11
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran perpustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul yang
sama belum pernah dilakukan. Walaupun memang terdapat penelitian yang lokasinya sama di PT. Perkebunan Nusantara III Persero dan objeknya proses pengadaan
barang dan jasa namun topiknya berbeda, dimana dalam Tesis saudara MARISI
tahun 2010 membahas mengenai Good Corporate Governance dan prinsip keterbukaan namun topik yang penulis teliti kali ini adalah khusus Tinjauan Yuridis
Terhadap Prinsip Kehati - Hatian Direksi dalam Perjanjian Kerja Sama Untuk Proses Pengadaan Barang dan Jasa Study di PT. Perkebunan Nusantara III Persero, yang
lokasi penelitiannya dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara III Persero di Medan dengan demikian bahwa penelitian ini asli dan dapat dipertanggung jawabkan.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara dinyatakan bahwa tujuan dibentuknya UU BUMN adalah untuk mengoptimalkan peran BUMN. Pengurusan
BUMN pada prinsipnya sama dengan perseroan terbatas lainnya perbedaannya hanya dari sisi permodalan. Optimalisasi peran BUMN dalam pembangunan nasional harus
didukung oleh suatu hukum yang rasional. Menurut
Mochtar Kusumaatmadja,
bahwa hukum
adalah sarana
pembangunan yaitu sebagai alat pembaharuan dan pembangunan masyarakat yang merupakan alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat
Universitas Sumatera Utara
12
fungsinya, sifat hukum pada dasarnya adalah konservatif, artinya hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah dicapai. Selain itu hukum harus dapat
membantu proses perubahan pembangunan masyarakat tersebut.
6
Sebagai pisau
analisis dalam
penelitian ini
menggunakan teori
pertanggungjawaban, ada dua istilah yang menunjukkan pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum yaitu, liability dan responsibility. Liability merupakan istilah
hukum yang luas yang menunjukkan hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak
dan kewajiban secara aktual atau potensial yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.
Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi
juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan.
7
Menurut Pasal 1 ayat 1, dalam Bab I ketentuan umum Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa “Perseroan
Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi syarat – syarat yang di tetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanannya.
6
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep – Konsep Hukum Dan Pembangunan, Bandung, Alumni, 2002, hal 13
7
Sonny Tobelo
Manyawa, Teori
Pertanggungjawaban, dalam
http:sonny- tobelo.blogspot201012teoripertanggungjawaban , diakses pada tanggal 20 Juni 2012
Universitas Sumatera Utara
13
Sedangkan dalam ayat 2 disebutkan bahwa “Organ perseroan adalah Rapat umum pemegang saham, Direksi dan Dewan komisaris”.
Dalam Pasal 1 ayat 1 tersebut menegaskan bahwa perseroan terbatas mempunyai unsure-unsur sebagai berikut :
1. Adanya kekayaan yang di pisahkan dari kekayaan pribadi masing-masing pendiri
perseroan terbatas
pemegang saham
dengan tujuan
untuk membentuk sejumlah modal sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan
terbatas. 2. Adanya pemegang saham persero yang tanggungjawabnya terbatas pada
jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya. 3. Adanya pengurus, yang dinamakan direksi dan pengawas , dan yang
dinamakan komisaris yang juga merupakan organ perseroan terbatas, yang tugas, kewenangan dan kewajiban diatur lebih lanjut dalam Anggaran Dasar
perseroan Terbatas atau Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS.
8
Dengan demikian bahwa perseroan terbatas adalah merupakan suatu badan usaha yang berbentuk badan hukum, yaitu suatu badan yang dapat bertindak dalam
lalu lintas hukum sebagai subjek hukum dan memiliki kekayaan yang di pisahkan dari kekayaan pribadi pengurusnya.
Demikian juga dalam Pasal 1 ayat 2 Undang – Undang Perseroan Terbatas tersebut sebagaimana ditegaskan diatas sungguh jelas memiliki organisasi yang
8
Ranchmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung, Alumni, 2004, hal 48.
