan aksi unjuk rasa selama tiga hari di bandar udara di Timika. Mama Yosepha memasang api di landasan udara sebagai tanda protes atas penolakan PT Freeport Indonesia dan pemerintah Indonesia mendengarkan keprihatinan rakyat setempat dan perlakuan buruk yang berkelanjutan terhadap rakyat Papua. Pada tahun 1994, Mama Yosepha ditangkap karena dicurigai menolong tokoh OPM (Organisasi Papua Merdeka), Kelly Kwalik. Bersama dengan seorang perempuan Papua lain, Mama Yuliana, Mama Yosepha dimasukkan ke sebuah tempat penampungan kotoran manusia. Ia dikeram di tempat itu selama seminggu. Sampai saat ini, konflik antara rakyat Papua dengan pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia terus bergejolak di wilayah lingkar tambang PT Freeport Indonesia dan korban terus saja berjatuhan.