Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
99 Kegiatan asesmen dilaksanakan dengan cara menggali informasidata
kemampuan siswa dengan mencermati hasil raport dan diskusi dengan guru terdahulu. Hasil asesmen digunakan menelaah KD untuk menentukan indikator
pencapaian yang sesuai dengan kemampuan siswa. Kegiatan telaah KD dari asesmen yang pertama ini digunakan untuk menyusun silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran RPP pada awal semester. Penyusunan RPP dikembangkan sendiri oleh guru berdasarkan silabus yang sudah disusun. Setelah
menyusun silabus dan RPP dikoreksi oleh wakil kepala sekolah bagian kurikulum, kemudian ditandatanganidisahkan oleh kepala sekolah.
Sedangkan, asesmen yang kedua dilakukan sebelum pembelajaran efektif berdasarkan pada pedoman kurikulum SDLBC. Asesmen yang kedua dilakukan
dengan metode tanya jawab dengan siswa untuk mengetahui kemampuan siswa. Kegiatan asesmen ini merupakan telaah KD yang diterapkan saat pembelajaran
efektif dan telah disesuaikan dengan kemampuan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Endang Rochyadi 2005: 145 bahwa perencanaan individual yang
dilakukan salah satunya berbasis pada analisis kurikulum tertentu dengan hasil asesmen.Namun, hasil asesmen yang kedua ini diterapkan saat proses
pembelajaran berlangsung. Penyusunan silabus dan RPP setelah asesmen yang kedua tidak dilakukan refleksi dan perbaikan.
Mary A. Felvey dalam Endang Rochyadi, 2005: 65 mengemukakan metode pengumpulan informasidata siswa harus mempertimbangkan tiga hal
penting yaitu: 1 waktu pelaksanaan asesmen yang dilakukan secara terus- menerus sehingga dapat menentukan program pembelajaran yang sesuai dan
100 fungsional bagi anak. 2 tempat asesmen dilakukan dalam situasi yang alamiah,
seperti; di rumah, di dalam kelas, di halaman sekolah, di dalam atau di luar kantin, di asrama, dsb. 3 metode dan teknik menjadi pertimbangan saat
melakukan asesmen, beberapa teknik dapat digunakan dalam melakukan asesmen, diantaranya: observasi, wawancara, dan tes. Namun, hal ini belum dapat optimal
dilaksanakan dalam asesmen karena informasi diperoleh guru masih terbatas melalui tes tanya jawab dengan siswa. Setelah hasil asesmen diperoleh, proses
perencanaan pembelajaran selanjutnya adalah menelaah KD. Kegiatan menelaah KD dilakukan dengan membuat keputusan tentang kegiatan pembelajaran pada
saat itu. Guru cenderung menggunakan intuisi dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini menyebabkan pencapaian tujuan bagi setiap siswa kurang dapat optimal.
KTSP menerapkan pembelajaran tematik yaitu antar mata pelajaran harus berkaitan dan terikat dengan tema tertentu. guru membuat tema dahulu lalu
memilih KD-KD yang sudah ditelaah sesuai dengan tema yang ditentukan oleh guru. Hal ini sesuai dengan salah satu pendapat Deni Kurniawan 2014: 103
bahwa penentuan tema dapat ditentukan terlebih dahulu kemudian disesuaikan dengan kompetensi dasar KD.
Berdasarkan hasil analisis dokumen RPP yang oleh guru sudah sesuai dengan PP No.1 tahun 2008, meliputi: identitas mata pelajarantema
pembelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, komponen asesmenkemampuan awal siswa. Perencanaan yang dibuat guru sudah mencantumkan asesmen kemampuan
101 awal. Perencanaan tidak dapat sepenuhnya diterapkan dalam perencanaan
pembelajaran siswa tunagrahita kategori ringan. Secara keseluruhan, perencanaan bagi tunagrahita kategori ringan selalu
memerlukan refleksi dan perbaikan. Hal ini juga disebabkan karena hasil asesmen yang mengacu pada pedoman kurikulum tidak direkap sehingga pencapaian tujuan
belajar dalam perencanaan menjadi kabur. Agar pencapaian siswa tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan siswa, maka perlu membuat catatan harian yang benar-
benar menggambarkan kondisi siswa saat itu sehingga dapat dijadikan sebagai refleksi terhadap perencanaan berikutnya.