Universitas Sumatera Utara
14
teratur, dimana perseroan dalam mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga di wakili oleh organ perseroan yang meliputi RUPS, Direksi, dan Komisaris, dimana
organ-organ ini dipilih dan diangkat secara teratur menurut mekanisme yang sudah di tetapkan dalam Anggaran Dasar maupun peraturan perseroan lainnya.
Perseroan terbatas adalah merupakan badan hukum mandiri legal entity, yang secara yuridis di tegaskan bahwa setiap badan hukum itu adalah sebagai subjek
hukum yang mandiri, suatu tagihan pada perseroan terbatas tidak dapat di tuntut kepada harta kekayaan pribadi orang-orangnya, baik pengurusnya maupun pemegang
sahamnya ataupun kepada perseroan-perseroan terbatas lainnya, sekalipun saham- sahamnya berada dalam satu tangan pemegang saham.
9
Suatu perseroan terbatas berbeda dengan suatu persekutuan yang bukan merupakan suatu legal entity dan tidak terpisah dari suatu sekutu yang menjadi
anggota persekutuan itu. Perseroan adalah legal entity yang berbeda dan terpisah dari pemegang saham perseroan terbatas itu. Sebagai suatu legal entity yang terpisah dari
pemegang sahamnya, perseroan dalam melakukan fungsi hukumnya bukan bertindak sebagai kuasa dari para pemegang sahamnya, tetapi bertindak untuk dan atas nama
dirinya sendiri sebagai subjek hukum mandiri.
10
PT. Perkebunan Nusantara III persero yang merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang sumber keuangannya berasal dari kekayaan Negara yang di
pisahkan. Dalam Pasal 1 ayat 1 Bab I ketentuan umum Undang-Undang Nomor 19
9
Ibid, hal 147.
10
Ibid, hal 148.
Universitas Sumatera Utara
15
Tahun 2003 tentang Badan Usaha milik Negara menyebutkan bahwa “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh dan
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang di pisahkan. Maksud kekayaan negara yang
di pisahkan menurut Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut adalah kekayaan Negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBN untuk di jadikan penyertaan modal Negara pada persero dan atau perum serta perseroan terbatas lainnya.
11
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas maupun dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara di tegaskan bahwa yang memiliki kewenangan penuh untuk menjalankan perusahaan atau perseroan adalah direksi baik dalam internal perusahaan maupun di
luar perusahaan. Secara legal mandate pengelolaan perseroan harus dikelola oleh Direksi, disamping itu Direksi sebagai organ PT adalah mewakili kepentingan PT
selaku subjek hukum mandiri. Direksi bukan wakil pemegang saham , tetapi wakil PT selaku persona stand in judicio.
12
Jabatan Direksi dalam suatu perusahaan atau perseroan sangat strategis dan memiliki tanggungjawab atau amanah serta kepercayaan yang tidak dimiliki oleh
organ lain selain Direksi sebagai organ perusahaan untuk pengurusan peseroan.
11
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara BUMN, dan sebagaimana diketahui bahwa BUMN terdiri dari perusahaan perseroan persero, Perusahaan
Umum perum .
Universitas Sumatera Utara
16
Direksi dalam menjalankan tugas dan kewajibannya harus dijalankan dengan I’tikad baik dan penuh tanggungjawab, kecakapan dan kemampuan direksi dalam
menjalankan kepengurusan serta keperwakilan perseroan diukur menurut standar kehati-hatian dan disertai I’tikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan
atau usaha perseroan. Dimana berdasarkan doktrin atau prinsip ultra vires, perseroan tidak diperkenankan melakukan perbuatan hukum yang melampui batas kekuasaan
atau kepentingan dan tujuan atau usaha perseroan.
13
Prinsip business judgment rule adalah suatu prinsip yang berasal dari sistem comman law dan merupakan derivative dari Hukum Korporasi di Amerika Serikat.
Konsep ini
mencegah pengadilan-pengadilan
di Amerika
Serikat untuk
mempertanyakan pengambilan keputusan usaha oleh Direksi, yang diambil dengan itikad baik.
