30
3. Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data sekunder bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan library research. Dimana
tehnik ini dipergunakan untuk mendapatkan konsepsi teori dan ataupun doktrin, beberapa pendapat dan pemikiran yang memiliki landasan berfikir, sedangkan data
primer sebagai data penunjang dikumpulkan dengan menggunakan tehnik wawancara dengan alat pengumpulan data berupa wawancara, dengan alat pengumpul data
adalah pedoman wawancara guide interview
4. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data sekunder menggunakan bahan hukum dengan menggunakan study dokumen di kantor direksi PTPN III sedangkan pengumpulan
data primer dalam penelitian ini dipergunakan instrument pedoman wawancara guide interview.
Pedoman wawancara yang dilakukan adalah berhubungan tentang pokok masalah yang dibahas dalam penelitian ini yang dipersiapkan terlebih dahulu.
Wawancara ini dilakukan terhadap kantor Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara III Persero di Medan antara lain Kepala Bagian Manajemen Resiko, Kepala Bagian
Satuan Pengawasan Internal, Kepala Bagian Pelelangan, dan termasuk beberapa rekanan serta perusahaan di lingkungan PTPN III Persero yang melakukan
perjanjian kerja sama dalam proses pengadaan barang jasa.
5. Analisis Data
Setelah data primer dan data sekunder terkumpul, kemudian diperiksa untuk mengetahui apakah informasi yang diperoleh benar-benar dapat dipercaya secara
akurat validitas. Data - data yang sifatnya kualitatif dicatat satu persatu untuk dinilai
Universitas Sumatera Utara
31
kemungkinan persamaan jawaban seperti faktor yang menyebabkan adanya pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam menjalankan bisnis di perseroan terbatas
menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Setelah data dipilah dan diolah, kemudian dianalisis serta ditafsirkan secara logis dan sistematis
dengan metode induktif dan deduktif. Analisis data secara logis berarti cara berfikir yang digunakan
harus searah serta tetap dan tidak berubah dan tidak ada pertentangan didalamnya, sehingga kesimpulan yang ditarik bisa dipertanggung jawabkan secara rasional.
Sistematis maksudnya setiap analisis saling berkaitan satu sama lain. Dengan metode induktif maksudnya dari data yang khusus ditarik kesimpulan umum setelah
dihubungkan dengan study kepustakaan mengenai Prinsip kehati-hatian direksi
dalam perjanjian kerja sama untuk proses pengadaan barang dan jasa selanjutnya bagaimana ketentuan UUPT dan peraturan lain yang berkaitan dengan perseroan
terbatas. Dengan adanya metode induktif dan deduktif ini maka akan diperoleh
persesuaian tentang bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan perseroan terbatas, dari pembahasan dan analisis ini akan diperoleh kesimpulan yang
memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
32
BAB II PRINSIP KEHATI – HATIAN DALAM PERATURAN PENGADAAN
BARANG DAN JASA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA III PERSERO
A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum 1.
Kedudukan PT Sebagai Badan Hukum Mandiri
Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham. Sebagai badan hukum, perseroan terbatas dianggap layaknya orang-perorangan secara individu yang dapat melakukan
perbuatan hukum sendiri, memiliki harta kekayaan sendiri, dan dapat dituntut serta menuntut di depan pengadilan.
Badan hukum, dalam bahasa Belanda “Rechtspersoon” adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang
pribadi.
20
Badan hukum sendiri pada dasarnya adalah suatu badan yang dapat memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan perbuatan seperti
manusia, memiliki kekayaan sendiri dan di gugat dan menggugat didepan pengadilan.
21
Untuk menjadi badan hukum, perseroan terbatas harus memenuhi persyaratan dan tata cara pengesahan PT sebagaimana diatur dalam UUPT, yaitu pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Tata cara tersebut antara lain
20
Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung, PT.Eresco, 1993, hal 10
32
Universitas Sumatera Utara
33
pengajuan dan pemeriksaan nama PT yang akan didirikan, pembuatan Anggaran Dasar, dan pengesahan Anggaran Dasar oleh Menteri.
Perseroan sebagai badan usaha yang terdiri dari asosiasi modal yang oleh undang-undang diberi status sebagai badan hukum. Artinya, dalam tataran teoritis
dapat di jelaskan bahwa dengan perseroan terbatas sebagai subyek hukum berarti ia mempunyai kapasitas hukum legal standing untuk hadir di depan pengadilan dalam
hal ia menggugat dan digugat oleh pihak lain.
