Tabel 6.14 Perubahan pendapatan masyarakat dengan dan tanpa adanya TWA Rimbo Panti Rp.Bulan
No Kelompok Pekerjaan Jumlah
Populasi Total
Pendapatan dengan TWA
Pendapatan diluar TWA
Perubahan Pendapatan
dari TWA Perubahan
Pendapatan Individu
a b
c d
e d-e
d-ec 1.
Pemilik Penginapan 2
8.000.000 4.500.000 3.500.000
1.750.000 2.
Pemilik Warung Makan 3
4.600.000 2.100.000 2.500.000
833.333 3.
Pemilik Kios Makanan 5
4.300.000 2.500.000 1.800.000
360.000 4.
Pedagang Asongan 3
1.350.000 800.000
550.000 183.333
5. Pemilik Warung Kopi
1 1.000.000
700.000 300.000
300.000 6.
Pemilik Toilet Umum 1
900.000 500.000
400.000 400.000
7. Petugas Kebersihan
2 1.900.000 1.100.000
800.000 400.000
8. Pegawai Warung Makan
2 1.250.000
700.000 550.000
275.000 9.
Pegawai Penginapan 3
3.200.000 1.700.000 1.500.000
500.000 10.
Penjaga Kolam Pemandian
1 500.000
500.000 500.000
11. Juru Parkir 2
1.000.000 500.000
500.000 250.000
12. Tukang Ojek 5
4.150.000 2.400.000 1.750.000
350.000 Total Peningkatan Pendapatan
14.650.000 6.101.666
Sumber: Data primer 2013
Hasil pada Tabel 6.14 meperlihatkan secara keseluruhan TWA Rimbo Panti setiap bulannya memberikan kontribusi sebesar Rp. 14.650.000 terhadap total
pendapatan masyarakat sekitar. Jika dilihat dari kontribusi terhadap tiap individu menurut kelompok usaha atau pekerjaan, rata-rata memberikan peningkatan yang
cukup besar. Perubahan pendapatan yang mengalami peningkatan terbesar adalah pemilik usaha penginapan yaitu sebesar Rp. 1.750.000bulan. Peningkatan yang
cukup besar ini disebabkan karena usaha penginapan memang dibutuhkan wisatawan yang datang dari luar kota. Lokasi kawasan wisata yang jauh memaksa
pengunjung dari luar kota yang berjarak jauh untuk menginap. Menurut karakteristik responden Tabel 5.1 sebanyak 41 responden berasal dari luar
Kabupaten Pasaman, walaupun tidak semua pengunjung yang dari luar kota datang untuk menginap. Pendapatan yang mengalami peningkatan terbesar kedua
dirasakan oleh pemilik usaha warung makan di sekitar kawasan wisata yaitu sebesar Rp. 833.333. Hal ini dikarenakan usaha yang mereka jalani sekarang
merupakan usaha tambahan dan sebelumnya mereka hanya bertani dan tidak memiliki usaha tambahan. Selain itu, pengunjung juga butuh konsumsi saat
melakukan kegiatan wisata. Perubahan pendapatan terbesar pada tenaga kerja dirasakan oleh kelompok pekerjaan pegawai penginapan dan penjaga kolam
pemandian yakni sebesar Rp. 500.000. Adanya TWA Rimbo Panti telah memberikan dampak positif berupa pembukaan lapangan pekerjaan dan
penyerapan tenaga kerja. Mereka yang sebelumnya tidak memiliki usaha sampingan atau bahkan tidak memiliki pekerjaan, dapat bekerja pada sektor
wisata setelah adanya TWA Rimbo Panti. Dampak ekonomi keberadaan TWA Rimbo Panti dapat dilihat dari perubahan pendapatan yang dirasakan masyarakat.