Kegiatan kedua
setelah perencanaan,
adalah pelaksanaan
pembelajaran.KTSP merupakan kurikulum operasional yang sepenuhnya disusun, dilaksanakan, dievalusi oleh guru.Hasil observasi dan wawancara dapat
disimpulkan bahwa guru masih menggunakan cara mengajar konvensional. Meskipun demikian, guru berupaya untuk menyesuaikan pembelajaran dengan
kemampuan anak.Sebelum pelaksanaan pembelajaran guru telah untuk memenuhi syarat yang ditetapkan dalam permendiknas No. 1 Tahun 2008.
a Rombong Belajar Jumlah maksimal siswa setiap rombongan belajar adalah:
SDLB : 5 siswa
SMPLB : 8 siswa
SMALB : 8 siswa
102 b Beban Kerja Guru
Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan, melaksanakan, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih siswa,
serta melaksanakan tugas tambahan. c Buku teks pelajaran
1 Buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh sekolah dipilihmelalui musyawarah guru dan komite sekolah.
2 Buku teks pelajaran dipilih dan dimodifikasi sesuai taraf kemampuan membaca siswa dan satuan pendidikan.
3 Guru menggunakan buku panduan, buku pengayaan, buku referensi, dan pengalaman langsung serta sumber belajar lainnya.
4 Guru membiasakan siswa menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain.
d Pengelolaan kelas 1 Guru mengatur tempat duduk sesuai karakteristik siswa;
2 Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan jelas;
3 Tutur kata guru santun dan dapat dimengerti; 4 Guru menjadwalkan waktu untuk melakukan asesmen serta menyusun
dan melaksanakan Program Pembelajaran Individual PPI; 5 Guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan
belajar sesuai daya tangkap siswa;
103 6 Guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan,
dan keputusan pada peraturan dalam maenyelenggarakan proses pembelajaran melalui program bina diri;
7 Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung;
8 Guru menghargai pendapat siswa; 9 Guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi;
10 Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan dalam PPI.
Guru selalu berupaya memenuhi persyaratan pembelajaran, kecuali dalam pengelolaan kelas yaitu menjadwalkan waktu untuk melakukan asesmen serta
menyusun dan melaksanakan Program Pembelajaran Individual PPI. Guru menyusun dan melaksanakan PPI belum secara optimal. Dalam menyusun PPI
menggunakan RPP tematik secara klasikal dan pelaksanaannya yang secara individual ketika pemberian tugas sesuai level kemampuan siswa. Selanjutnya
menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dan keputusan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran melalui program
bina diri, belum dapat peneliti pastikan karena selama peneliti berada di lapangan program bina diri belum dilaksanakan.
Pelaksanaan pembelajaran KTSP yang dilaksanakan oleh guru terdiri dari tiga kegiatan yaitu, kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup. Hal ini sudah sesuai
dengan permendiknas No. 1 tahun 2008 yang menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran terdapat tiga kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.
104 Dalam kegiatan awalpendahuluan, kegiatan yang dilakukan antara lain,
menyiapkan kondisi siswa secara psikis dan fisik, guru mengatur posisi duduk dengan tujuan menenangkan siswa supaya pembelajaran berjalan efektif.
Kemudian berdoa sebelum memulai pelajaran. Kegiatan awal selanjutnya adalah melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, tetapi dalam
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak mengaitkan dengan materi yang akan dipelajari. Kegiatan selanjutnya yaitu menyampaikan cakupan materi.Akan
tetapi, tidak menyampaikan tujuan mempelajari materi. Kemudian, guru melakukan absensi siswa dengan memanggil nama satu per satu. Sebelum
memulai pembelajaran guru selalu menanyakan hari, tanggal, bulan dan tahunbertujuan agar siswa dapat memiliki pengetahuan waktu. Hal ini sudah
sesuai dalam Permendiknas No. 1 tahun 2008, kegiatan pendahuluan bagi siswa tunagrahita kategori ringan adalah sebagai berikut.
a Guru mengawali kegiatan belajar mengajar dengan menyapa dan memberi salam kemudian berdoa bersama.
b Menyiapkan kondisi siswa secara psikis dan fisik, seperti kegiatan memeriksa ketersediaan alat belajar, sikap tubuh, dan menuntun gerak prompting sesuai
derajat kelainan. c Melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari. d Guru mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang siswa
miliki.