22
Pada “teori organ” Organ theory yang dikemukakan van Gierkie yang berpendapat, Perseroan sebagai badan hukum adalah “realita sesungguhnya”, yang
sama halnya dengan sifat kepribadian manusia. Sebab seperti halnya personalitas manusia, Perseroan sebagai badan hukum, juga mempunyai maksud, tujuan dan
kehendak seperti halnya manusia.
23
Perseroan Terbatas mempunyai kedudukan mandiri, oleh undang-undang diberi “standi persona”. Oleh undang-undang, PT dijadikan subyek hukum mandiri
disamping manusia orang perorangannya. Padahal apa yang dinamakan PT suatu badan belaka. Badan dengan karakteristik demikian inilah yang biasa dinamakan
“Badan hukum”.
24
21
Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung, Alumni, 1987, hal 19
22
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, CV Nuansa Aulia, 2006, Hal 33
23
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendirian Perseroan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, Mei, 2002, Hal 27
24
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001, Hal 27
Universitas Sumatera Utara
34
Menurut paham teori organ dinyatakan bahwa badan hukum adalah suatu organisme yaitu “lebenseinheit”. Adapun organ badan hukum, dalam hal perseroan
organ dimaksud adalah RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris, memungkinkan perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas selaku subyek hukum mendiri seperti
halnya manusia yang bertindak dengan memakai organ-organnya tangan, mulut, otak, dsb.
25
a. Tinjauan Tentang Badan Hukum
Dalam ilmu hukum ada dikenal dua subjek hukum, yaitu orang naturlijk persoon dan badan hukum recht persoon. Mengenai definisinya, badan hukum atau
legal entity atau legal person dalam Black’s Law Dictionary dinyatakan sebagai a body, other than a natural person, that can function legally, sue or be sued, and make
decisions through agents.
26
Yang mendorong terbentuknya suatu pengertian badan hukum adalah sudah tentu pertama-tama, bahwa manusia juga didalam hubungan hukum privat tidak
hanya berhubungan terhadap sesama manusia saja, tetapi juga terhadap persekutuan. Dan jika sekarang kepada sesuatu golongan hak milik atau suatu hak lain diakui,
sama seperti halnya yang berlaku bagi suatu individu, maka golongan itu
25
Fred B.G. Tumbuan, Tugas Dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut Undang – Undang Tentang Perseroan Terbatas, News Letter, Hukum Dan Perkembangannya No 70, September
2007, Hal 16
26
Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung, Alumni, 1986, hal 9
Universitas Sumatera Utara
35
menampakkan kepada hukum itu sebagai suatu subjek baru, sebagai suatu badan hukum.
27
Menurut UUPT baru, PT memiliki status sebagai badan hukum jika Akta Pendirian perseroan tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman. Ini berarti
secara prinsip pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh
karenanya tidak bertanggung jawab atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan. Para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas penyetoran penuh dari
nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.
28
Menurut Jimly Asshiddiqie mengemukan ada dua syarat untuk adanya sebuah badan hukum, yakni : 1 syarat materil dan 2 syarat formil. Syarat materil berkaitan
dengan substansi dan badan hukum itu, yang meliputi : adanya kekayaan yang terpisah, tujuan yang ideal, kepentingan dan organisasi pengurus. Syarat formil
berkaitan dengan pendaftaran badan hukum untuk memperoleh status badan hukum, untuk memperoleh status badan hukum perseroan terbatas harus disahkan oleh
Menteri Hukum dan HAM RI
29
HMN. Purwosutjipto mengemukakan beberapa syarat agar suatu badan dapat dikateegorikan sebagai badan hukum, salah satu syarat terpenting tersebut adalah
adanya harta kekayaan hak-hak dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan
27
R.Ali Rido, Badan Hukum Dan kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung, Alumni, April, 1977, hal 5
28
Ahmad Yani Dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 10
Universitas Sumatera Utara
36
kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan hukum itu. Tegasnya ada pemisahan kekayaan perusahaan dengan kekayaan pribadi sekutu atau pendiri.
30
b. Status badan hukum Perseroan Terbatas Dari ketentuan pasal 1 angka 1 sangat jelas disebutkan bahwa PT merupakan
badan hukum. Perseroan merupakan suatu bentuk legal form yang didirikan atas fiksi hukum legal fiction bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama
dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan natural person. c.