Manfaat ekonomi terhadap pendapatan rata-rata masyarakat juga akan terlihat berdasarkan proporsi pendapatan yang diperoleh dari rata-rata perubahan
pendapatan dari TWA Rimbo Panti terhadap rata-rata total pendapatan dengan adanya TWA Rimbo Panti Persamaan 7. Pendapatan total adalah pendapatan
yang diperoleh dari adanya kawasan wisata ditambah pendapatan yang diperoleh dari selain kegiatan wisata. Pendapatan dari adanya kawasan wisata merupakan
pendapatan yang diperoleh hanya dari adanya keberadaan kawasan wisata. Nilai proporsi pendapatan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui apakah
pendapatan dari wisata merupakan pendapatan utama atau bukan. Tabel 6.15 menyajikan proporsi pendapatan masyarakat dari TWA Rimbo Panti terhadap
total pendapatan mereka. Tabel 6.15 Proporsi pendapatan rata-rata masyarakat dengan adanya TWA Rimbo
Panti terhadap pendapatan total Tahun 2013
Pendapatan Rata-rata Rp. bulanorang No.
Kelompok Pekerjaan Rata-Rata Perubahan
Pendapatan dari TWA Rata-Rata Total
Pendapatan dengan TWA
Persentase Proporsi
Pendapatan a b
c d
e = cd 1.
Penginapan 1.750.000
4.000.000 43,75
2. Warung Makan
833.333 1.533.333
54,35 3.
Kios Makanan 360.000
860.000 41,86
4. Pedagang Asongan
183.333 450.000
40,74 5.
Warung Kopi 300.000
1.000.000 30,00
6. Toilet Umum
400.000 900.000
44,44 7.
Petugas Kebersihan 400.000
950.000 42,11
8. Pegawai Warung
Makan 275.000
625.000 44,00
9. Pegawai Penginapan
500.000 1.066.667
46,88 10.
Penjaga Kolam Pemandian
500.000 500.000
100,00 11.
Juru Parkir 250.000
500.000 50,00
12. Tukang Ojek
350.000 830.000
42,17 Sumber: Data primer 2013
Proporsi pendapatan rata-rata masyarakat dengan adanya keberadaan kawasan wisata paling besar dirasakan oleh penjaga kolam pemandian dengan
persentase proporsi pendapatan sebesar 100. Persentase proporsi sebesar 100 menggambarkan bahwa pendapatan yang diperoleh pekerja tersebut merupakan
pendapatan utama atau bisa dikatakan sebagai pendapatan pokok. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soehadji 1995 dalam Soetanto 2002 yang
menyatakan bahwa usaha yang mendatangkan proporsi pendapatan 70-100 disebut sebagai usaha pokok. Berdasarkan hasil wawancara dengan penjaga kolam
pemandian, penjaga tersebut menyatakan bahwa pekerjaan ini memang pekerjaan utama karena sebelumnya tidak memiliki pekerjaan apapun, sedangkan pemilik
unit usaha dan tenaga kerja lainnya sebelumnya telah memiliki pengahasilan utama dengan sebagian besar bekerja sebagai petani.
Secara umum keberadaan kawasan wisata memberikan perubahan pendapatan bagi pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal masyarakat sektor
wisata. Keberadaan TWA Rimbo Panti secara keseluruhan memiliki dampak dan manfaat yang positif bagi perekonomian masyarakat. Keberadaan kawasan wisata
menjadi salah satu alternatif pekerjaan yang mana akan berdampak pada perbaikan perekonomian masing-masing. Jika pengelola dapat mengembangkan
potensi TWA Rimbo Panti dan berhasil menambah pengunjung yang datang, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Peningkatan jumlah
pengunjung akan berpotensi mengakibatkan over carrying capacity dan mengancam kelestarian TWA bahkan cagar alam, sehingga perlu dihitung nilai
carrying capacity kawasan terhadap kegiatan wisata. Penelitian ini tidak mencakup menghitung nilai carrying capacity tersebut.
6.3.2 Kontribusi Terhadap Kegiatan Konservasi
TWA Rimbo Panti memiliki potensi wisata karena terdapat beberapa atraksi wisata yaitu kolam pemandian air panas, sumber mata air panas, dan gedung
herbarium. Kondisi atraksi wisata pada TWA ini sebagian besar masih bersifat open access. Tiket masuk hanya diterapkan pada kolam pemandian air panas.