105 e Menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran dalam kehidupan sehari-
hari sesuai kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi siswa. f Menyampaikan cakupan materi dan kegiatan berdasarkan layanan individual
yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Hanya saja terdapat beberapa kegiatan yang belum dapat dilaksanakan oleh guru
yaitu poin d dan poin e. Akan tetapi dalam kegiatan awal guru menambahkan kegiatan seperti memberi pesan moralkepada siswa berupa nasihat. Hal ini sesuai
dengan konsep kurikulum tersembunyi yaitu dalam mencapai pembelajaran yang bermakna dapat diaplikasikan melalui tingkah laku, sikap, cara bicara, dan
perlakuan guru terhadap siswa yang mengandung pesan moral Khairun Nisa, 2009: 78. Dalam hal ini dapat disampaikan juga dengan memberikan nasihat bagi
siswa tunagrahita. Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan inti, dalam pelaksanaan pembelajaran
guru menggunakan pendekatan tertentu. Pendekatan tematik pada kurikulum SDLB diberikan agar siswa mendapatkan pengalaman belajar secara holistik
utuh sehingga materi yang diperoleh siswa dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, penyampaian materi di kelas II SDLBC SLB Rela Bhakti I
dilakukan dengan cara memilih KD mata pelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran memfokuskan pada satu mata pelajaran
separatif. Guru kesulitan menerapkan pembelajaran tematik integratif karena kurang memahami cara menyampaikan materi yang mengaitkan antar mata
pelajaran.
106 Pada permendiknas No. 1 Tahun 2008 tercantum proses pembelajaran untuk
mencapai KD yang dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, motivasi siswa untuk berpatisipasi aktif. Kegiatan ini dilakukan secara
sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Pada kelas II SDLBC juga dilaksanakan sesuai dengan permendiknas, tetapi masih
banyak hambatan dan kekurangan dalam pelaksanaan di kelas. Berdasarkan Permendiknas No. 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses
Pendidikan Khusus kegiatan eksplorasi meliputi: kesempatan memperoleh pengalaman belajar langsung, menggunakan pendekatan bermain sambil
belajar atau lainnya secara bervariasi dan menyenangkan dengan menggunakan media yang menarik, memfasilitasi interaksi, melibatkan siswa dalam setiap
kegiatan pembelajaran agar berpartisipasi secara aktif, memfasilitasi siswa melakukan eksplorasi di berbagai tempat dan dalam setiap kegiatan. Akan
tetapi, pelaksanaan di kelas II SDLBC dalam menyampaikan materi inti kepada siswa kurang bervariatif. Dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas guru
menggunakan metode konvensional yaitu metode ceramah dan tanya jawab. Siswa dilibatkan secara aktif oleh guru dengan metode tanya jawab setelah guru
menyampaikan materi pada siswa. Guru memberi contoh-contoh dari pokok bahasan tersebut. Dalam penyampaian materi juga memerlukan media
pembelajaran sebagai penyampai pesan. Menurut Azhar Arsyad 2011: 4 media merupakan alat yang digunakan sebagai pengantar pesan-pesan pembelajaran dari
guru kepada siswa. Selain itu, mengenai media yang digunakan pada anak tunagrahita kategori ringan adalah media yang konkret karena keterbatasan
107 kemampuan berpikir secara abstrak. Media yang konkret berarti media yang nyata
tidak abstrak. Akan tetapi, penggunaan media yang dimanfaatkan belum optimal berupa papan tulis, spidol, buku tulis siswa dan benda yang terbatas ada di ruang
kelas. Kegiatan elaborasi dilaksanakan guru dengan membiasakan siswa untuk