Prinsip business judgment rule ini diatur dalam Pasal 97 ayat 5 huruf a, b, c, d, undang-undang no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Di Negara-Negara
yang menganut common law system acuan yang dipakai adalah standart of care atau standar kehati-hatian, dimana direksi telah bersikap dan bertindak melanggar standar
of care maka direksi tersebut telah dianggap melangar duty of carenya. Namun terhadap Direksi yang melanggar duty of care ada beberapa
pengecualian, hal ini lah yang disebut “Bussines Judgment Rule“ dimana berdasarkan Doktrin ini tidak semua perbuatan direksi dianggap melanggar prinsip Duty of care
12
Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi dalam Pengelolaan Perseroan, dalam http:bismar.wordpress.com20091223, diakses pada tanggal 9 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
17
apabila keputusan dan kebijakan direksinya berdasarkan pada prinsip kejujuran, I’tikad baik, tanggungjawab, dan tidak bertentangan dengan hukum serta selaras
dengan kepentingan dan tujuan atau usaha perseroan.
14
Dengan adanya business judgment rule maka setiap keputusan bisnis yang dibuat oleh direksi dianggap adalah merupakan keputusan yang telah diambil dengan
penuh kehati-hatian, dengan itikad baik dan kepercayaan bahwa keputusan tersebut diambil demi kepentingan perseroan semata-mata. Setiap pihak yang menyatakan
bahwa direksi telah melanggar kewajibannya harus membuktikannya. Untuk dapat menilai apakah telah terjadi pelanggaran terhadap business
judgment rule, maka harus ada standard of review yang menjadi dasar sewajarnya dan seharusnya dilakukan.
Doktrin fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan dalam Undang-Undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana
kepentingan pribadi seseorang yang diurus pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan bawahan sesaat. Maka di Negara-Negara common law seperti
Amerika Serikat yang mempunyai standar yang jelas untuk menentukan apakah seorang direktur dapat dimintai pertanggungjawabannya dalam tindakan yang di
ambilnya, yaitu didasarkan pada standar duty of loyality dan duty of care. Prinsip fiduciary duty diatur dalam pasal 97 ayat 1 dan 98 ayat 1 Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
13
Ibid, hal 18.
14
Ibid, hal 185.
Universitas Sumatera Utara
18
Semua hal yang dapat dikatakan sebagai pelanggaran yang menyebabkan tidak berlakunya businnes judgment rule adalah pelanggaran terhadap fiduciary duty
Direksi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa direksi yang melanggar fiduciary duty tidak dilindungi oleh business judgment rule.
Dari pengertian PT dalam UUPT, dapat diketahui bahwa PT sebagai kumpulan modal. Artinya, dalam badan usaha PT yang utama adalah modal, Modal
dibagi dalam bentuk saham. Oleh Karena itu siapa yang menguasai saham paling banyak dalam suatu PT dialah yang menentukan kebijakan PT. Kebijakan bisa
ditentukan lewat keputusan Direksi, Komisaris dan ataupun lewat keputusan Rapat Umum Pemegang Saham. Dalam pasal 1 butir 2 UUPT disebutkan :
“Organ Perseroan adalah Rapat umum Pemegang saham, direksi dan komisaris” Dari Pasal 1 butir 4 UUPT disebutkan :
“Rapat Umum Pemegang Saham , yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang tidak diberikan kepada direksi atau
dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.”
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan Rapat Umum Pemegang Saham
RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan.
Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili
Universitas Sumatera Utara
19
perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar perseroan terbatas.
15
Dengan demikian Direksi PT adalah : 1.
Wakil PT didalam dan di luar pengadilan . 2.
Bertanggungjawab atas pelaksanaan tujuan PT. 3.
Wajib membuat daftar pemegang saham .