Kondisi ini mengakibatkan sering terjadinya peningkatan jumlah pengunjung pada titik rawan sekitar cagar alam, terutama pada saat peak season dan libur lebaran.
Peningkatan jumlah pengunjung ini dikhawatirkan akan mengancam kelestarian
cagar alam, karena sebagian besar atraksi wisata bersifat open access dan semua pengunjung bebas untuk masuk ke kawasan tersebut.
Sistem segmentasi dapat diterapkan untuk membatasi jumlah dan memecah konsentrasi pengunjung. Sistem segmentasi ini berupa penerapan tiket masuk
untuk setiap atraksi wisata yang ada. Selain bisa mengurangi jumlah pengunjung, penerapan sistem segmentasi juga bisa meningkatkan penerimaan pengelola.
Sebagian total penerimaan pengelola setelah penerapan segmentasi dapat dialokasikan untuk kegiatan konservasi, sehingga pengembangan TWA Rimbo
Panti dapat mendukung kegiatan konservasi cagar alam. Saat ini belum ada penerimaan pengelola dari kegiatan wisata yang
dialokasikan untuk dana konservasi. Estimasi penerimaan pengelola sebelum penerapan sistem segmentasi dapat dilihat pada Tabel 6.16.
Tabel 6.16 Estimasi penerimaan wisata dalam satu tahun sebelum penerapan sistem segmentasi
Atraksi Wisata Persentase pengunjung
yang Bersedia Membayar
a Total Jumlah
Pengunjung b
Tarif yang Berlaku Saat
Ini Rp. c
Penerimaan Rp. d = b×c
Kolam Pemandian Air
Panas 100
22.045 4000
88.180.000,00 Sumber Mata
Air Panas 22.045
0,00 Gedung
Herbarium 22.045
0,00 Total
88.180.000,00 Keterangan: Total Jumlah Pengunjung Tahun 2012 sebanyak 22.045 Dinas Pariwisata
Kabupaten Pasaman 2013 Sumber: Data primer dan sekunder diolah 2013
Sebenarnya penyediaan dana untuk kegiatan konservasi bisa diwujudkan jika sistem segmentasi dapat diterapkan. Dengan adanya sistem segmentasi
penerimaan pengelola dari tiket masuk tentu akan lebih besar jika dibandingkan dengan sebelum diterapkannya segmentasi, serta tekanan jumlah pengunjung juga
bisa dikurangi. Tabel 6.17 menyajikan estimasi penerimaan wisata setelah penerapan sistem segmentasi.
Tabel 6.17 Estimasi penerimaan wisata dalam satu tahun setelah penerapan sistem segmentasi
Atraksi Wisata Persentase pengunjung
yang Bersedia Membayar
a Total Jumlah
Pengunjung b=a
×∑ pengunjung
WTP Setiap Segmen Wista
Rp. c
Penerimaan Rp. d=b×c
Kolam Pemandian Air
Panas 100
22.045 5690,00
125.436.050,00 Sumber Mata
Air Panas 83
18.297 4216,85
77.157.180,35 Gedung
Herbarium 83
18.297 1951,80
35.712.767,73 Total
238.305.998,08 Keterangan: Total Jumlah Pengunjung Tahun 2012 sebanyak 22.045 Dinas Pariwisata
Kabupaten Pasaman 2013 Sumber: Data primer dan sekunder diolah 2013
Total penerimaan wisata yang diperoleh pengelola setelah penerapan segmentasi yaitu sebesar Rp. 238.305.998. Hendaknya sebagian dari total
penerimaan wisata bisa dialokasikan untuk kegiatan konservasi di cagar alam. Besarnya dana yang akan dialokasikan bisa dimusyawarahkan oleh kedua pihak.
Dinas Pariwisata dan BKSDA dapat bekerjasama dalam melakukan kegiatan konservasi agar kelestarian cagar alam terjaga.