melakukan kegiatan menulis dan menghitung. Dalam kegiatan menulis siswa menyalin tulisan dari papan tulis ke buku masing-masing. Sedangkan kegiatan
menghitung, siswa menghitung angka-angka dengan simbol matematika berupa penjumlahan +, pengurangan -, dan sama dengan =. Hal ini sesuai dengan
Permendiknas No. 1 Tahun 2008 yaitu membiasakan siswa dalam kegiatan yang fungsional seperti membaca, menulis, dan menghitung sederhana sebagai kebiasaan
hidup sehari-hari. Namun, kegiatan menulis dan menghitung tersebut kurang bermakna dalam pemanfaatan di kehidupan sehari-hari karena hanya menghitung
angka-angka dengan simbol matematika. Sedangkan, kegiatan membaca belum dapat fokus diberikan pada siswa. Hal ini disebabkan apabila guru fokus mengajarkan
membaca pada satu siswa maka siswa yang lain akan membuat kegaduhan. Selanjutnya, kegiatan yang dilakukan setelah selesai menulis atau mengerjakan
soal dikumpulkan di meja guru lalu dinilai guru sebagai apresiasi kepada siswa secara individual. Hal ini sesuai dengan permendiknas No. 1 Tahun 2008 yaitu
memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok. Penyajian hasil kerja dengan penyerahan tugas kepada guru untuk dikoreksi. Selain
itu, guru berupaya menumbuhkan sikap percaya diri siswa diberikan kesempatan untuk mengerjakan soal-soal yang telah diberikan oleh guru di depan kelas. Hal
108 ini sesuai dengan Permendiknas No. 1 Tahun 2008, yaitu memfasilitasi siswa
melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri siswa. Selain itu, metode juga memiliki pengaruh yang besar terhadap
penyampaian materi kepada siswa dalam pembelajaran. Metode pembelajaran bagi anak tunagrahita sebaiknya dengan analisis tugas. Permendiknas No. 1 Tahun
2008 menyebutkan dalam menyusun analisis tugas sesuai dengan kondisi dan potensi siswa baik akademik maupun non akademik. Analisis tugas merupakan
proses memecah tugas pembelajaran yang kompleks menjadi bagian-bagian mendasar sehingga siswa dapat menguasai tiap tahapan Arends, 2013. Hal ini
menerangkan bahwa analisis tugas merupakan tahapan pembelajaran yang dilaksanakan guru dari hal yang paling mudah ke hal yang sukar, dari materi yang
sederhana ke materi yang kompleks karena tunagrahita kategori ringan mampu melakukan kegiatan yang sederhana dan bertahap. Akan tetapi, penerapan metode
di kelas II SDLBC hanya dengan metode konvensional atau metode tradisional, dimana siswa pasif mendengarkan penjelasan guru. Metode pembelajaran
diterapkan adalah metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Dalam dokumen silabus dan RPP sudah dicantumkan pendekatan tematik,
namun ketika pelaksanaan belum dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena guru kesulitan mengaplikasikan dalam pembelajaran. Guru masih menerapkan
pembelajaran per bidang studi tidak saling berkaitan dengan mata pelajaran lain separatif.
Selanjutnya, kegiatan konfirmasi yang dilaksanakan guru berupa umpan balik sudah dilakukan sekaligus pada saat guru menilai hasil pekerjaan siswa.
109 Guru memberikan umpan balik dengan mengoreksi hasil pekerjaan siswa
sekaligus memberikan penguatan positif kepada siswa. Hal ini sesuai dengan Permendiknas No. 1 Tahun 2008, yaitu memberikan umpan balik positif dan
penguatan dalam terhadap keberhasilan siswa. Namun, umpan balik terkadang tidak diberikan pada siswa karena keterbatasan waktu. Penguatan dalam
pelaksanaan pembelajaran guru memberikan secara verbal berupa pujian pada siswa apabila dapat menjawab pertanyaan.