16
Setiap jabatan memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang. Sudah barang tentu tugas dan kewajiban serta wewenang itu harus dilaksanakan dengan baik dan
apabila tugas dan kewajiban itu dilalaikan atau wewenang dan tangungjawab itu disalah gunakan maka akan membawa konsekuensi terhadap pejabat yang melalaikan
itu. Pejabat itu harus bertanggungjawab atas kelalaiannya atau penyalahgunaan kewenangannya itu. Demikian pula halnya dengan jabatan anggota Direksi suatu
perseroan. Oleh karena menjadi anggota direksi berarti menduduki suatu jabatan, maka sudah barang tentu orang yang menduduki jabatan anggota direksi itu harus
memikul tanggungjawab apabila tugas dan kewajiban itu dilalaikan atau apabila wewenangnya disalah gunakan.
Dalam pasal 92 dalam UUPT menentukan bahwa kepengurusan perseroan dilakukan oleh direksi. Selanjutnya menurut dalam undang-undang perseroan terbatas
dinyatakan bahwa direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik didalam maupun
15
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang edisi revisi ketiga , Bandung, Citra Aditya Bakti, 2008, hal 67.
16
Ibid, hal 55.
Universitas Sumatera Utara
20
diluar pengadilan. Dari ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa tugas dan kewajiban Direksi adalah mengurus perseroan dan berwenang mewakili perseroan.
Dalam undang-undang tersebut juga diketahui bahwa Direksi dalam menjalankan jabatannya harus berorientasi kepada kepentingan dan tujuan perseroan,
artinya kegiatan yang dilakukan dan keputusan yang diambil harus dilakukan demi kepentingan dan tujuan perseroan. Dengan landasan peraturan Perundang –
Undangan tersebut telah memberikan pagar bagi tugas yang harus dilaksanakan oleh direksi yang menjadi tanggungjawabnya. Pagar tersebut adalah “kepentingan
perseroan” dan “tujuan perseroan” dengan kata lain, Direksi tidak dibenarkan untuk melakukan hal-hal dengan mengatas namakan perseroan atau menggunakan
perseroan yang bertujuan bukan untuk kepentingan perseroan atau bertentangan dengan tujuan perseroan. Direksi tidak boleh mengedepankan kepentingan pribadi
atau pihak lain. Organ lain yang tidak kalah pentingnya dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas adalah Komisaris. Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan kepada direksi dalam menjalankan perseroan.
Dalam pasal 1 butir 6 UUPT disebutkan : “Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melaksanakan
pengawasan secara umum danatau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi.”
Dalam undang-Undang Perseroan Terbatas terdapat 2 dua unsur pokok yang harus diperhatikan oleh direksi yaitu adalah :
1. Kepentingan dan tujuanusaha perseroan.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Itikad baik dan penuh tanggung jawab.
17
Dalam teori tentang perseroan terbatas yang mutakhir mengenal kewajiban pengurusan perseroan dianut pendapat bahwa pengurus perseroan memiliki 2 dua
macam kewajiban, yaitu kewajiban yang secara tegas ditentukan oleh undang-undang Statutory duties dan fiduciary duties.
Menurut UUPT tersebut ditegaskan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Kalimat “Itikad baik dan penuh tanggung jawab” di dalam UUPT tidak
memiliki jabaran lebih jauh mengenai maksud atau kandungannya oleh karena itu maka perlu dilakukan kajian mengenai konsep tersebut, kajiannya dapat dilakukan
dengan menggali pustaka hukum dan putusan-putusan pengadilan mengenai prinsip yang serupa yang dianut negara - negara lain.
Karena itu yurisprudensi Indonesia belum menampilkan doktrin mengenai apa yang dimaksudkan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab yang dimaksud
dalam UUPT tersebut. Dinegara – negara yang menganut common low system acuan yang dipakai adalah “standard of care” atau “standart kehati-hatian”. Apabila direksi
telah bersikap dan bertindak melanggar standard of care maka direksi tersebut dianggap telah melanggar duty of carenya.
Hukum perseroan Amerika menganut pula azas duty of care pelanggaran terhadap duty of care sering disebut sebagai negligence dan berdasarkan itu diamerika
17
Ibid, hal 425
Universitas Sumatera Utara
22
juga dianut doktrin lain yang disebut business judgement rule dimana keduanya bekerja sama-sama sekalipun memang dirasakan sering berbenturan satu sama lain.