Pada Tabel 6.17 dapat dilihat bahwa penerapan segmentasi dapat meningkatkan total penerimaan wisata, serta dapat mengontrol dan mengurangi
jumlah pengunjung pada setiap segmen wisata yang ada. Harga tiket yang lebih tinggi dapat diterapkan untuk segmen wisata yang rentan terhadap tekanan jumlah
pengunjung yang banyak, jika dibanding segmen yang tidak terlalu rentan. Penerapan segmentasi pada kegiatan wisata ini, secara keseluruhan dapat
mendukung kegiatan konservasi atau upaya pelestarian di kawasan tersebut.
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
TWA Rimbo Panti merupakan kawasan wisata yang dibangun untuk mendukung kegiatan konservasi di Cagar Alam Rimbo Panti. Kawasan wisata ini
memiliki nilai ekonomi sebesar Rp.
7.026.843.750
, dengan atraksi wisata berupa kolam pemandian air panas, sumber mata air panas, dan gedung herbarium.
Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan wisata TWA Rimbo Panti adalah jarak tempuh berpengaruh negatif, sedangkan tingkat
pendidikan dan lama mengetahui kawasan wisata berpengaruh positif. TWA Rimbo Panti cenderung masih bersifat open access karena
pengunjung masih bebas masuk ke areal TWA, kecuali pada atraksi wisata kolam pemandian air panas yang sudah ditetapkan tarif masuk. Hal ini mengakibatkan
tekanan pengunjung terhadap seluruh areal TWA yang dikhawatirkan dapat membahayakan kelestarian cagar alam. Sistem segmentasi wisata berupa
penetapan tarif masuk pada setiap segmen wisata dapat diterapkan untuk memecah konsentrasi pengunjung. Pengelola dapat menetapkan tarif masuk pada
tiga segmentasi wisata mengacu pada nilai rataan WTP pengunjung. Berdasarkan WTP pengunjung mau membayar sekitar Rp. 5.700, untuk kolam pemandian air
panas, sumber mata air panas sekitar Rp. 4.200 dan gedung herbarium sekitar Rp. 2.000.
Penerapan sistem segmentasi di TWA Rimbo Panti dapat meningkatkan penerimaan pengelola dari Rp. 88.180.000 menjadi Rp. 283.305.998. Sebagian
dari peningkatan penerimaan tersebut seharusnya dapat dialokasikan untuk kegiatan konservasi. Sistem segmentasi juga bisa sebagai kontrol terhadap jumlah
pengunjung, karena dapat menurunkan jumlah pengunjung pada kawasan yang rentan terhadap tekanan pengunjung. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan
segmentasi dapat mendukung kegiatan konservasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain mendukung kegiatan konservasi, pengembangan TWA juga
memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat berupa penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan. Secara keseluruhan setiap bulannya TWA Rimbo
Panti memberikan kontribusi sebesar Rp. 14.650.000 terhadap total pendapatan
masyarakat sekitar. Kontribusi terbesar TWA terhadap pendapatan masyarakat dirasakan oleh pemilik penginapan, dan proporsi pendapatan terbesar dirasakan
oleh penjaga kolam pemandian karena merupakan pekerjaan utama.
7.2 Saran
1. Kegiatan konservasi yang dilakukan di kawasan cagar alam harus didukung
oleh semua pihak. Sebaiknya perlu dilakukan kerjasama oleh pihak BKSDA dan Dinas Pariwisata tidak hanya dalam hal pengembangan wisata, namun
juga dalam hal kegiatan konservasi. 2.
Penerapan konsep ekowisata secara optimal dalam pengembangan kegiatan wisata di TWA Rimbo Panti, sehingga kelestarian cagar alam dapat terjaga.
Selain itu, juga bisa diadakan wisata minat khusus dan pendidikan lingkungan yang mendukung konsep ekowisata.
3. Penerapan tarif masuk di setiap segmen wisata harus diiringi dengan
pengembangan wisata yang sesuai harapan pengunjung, namun tetap harus menjaga kelestarian cagar alam.
4. Pelibatan masyarakat, pelaku usaha, dan tenaga kerja dalam kegiatan
pengembangan TWA. Dengan demikian, jika mereka merasa mendapatkan manfaat ekonomi dari adanya TWA, maka mereka akan mau membantu
menjaga kelestarian TWA tersebut yang nantinya akan mendukung kelestarian cagar alam.