Guru memberikan motivasi kepada siswa secara verbal agar siswa mau mengerjakan instruksi yang diberikan oleh guru dalam bentuk tugas tertulis atau
menjawab pertanyaan secara lisan. Hal ini sesuai dengan permendiknas No. 1 tahun 2008, yaitu memberikan motivasi kepada siswa yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Komunikasi antara guru dan siswa menggunakan bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Bahasa Jawa yang digunakan
diberikan dalam bentuk krama alus bahasa Jawa yang memiliki tingkat tertinggi. Namun, kadang juga menggunakan Bahasa Jawa Ngoko. Hal ini sesuai dengan
Permendiknas No. 1 Tahun 2008 guru menjawab pertanyaan siswa yang menghadapi kesulitan dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar sesuai
kemampuan berbahasa dan komunikasi. Secara keseluruhan guru sudah berupaya melaksanakan kegiatan
konfirmasi sesuai Permendiknas No. 1 Tahun 2008. Namun,terdapat beberapa hal yang belum dapat dilaksanakan, yaitu guru belum memberikan pengalaman yang
bermakna pada siswa dalam mencapai kompetensi. Hal ini disebabkan karena
110 penyampaian materi kepada siswa masih terbatas dengan metode konvensional,
sehingga kegiatan belajar siswa pasif mendengarkan penjelasan guru. Kegiatan akhir yaitu kegiatan penutup, dalam Permendiknas No. 1 Tahun
2008, yaitu melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran individual. Guru melakukan penilaian terhadap pembelajaran individual sekaligus pada kegiatan
penyajian tugas individual pada kegiatan konfirmasi. Permendiknas No. 1 Tahun 2008 menyebutkan bahwa merencanakan kegiatan tindak lanjut, meliputi:
pengulangan pembelajaran, pencatatan dan penilaian anekdot serta layanan individual lainnya sesuai hasil belajar siswa. Akan tetapi, penilaian anekdot atau
anekdotal record belum dilaksanakan oleh guru. Layanan individual lain seperti adanya catatan kemajuan siswa dan catatan kasus tidak dilampirkan.
Secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran belum dapat berjalan optimal. Penyusunan silabus dan RPP seharusnya direvisi setelah pelaksanaan
pembelajaran dengan catatan-catatan kemajuan belajar siswa, catatan anekdot, catatan kasus yang dibuat guru selama pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dapat
membantu guru untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan pada RPP. Apabila belum dapat mencapai
maka guru dapat merefleksi kekurangan selama pembelajaran. Perencanaan yang telah dirancang tidak selalu menjadi acuan guru dalam
mengajar di kelas. Guru membuat keputusan-keputusan dan mengembangkan materi saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini disebabkan karena
pembelajaran bagi tunagrahita yang bersifat situasional atau tidak dapat diprediksi. Keputusan pemilihan KD yang akan diberikan pada siswa ditentukan
111 guru menyesuaikan keadaan siswa saat itu. Saat pelaksanaan pembelajaran
berlangsung guru mencari kesesuaian pembelajaran bagi siswanya. Pembelajaran yang terpadu pun belum dapat diterapkan karena kesulitan dalam memahami
konsep pendekatan tematik itu sendiri sehingga guru menyiasati dengan menyampaikan materi secara separatif yaitu konsep mengajar lama yang tidak
mengaitkan antar mata pelajaran. KTSP merupakan pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan.
Pergeseran ini dari teori behaviorisme ke konstruktivisme. Teori belajar behavioristik dengan konsep stimulus-respon, menjadikan siswa cenderung
menerima apa yang diberikan oleh guru, kemudian siswa merespon dengan perilaku atau berupa jawaban apabila diberi pertanyaan. Berbeda dengan konsep
pembelajaran pada KTSP yang menyarankan untuk menerapkan pendekatan tematik terpadu yang merupakan adanya keterkaitan dan keterikatan antar bidang
studi yang dikemas dalam sebuah tema. Pembelajaran tematik terpadu merupakan esensi dari teori gestalt yaitu informasi harus dipandang secara menyeluruh, bukan
secara terpisah atau bagian demi bagian agar strukturnya jelas Sugihartono, dkk., 2007: 107. Dalam penerapan di kelas II SDLBC guru masih menerapkan
pembelajaran separatif karena kesulitan menerapkan pendekatan tematik. Pembelajaran yang berdiri sendiri kurang dapat memberikan pengalaman belajar
pada siswa tunagrahita kategori ringan. Perencanaan sudah menerapkan teori konstruktivisme tetapi dalam
pelaksanaan masih kesulitan menerapkan pembelajaran berbasis pendekatan tematik. Hal ini disebabkan minim mengikuti pelatihan-pelatihan karena kondisi
112 kesehatan yang tidak memungkinkan untuk mengikuti kegiatan tersebut. Peneliti
menyimpulkan mindset guru masih menggunakanmetode praktik mengajar yang meliputi: pengetahuan dan didaktik mengajar dengan cara lamakarena minimnya
pengetahuan dan keterbatasan dalam kondisi kesehatan yang bersifat pribadi. Secara umum, pembelajaran bagi siswa tunagrahita diberi stimulus,
kemudian merespon sesuai dengan teori behaviorisme, tetapi dalam KTSP menerapkan pembelajaran terpadu setiap siswa membangun pengetahuannya
sendiri pada teori konstruktivisme. Siswa tunagrahita cenderung sesuai dengan behavioristik karena siswa tunagrahita cenderung pasif menerima materi. Apabila
pada KTSP menghendaki siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri, maka guru sebagai kunci pelaksanaan belajar secara aktif mengkondisikan suasana
belajar. Akan tetapi, penerapan teori konstruktivisme pun tidak dapat diterapkan secara murni pada siswa tunagrahita kategori ringan, namun dapat
dikolaborasikan dengan teori stimulus-respon yang erat dengan karakteristik tunagrahita kategori ringan untuk mendorong dan menggerakkan kemauan belajar
siswa. Apabila kedua teori tersebut dapat diterapkan pada layanan pendidikan bagi tunagrahita, maka dapat mengakomodasi kebutuhan belajar siswa.