Menurut business judgement rule pertimbangan bisnis business judgement dari para anggota direksi tidak akan ditantang diganggu gugat atau ditolak oleh
pengadilan atau oleh para pemegang saham, dan anggota direksi tersebut tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena diambilnya suatu
pertimbangan bisnis Business judgement rule oleh anggota direksi
yang bersangkutan, sekalipun apabila pertimbangan itu
keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu. Seperti kecurangan Fraud, menimbulkan benturan kepentingan conlict of
interest, Melanggar hukum Illegality, kelalaian berat gros negligence dari anggota direksi yang bersangkutan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, Pasal 99 ayat
1, 2 dan 3 juga menegaskan bahwa : 1. Pengadaan barang dan jasa oleh BUMN yang menggunakan dana langsung
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
2. Direksi BUMN menetapkan tata cara pengadaan barang dan jasa bagi BUMN yang bersangkutan, selain pengadaan barang dan jasa sebagai mana dimaksud
pada ayat 1 berdasarkan pedoman umum yang di tetapkan oleh menteri. 3. Pedoman umum dan tata cara sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2
ditetapkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi dan transparan.
Universitas Sumatera Utara
23
Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan
kompetitif BUMN perlu menumbuhkan budaya profesionalisme melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik
good governance agar efisiensi dan produktivitasnya dapat lebih meningkat BUMN harus melakukan langkah-langkah restrukturisasi dan privatisasi untuk menciptakan
iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal, Sedangkan restrukturisasi perusahaan meliputi penataan kembali bentuk badan usaha,
kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan. Untuk pengaturan pedoman pengadaan barang dan jasa pada perusahaan
Badan Usaha Milik Negara telah diatur pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 45 tahun 2005 Tentang pendirian, pengurusan, pengawasan, dan
pembubaran BUMN pada pasal 99 dan secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-5MBU2008 tentang Pedoman
Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa ”pengadaan barangjasa adalah kegiatan pengadaan
barang dan jasa yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara yang pembiayaannya tidak menggunakan dana langsung dari APBNAPBD”. Dalam Pasal
2 juga disebutkan tentang prinsip-prinsip umum pengadaan barang dan jasa adalah efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil dan wajar, serta akuntabel, dan juga
disamping peraturan tersebut juga ada diatur dalam Undang-Undang Badan usaha milik Negara nomor 19 tahun 2003 serta dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45
Universitas Sumatera Utara
24
tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
Dengan terbitnya Undang-Undang BUMN Tahun 2003 diharapkan agar BUMN dapat dikelola secara profesional. Dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang
BUMN dijabarkan bahwa yang dimaksud dengan BUMN adalah : “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang
dipisahkan”.
Secara normatif dapat disebutkan bahwa BUMN adalah suatu badan usaha oleh karenanya berbagai undang – undang atau peraturan yang terkait dengan badan
usaha akan berlaku juga untuk BUMN. Badan Usaha Milik Negara dalam menjalankan kegiatannya juga mengacu pada ketentuan intern yang ditetapkan ketika
BUMN didirikan yakni Anggaran Dasar yang pada umumnya menjelaskan tentang modal, pengelolaan dan penggunaan dana hubungan kerja antara pemerintah dan
pihak swasta dalam bentuk kerjasama proses pengadaan barang dan jasa selalu menggunakan dan atau membuat sutau perjanjian kerjasama, yang di dalamnya
tertuang hak dan kewajiban antara para pihak. Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara adalah salah satu perusahaan milik
Negara yang sumber keuangannya berasal dari keuangan Negara. Maka oleh sebab itu dalam sistem pengeloaan keuangannya harus dilakukan dengan sistem terbuka dan
dapat di pertanggungjawabkan secara hukum. Biasanya pemerintah dan atau Badan Usaha Milik Negara BUMN dalam melakukan perjanjian kerjasama tersebut
membuat berupa kontrak kerja sebagai mana diatur dalam KUHPerdata, khususnya
Universitas Sumatera Utara
25
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat KUHPerdata memberikan kebebasan kepada pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
3. Dan menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya 4. Serta menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.
