2.11.1 Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Kawasan Wisata
Penelitian mengenai nilai ekonomi kawasan wisata telah dilakukan sebelumnya oleh Firandari 2009 dan Budiarti 2013. Hasil dari penelitian
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Penelitian terdahulu tentang nilai ekonomi
Peneliti Judul Penelitian
Kesimpulan Firandari 2009
Analisis Permintaan dan Nilai Ekonomi Wisata Pulau Situ
Gintung-3 PSG-3 dengan Metode Biaya Perjalanan
Penelitian ini menyatakan bahwa surplus konsumen pengunjung Pulau
Situ Gintung-3 adalah sebesar Rp. 28.985,51 per kunjungan. Surplus
konsumen
juga mengindikasikan
bahwa sebenarnya pengunjung masih dapat membayar harga tiket lebih
tinggi dari harga tiket saat ini. Pulau Situ Gintung-3 sebagai tempat wisata
yang memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan memiliki nilai
manfaat atau nilai ekonomi sebesar Rp 3.373.130.755.
Budiarti 2013 Penilaian Dampak Ekonomi
Pengembangan Kawasan
Wisata dan Estimasi Tarif Masuk
Situs Megalitik
Gunung Padang Situs Megalitik Gunung Padang
sebagai kawasan yang memiliki potensi wisata berupa situs
peninggalan purbakala memiliki nilai ekonomi sebesar Rp.
1.626.388.953,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa Situs Megalitik
Gunung Padang mempunyai manfaat intangible sebagai penghasil jasa
wisata.
2.11.2 Penelitan Mengenai Segmentasi Wisata
Penelitian mengenai segmentasi kawasan wisata telah dilakukan sebelumnya oleh Mita 2011. Hasil dari penelitian tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.2. Tabel 2.2 Penelitian terdahulu tentang segmentasi wisata
Peneliti Judul Penelitian
Kesimpulan Mita 2011
Segmentasi Tarif Masuk Kawasan Wisata
Perkampungan Budaya Betawi Kelurahan Srengseng Sawah,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan
Penelitian ini menyatakan bahwa dari persepsi
multipihak, secara keseluruhan pengunjung setuju dengan
adanya penetapan tarif masuk di setiap segmentasi wisata.
Kesediaan pengunjung untuk membayar tarif masuk ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: usia, status
pernikahan, tingkat pendapatan, dan tingkat
pengetahuan dari setiap pengunjung
2.11.3 Penelitian Mengenai Dampak Ekonomi Wisata
Penelitian mengenai dampak ekonomi pengembangan wisata telah dilakukan sebelumnya oleh Novianty 2010 dan Adiyath 2011. Hasil dari
penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Penelitian terdahulu tentang dampak ekonomi
Peneliti Judul Penelitian
Kesimpulan Novianty 2010
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Wisata dan Dampak Ekonomi Kawasan Wisata Galunggung
Tasikmalaya Penelitian ini menyatakan
bahwa dampak ekonomi langsung Kawasan Wisata
Galunggung yang berupa perubahan tingkat pendapatan
dari masyarakat terutama dirasakan oleh tukang ojek
Adiyath 2011 Analisis Dampak Ekonomi
Kegiatan Wisata di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang
Dampak ekonomi langsung yang dapat dirasakan oleh
pemilik usaha sebesar 52,96. Dampak ekonomi tidak
langsung di objek wisata tersebut sebesar 3,52 dan
dampak ekonomi lanjutan induced sebesar 52,19.
Nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,07,
sedangkan nilai Ratio Income Multiplier Tipe I dan Tipe II
sebesar 1,48 dan 2,17.
2.12 Keterbaruan Novelty dari Penelitian
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang terkait dengan permintaan wisata, surplus konsumen, dan nilai ekonomi wisata adalah lokasi dan
waktu penelitian. Aspek keterbaruan dari penelitian ini adalah berkaitan dengan kontribusi secara tidak langsung kegiatan wisata terhadap upaya konservasi.
Terkait dengan kegiatan wisata alam di kawasan konservasi masih sedikit atau belum ada penelitian yang melihat kontribusi pengembangan kegiatan wisata
terhadap kegiatan konservasi di kawasan tersebut. Penelitian ini mencoba untuk mengkaji apakah pengembangan kegiatan wisata dapat memberikan kontribusi
secara tidak langsung terhadap upaya konservasi.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Kawasan Cagar Alam Rimbo Panti yang terletak di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat memiliki fungsi utama sebagai kawasan konservasi. Saat ini
Cagar Alam Rimbo Panti memiliki beberapa atraksi wisata yaitu kolam pemandian air panas, sumber mata air panas, dan gedung herbarium. Sebagian
kawasan cagar alam ditetapkan sebagai TWA Rimbo Panti, karena memiliki beberapa atraksi wisata tersebut. Penetapan TWA bertujuan untuk membatasi
akses masyarakat dan pengunjung terhadap cagar alam. Pengembangan kegiatan wisata TWA Rimbo Panti harus berdasarkan prinsip konservasi, karena letaknya
yang dekat dengan cagar alam. Pengembangan TWA ini sebagian besar masih bersifat open access, sehingga memicu peningkatan jumlah pengunjung pada
kawasan TWA Rimbo Panti dan under value terhadap kawasan. Peningkatan pengunjung ini dikhawatirkan dapat mengancam kelestarian Cagar Alam Rimbo
Panti. Kondisi open access memungkinkan setiap pengunjung dapat secara bebas
menikmati semua atraksi wisata dan terkadang sampai pada kawasan cagar alam. Kondisi seperti ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan kerusakan pada ekosistem
dan fungsi lindung dari cagar alam. Oleh karena itu, perlu dilakukan penilaian terhadap TWA sehingga tidak terjadi under value. Penerapan sistem segmentasi
pada kegiatan wisata juga perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian ekosistem yang ada, sehingga setiap pengunjung tidak dapat masuk secara bebas ke kawasan
cagar alam. Segmentasi wisata adalah upaya pemisahan atau pengelompokan kegiatan