Pelaksanaan pembelajaran perlu menerapkan pembelajaran yang fungsional. Hal ini berkaitan dengan pemilihan materi yang memiliki manfaat bagi kehidupan
nyata. Pelaksanaan pembelajaran yang aktif bagi siswa tidak hanya dilakukan dengan metode tanya jawab, tetapi jika menghendaki penerapan pembelajaran
yang aktif, maka masih perlu pengkondisian dari guru dalam proses pembelajaran. Kegiatan ketiga, yaitu evaluasi pembelajaran di kelas II SDLBC SLB Rela
113 Bhakti I Gamping. Melalui hasil penelitiandapat disimpulkan bahwa evaluasi
menggunakan dua cara evaluasi yaitu, evaluasi proses dan hasil. Hal ini sesuai dengan Munawir Yusuf 2005: 100 menyebutkan ada dua jenis evaluasi ditinjau
dari pelaksanaan PPI, yaitu: evaluasi hasil yang merupakan evaluasi yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran. Dan evaluasi proses dilakukan saat
proses pembelajaran berlangsung. Evaluasi proses dilaksanakan dengan pengamatan sehari-hari yang
dilakukan guru untuk menilai aspek sikap siswa selama mengikuti pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Permendiknas No. 20 Tahun 2007 tentang standar penilaian
teknik observasi atau pengamatan yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung. Namun, dalam pelaksanaannya perlu menggunakan catatan-catatan
kecil atau catatan kasus untuk mencatat sikap siswa yang muncul selama pembelajaran.
Teknik evaluasi lain berupa tugas yang harus diselesaikan di sekolah atau tugas yang dikerjakan di rumah. Penilaian yang dikerjakan oleh siswa di sekolah
berupa menyalin materi yang disajikan guru di papan tulis kemudian diserahkan kepada guru untuk dinilai. Dalam penilaian ini guru menilai dari kerapian tulisan
dan kebenaran kata yang ditulis, dengan memberi nilai atau paraf. Hal ini hampir sesuai dengan Permendiknas RI No. 1 Tahun 2008 penilaian dilakukan secara
konsisten, sistematik dan terprogram dengan menggunakan tes dalam bentuk tertulis dan lisan, nontes dalam bentuk pengamatan kinerja, penilaian hasil karya
berupa tugas, proyek dan atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Namun, terdapat beberapa yang tidak dilaksanakan oleh guru yaitu portofolio dan
114 penilaian diri.Penggunaan tes tulis sebagai alat evaluasi kurang tepat diterapkan
untuk siswa tunagrahita kategori ringan karena siswa tidak dapat membaca secara mandiri.
Analisis penilaian dilakukan guru setelah mengadakan ulangan harian sebanyak dua kali selama satu semester dan dibagi dua. Selain itu, terdapat nilai
tugas atau PR dipilih nilai yang terbaik dari nilai siswa. Kemudian juga menambahkan nilai EHB atau ujian akhir, setelah semua nilai didapatkan guru
menjumlahkan keseluruhan kemudian dibagi tiga hingga diperoleh nilai per mata pelajaran. Nilai tersebut dibandingkan dengan KKM mata pelajaran yang sudah
ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Munawir Yusuf 2005: 299 bahwa proses evaluasi bagi anak tunagrahita ringan dengan menggunakan pembelajaran
yang bersifat individual ditentukan oleh guru dengan menerapkan standar untuk setiap siswa sesuai dengan kompetensi yang dimiliki anak sesuai hasil asesmen.