18
Dalam sistem hukum kontrak dikenal 5 azas penting dalam melakukan kontrak yakni: azas kebebasan berkontrak, azas konsesulisme, azas pacta sunt
servanda, azas I’tikad baik, azas kepribadian, dan sistem pengaturan hukum kontrak adalah sistem terbuka open system.
2. Konsepsi
Dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup dan
variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan, yaitu sebagai berikut :
1. Prinsip kehati-hatian merupakan suatu perbuatan atau tindakan yang di lakukan oleh Direksi dalam menjalankan tugas dan kewenangan perseroan
harus lebih hati-hati, serta memiliki tanggung jawab penuh atas kepercayaan atau amanah yang diberikan melalui Rapat Umum Pemegang Saham untuk
menjalankan perseroan sesuai dengan kepentingan dan tujuan perseroan,
artinya dengan kepercayaan tersebut apabila Direksi melakukan pelanggaran
18
Salim H.S. Hukum Kontrak Teori dan Tehnik Penyusunan kontrak, Jakarta, Sinar Grafika,2009, hal 8.
Universitas Sumatera Utara
26
prinsip kehati-hatian tersebut maka segala kerugian yang alami oleh perusahan dapat menjadi tanggung jawab Direksi secara tanggungrenteng
bahkan bertanggungjawab secara pribadi. 2. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik didalam maupun
di luar pengadilan. 3. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang
dipisahkan. 4. Pengadaan barangjasa adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa yang
prosesnya di mulai dari perencanaan kebutuhan sampai di selesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa, meliputi barang dan jasa
lainnya, pekerjaan
konstruksi dan
jasa konsultansi,
termasuk pengadaanpembelian tandar buah segar, karet yang di biayai dengan rapat
kerja anggaran perusahaan RKAP dan dilaksanakan oleh penyedia barang dan jasa melalui prosedur dan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang
berlaku di perusahaan. 5. Perusahaan Perseroan Persero, adalah Badan Usaha Milik Negara yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
Universitas Sumatera Utara
27
seluruh atau paling sedikit 51 lima puluh satu persen sahamnya di miliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
6. Fiduciary duty Direksi adalah suatu kepercayaan yang di berikan kepada Direksi untuk menjankan tuga dan kewenangan perusahaan, yang meliputi
ketelitian, I’tikad baik, dan keterbukaan. 7. Tanggungjawab Pribadi Direksi yaitu seorang anggota direksi bertanggung
jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan jika bersalah dalam menjalankan tugas dan lalai menjalankan tugasnya.
8. Business Judgment Rule adalah suatu doktrin yang melindungi direksi atas setiap keputusan bisnis yang merupakan transaksi perseroan selama hal
tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik.
9. Pedoman pengadaan barang dan jasa adalah suatu aturan secara teknis mengatur tentang proses pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan
Perundang-Undangan.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan itu dilandasi oleh metode
keilmuan.
19
19
Menurut Jujun S. Suriasumantri 1978 metode keilmuan ini merupakan gabungan antara pendekatan rasional dan empiris.Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah.
Universitas Sumatera Utara
28
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang didukung oleh data empiris. Pendekatan yuridis normative dilakukan cara terlebih
dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan hukum dan Perundang-Undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, sedangkan pendekatan empirisnya adalah
melihat hukum dari dalam penerapannya pada pengadaan barang dan jasa di PT. Perkebunan Nusantara III persero termasuk pada perjanjian kerjasama antara PT.
Perkebunan Nusantara III persero dengan rekanan.
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Spesifikasi jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normative, dimana fokus permasalahan penelitian adalah peraturan-peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Badan Usaha Milik Negara serta doktrin-doktrin atau teori-teori yang mendukung
argumentasi penelitian ini, khususnya prinsip kehati-hatian bagi seorang direksi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam sebuah perusahaan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, dengan demikian dalam penelitian ini tidak hanya ditujukan untuk mendeskripsikan secara akurat dan sistematik gejala - gejala
dan fenomena hukum terkait penerapan prinsip kehati-hatian dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara III Persero
di Medan, tetapi juga menganalisis masalah-masalah yang sudah ditentukan.