Implikasi Status Badan Hukum Perseroan Terbatas Dengan dimulainya status badan hukum PT, maka ada beberapa implikasi
yang timbul terhadap beberapa pihak yang terkait di dalam PT. Implikasi tersebut berlaku terhadap pihak – pihak berikut ini :
1 Pemegang Saham PT Setelah PT berstatus sebagai badan hukum, sesuai dengan ketentuan Pasal 3
ayat 1 UUPT maka pemegang saham PT tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan serta tidak bertanggung jawab atas
kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Dalam Pasal 3 ayat 2 menyatakan bahwa :
“Ketentuan sebagaimana di maksud pada ayat 1 tidak berlaku apabila : a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hokum belum atau tidak terpenuhi;
29
Jimly Asshiddiqie, dalam H.Salim H.S, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta, Rajawali, 2010, hal 186
30
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Jakarta, Djambatan, 1982, Hal 63
Universitas Sumatera Utara
37
b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara
melawan hokum
menggunakan kekayaan
Perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.”
Dalam pasal 3 ayat 2 dengan tidak lain menegaskan tidak menutup kemungkinan akan hapusnya tanggung jawab terbatas tersebut apabila terbukti terjadi
hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini. 2 Pendirian PT
Pendirian PT dilakukan berdasarkan perjanjian, sebagai sebuah perjanjian, pendiri PT harus dilakukan oleh lebih dari satu orang yang saling berjanji untuk
mendirikan perseroan, dan mereka yang berjanji itu memasukan modalnya ke dalam perseroan dalam bentuk saham. Perjanjian tersebut harus dibuat dalam bentuk akta
notaris dalam bahasa Indonesia, notaris yang dimaksud adalah notaris yang wilayah kerjanya sesuai dengan domisili perseroan, agar sah menjadi badan hukum, akta
notaris itu harus disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Pendirian suatu perseroan harus memenuhi syarat – syarat yang telah diatur
dalam pasal 7 UUPT, Status badan hukum PT juga berpengaruh terhadap keterbatasan tanggung jawab dari para pendiri PT. Berdasarkan Pasal 11 UUPT,
Universitas Sumatera Utara
38
setelah PT berstatus sebagai badan hukum maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri PT pada masa
sebelum PT disahkan sebagai badan hukum yaitu: pertama, perbuatan hukum tersebut mengikat PT setelah PT menjadi badan hukum, dengan persyaratan :
1. PT secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri
2. PT secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri walaupun perjanjian tidak
dilakukan atas nama PT; atau 3. PT mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas
nama PT. Kemungkinan yang kedua, perbuatan hukum tersebut tidak diterima, tidak diambil alih atau tidak dikukuhkan oleh PT, sehingga masing-
masing pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul. Kalau kemungkinan kedua ini
yang terjadi maka pertanggungjawaban dari pendiri terhadap PT menjadi tanggung jawab pribadi.
4. Direksi PT, menurut ketentuan Pasal 1 butir 4 UUPT adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
39
Sebagaimana halnya tanggung jawab terbatas pemegang saham PT, keterbatasan tanggung jawab itu juga berlaku terhadap anggota direksi meskipun
tidak secara tegas dinyatakan dalam pasal – pasal UUPT. Hal tersebut dapat diketahui dari Pasal 97 ayat 3 UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota direksi
bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 2. Dari ketentuan itu secara acontrario dapat di artikan bahwa apabila anggota direksi tidak bersalah dan tidak lalai menjalankan tugasnya, maka berarti direksi tidak
bertanggung jawab penuh secara pribadi. Selama direksi menjalankan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung
jawab, maka anggota direksi tetap mempunyai tanggung jawab yang terbatas yang merupakan ciri utama dari PT.
Dalam pasal 95 ayat 5 Undang – Undang Perseroan Terbatas mengatur bahwa;
”Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 3 apabila dapat membuktikan :
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuia dengan maksud dan tujuan Perseroan c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian, dan
Universitas Sumatera Utara
40
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut”.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini berdasarkan business judgement rule pertimbangan bisnis para anggota direksi tidak dapat ditantang atau diganggu gugat
atau ditolak, baik oleh pengadilan maupun pemegang saham. Para anggota direksi tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah
diambilnya suatu pertimbangan bisnis oleh anggota direksi yang bersangkutan sekalipun pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu. Business judgement
rule pokoknya mengasumsikan bahwa dalam membuat suatu keputusan bisnis, direksi dari suatu perusahaan bertindak atas dasar informasi yang dimilikinya, dengan
itikad baik dan dengan keyakinan bahwa tindakan yang di ambil adalah semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Doktrin ini prinsipnya mencegah campur tangan
judisial terhadap tindakan direksi yang didasari itikad baik dan kehati-hatian dalam rangka mencapai tujuan perusahaan yang sah menurut hukum.
31
2. Tugas Dan Tanggung Jawab Organ – Organ PT