Akan tetapi, guru menilai per mata pelajaran yang dibandingkan dengan KKM masing-masing mata pelajaran.KKM ini ditentukan oleh satuan pendidikan pada
setiap jenjang kelas. Nilai siswa tidak hanya berupa nominal, guru juga mendeskripsikan kemampuan siswa dari nilai nominal yang diperoleh. Deskripsi
nilai disesuaikan dengan kemampuan masing-masing siswa. Tindak lanjut dilakukan dari hasil EHB yang telah dilaksanakan. Apabila
siswa belum mencapai KKM yang ditentukan maka guru mengadakan remedial maksimal 2x. Jika masih belum mencapai KKM maka kemampuan siswa pada
level tersebut. Secara keseluruhan evaluasi sudah sesuai dengan Permendiknas No. 1
115 Tahun 2008, tetapi tidak sepenuhnya dapat diterapkan pada siswa tunagrahita.
Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hambatan-hambatan yang ditemui guru. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya, terkait dengan
perencanaan yaitu guru tidak merperbaiki dan merefleksi silabus dan RPP yang sesuai dengan hasil asesmen yang berpedoman pada KD, karena kondisi
kesehatan yang terbatas. Upaya guru dalam mengatasi hambatan tersebut adalah guru membuat keputusan materi dengan memilih KD yang relevan dengan kondisi
situasional siswa. Hambatan kedua terkait tema yang sudah dirancang pada RPP, guru
kesulitan menerapkan pembelajaran bertema. Upaya guru melaksanakan pembelajaran per mata pelajaran dengan tema tertentu sesuai dengan memilih
kompetensi dasar. Hambatan lain yang dialami guru dalam mengikuti pelatihan karena kondisi
kesehatan yang menurun sehingga menyebabkan penyampaian materi pun kurang optimal. Hambatan ini berkaitan dengan penyampaian pembelajaran bertema
kepada siswa, karena minimnya pelatihan guru. Upaya guru dalam pelaksanaan guru mengoptimalkan kemampuan mengajar yang dimiliki.
Hambatan selanjutnya guru merasakesulitan dalam pengadaan buku khusus tunagrahita kategori ringan. Upaya guru dalam menyampaikan materi dengan
mengambil materi pada buku Sekolah Dasar kelas I yang apabil terlalu tinggi bagi anak maka materi direndahkan, materi tersebut disesuaikan dengan kemampuan
siswa. Guru juga mengkreasikan materi secara mandiri. Kreasi guru berupa membuat materi secara mandiri seperti, membuat soal, bercerita tentang materi.
116 Hambatan lain berdasarkan hasil observasi terkait dengan pelaksanaan
pembelajaran. Hambatan terjadi pada sikap siswa mengeluh materi yang diberikan guru berulang-ulang. Keluhan siswa tersebut disebabkan karena kurangnya
motivasi untuk mendengarkan penjelasan guru sehingga kesibukan siswa beralih dengan memukul meja dan papan pembatas kelas sehingga kelas menjadi kurang
kondusif. Upaya yang dilakukan guru ketika menghadapi siswa adalah dengan menasehati siswa agar tenang dan kembali mendengarkan dan memperhatikan
penjelasan dari guru. Hambatan selanjutnya terkait evaluasi pembelajaran yaitu penilaian yang
digunakan guru adalah tes tulis, sedangkan siswa tidak dapat membaca soal yang diberikan. Upaya guru dalam hal ini adalah membacakan soal dan pilihan jawaban
pada siswa dan siswa yang memilih jawaban yang sudah disebutkan guru. Hambatan lain pada evaluasi pembelajaran adalah guru tidak membuat kisi-
kisi soal karena keterbatasan kondisi kesehatan. Upaya guru dalam hal ini adalah guru membuat soal dengan berpedoman pada SK KD dimana materi sudah
disampaikan saat pembelajaran serta disesuaikan dengan kemampuan siswa.
117