2. Sumber DataBahan Hukum
Penelitian tesis ini mempergunakan data sekunder sebagai data utama dan didukung dengan data primer berupa wawancara kepada Kepala Bagian Manajemen
Universitas Sumatera Utara
29
Resiko, Kepala Bagian Satuan Pengawalan Internal PTPN III dan Kepala Bagian Pelelangan sebagai data pendukung analisis. Adapun bahan hukum primer, sekunder,
serta tertier yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer terdiri dari : Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha milik Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005
tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor
PER-05MBU2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, dan Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
BarangJasa Pemerintah, dan Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Persero nomor 3.11SKPTS032011 tentang Pedoman
Pengadaan Barang dan Jasa PT. Perkebunan Nusantara III Persero. b. Bahan hukum sekunder, yakni yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan dengan penelitian.
c. Bahan hukum tertier adalah berupa kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa inggris dan artikel-artikel lainnya yang berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri, yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder.
Universitas Sumatera Utara
30
3. Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data sekunder bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan library research. Dimana
tehnik ini dipergunakan untuk mendapatkan konsepsi teori dan ataupun doktrin, beberapa pendapat dan pemikiran yang memiliki landasan berfikir, sedangkan data
primer sebagai data penunjang dikumpulkan dengan menggunakan tehnik wawancara dengan alat pengumpulan data berupa wawancara, dengan alat pengumpul data
adalah pedoman wawancara guide interview
4. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data sekunder menggunakan bahan hukum dengan menggunakan study dokumen di kantor direksi PTPN III sedangkan pengumpulan
data primer dalam penelitian ini dipergunakan instrument pedoman wawancara guide interview.
Pedoman wawancara yang dilakukan adalah berhubungan tentang pokok masalah yang dibahas dalam penelitian ini yang dipersiapkan terlebih dahulu.
Wawancara ini dilakukan terhadap kantor Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara III Persero di Medan antara lain Kepala Bagian Manajemen Resiko, Kepala Bagian
Satuan Pengawasan Internal, Kepala Bagian Pelelangan, dan termasuk beberapa rekanan serta perusahaan di lingkungan PTPN III Persero yang melakukan
perjanjian kerja sama dalam proses pengadaan barang jasa.
5. Analisis Data
Setelah data primer dan data sekunder terkumpul, kemudian diperiksa untuk mengetahui apakah informasi yang diperoleh benar-benar dapat dipercaya secara
akurat validitas. Data - data yang sifatnya kualitatif dicatat satu persatu untuk dinilai
Universitas Sumatera Utara
31
kemungkinan persamaan jawaban seperti faktor yang menyebabkan adanya pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam menjalankan bisnis di perseroan terbatas
menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Setelah data dipilah dan diolah, kemudian dianalisis serta ditafsirkan secara logis dan sistematis
dengan metode induktif dan deduktif. Analisis data secara logis berarti cara berfikir yang digunakan
harus searah serta tetap dan tidak berubah dan tidak ada pertentangan didalamnya, sehingga kesimpulan yang ditarik bisa dipertanggung jawabkan secara rasional.
Sistematis maksudnya setiap analisis saling berkaitan satu sama lain. Dengan metode induktif maksudnya dari data yang khusus ditarik kesimpulan umum setelah
dihubungkan dengan study kepustakaan mengenai Prinsip kehati-hatian direksi
dalam perjanjian kerja sama untuk proses pengadaan barang dan jasa selanjutnya bagaimana ketentuan UUPT dan peraturan lain yang berkaitan dengan perseroan
terbatas. Dengan adanya metode induktif dan deduktif ini maka akan diperoleh
persesuaian tentang bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan perseroan terbatas, dari pembahasan dan analisis ini akan diperoleh kesimpulan yang
memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
32
BAB II PRINSIP KEHATI – HATIAN DALAM PERATURAN PENGADAAN