Tata Guna Lahan Kota Surakarta

saluran air alami. Kota Surakarta terletak di antara dua gunung berapi yaitu Gunung Lawu Kabupaten Karanganyar di sebelah timur dan Gunung Merapi serta Merbabu sebelah barat. Dengan posisi demikian maka Kota Surakarta termasuk sebagai wilayah cekungan air. Terdapat beberapa badan air di Kota Surakarta yang semua bermuara di Sungai Bengawan Solo. Peningkatan berbagai aspek ekonomi menuntut peningkatan di bidang tranportasi, khususnya penigkatan jalan. Panjang jalan di wilayah Kota Surakarta pada tahun 2009 mencapai 675,86 kilometer Surakarta dalam Angka, 2009.

4.2.2 Tata Guna Lahan Kota Surakarta

Kota Surakarta didominasi oleh lahan-lahan terbangun yang semakin padat. Sulit ditemukan lahan terbuka hijau di dalam kota. Dengan pertambahan penduduk sebesar 0,37 per tahun membuat semakin banyak lahan yang digunakan sebagai permukiman BPS, 2011. Dominasi lahan terbangun di Kota Surakarta seluas 3.704,45 Ha atau 84,11 dari luas total wilayah Kota Surakarta 4.404,06 Ha. Padatnya lahan terbangun membuat bangunan-bangunan fisik yang berada di kota tidak memiliki tata letak dan pola yang teratur. Permukiman yang padat tidak memberi ruang lebih untuk adanya halaman maupun pola permukiman yang jelas. Lahan tidak terbangun seluas 699,61 Ha 15,89 . Permukiman dengan kepadatan tinggi dengan 150 jiwaHa tersebar pada bagian selatan kota yang meliput Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Serengan, Kecamatan Laweyan meliputi Kelurahan Panularan, Purwosari, Bumi, Pajang dan Kelurahan Sondakan. Permukiman kepadatan tinggi juga meliputi Kecamatan Jebres yang terdiri dari Kelurahan Sewu, Gandekan, Jagalan, Tegalharjo, Sudiroprajan dan Kepatihan Wetan. Pada Kecamatan Banjarsari meliputi Kelurahan Kestalan, Ketelan, Tegalharjo dan Gilingan. Permukiman dengan kepadatan sedang yaitu 75-150 jiwaHa tersebar pada bagian utara kota meliputi Kelurahan Pucang Sawit, Purwodiningratan, Jebres, Mojosongo, Kepatihan Kulon, Lawiyan, Penumping, Sriwedari, Kerten, Jajar, Keprabon, Timuran, Stabelan, Mangkubumen, Punggawan, Manahan, Sumber dan Banyuanyar. Permukiman dengan kepadatan rendah 75 jiwaHa meliputi Kelurahan Karangasem dan Kelurahan Kadipiro. Lanskap perkantoran dan perdagangan tersebar pada wilayah selatan kota. Lanskap perkantoran dan perdagangan berkembang searah dengan infrastruktur jalan. Perkantoran dan perdagangan terpusat pada Jalan Slamet Riyadi dan berkembang disekitar keraton dan mangkunegaran. Lanskap fasilitas umum seperti sekolah tersebar cukup merata di Surakarta. Penggunaan lahan di Surakarta disajikan pada Tabel 5 dan peta tata guna lahan disajikan pada Gambar 24. Tabel 5. Penggunaan Lahan di Surakarta. Jenis Penggunaan Lahan Kecamatan Total Ha Laweyan Serengan P. Kliwon Jebres Banjarsari Lahan Terbangun Perkantoran 45.3 2.7 17.86 38.35 5.47 109.68 Permukiman 724.26 290.37 271.49 1017 650.02 2953.37 PerdaganganJasa 70.19 33.19 34.43 105.4 32.71 275.94 Fasilitas Pendidikan 65.26 13.64 10.79 130.3 26.68 246.68 Fasilitas Peribadatan 4.69 1.8 4.13 5.35 4.53 20.5 Industri 40.5 3.62 3.04 27.39 19.15 93.7 Instalasi Pengolahan Limbah - - - 1.01 - 1.01 Gedung Olahraga 1.35 0.46 - 1.74 - 3.55 Lahan Tidak Terbangun TPA - - - 20.82 0.72 21.54 Lapangan Olahraga 14.86 2.07 10.35 9.16 2.83 39.27 Kebun Binatang - - - 15.67 - 15.67 Kolam 6.91 0.92 - 8.37 1.76 17.96 Danau Kuburan 15.1 2.79 1.52 44.05 26.05 89.51 Taman Kota 0.25 - - 7.9 0.49 8.64 Tanah Kosong 31.8 4.23 9.22 38.83 13.45 97.53 Tegalan 31.8 4.23 9.22 38.83 13.45 97.53 Sawah 50.08 - - 8.85 95.44 154.37 Sungai 23 14.36 8.09 76.76 35.4 157.61 Tanggul Jumlah 1125.35 374.37 380.15 1596 928.14 4404.06 Sumber : RTRW Kota Surakarta 2011-2031

4.2.3 Peraturan dan Kebijakan Pemerintah

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta Tahun 2011-2031, pemerintah Kota Surakarta memiliki kebijakan untuk melakukan revitalisasi kawasan cagar budaya sebagai pusat kegiatan pariwisata, sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan. Kota Surakarta merupakan sebuah kota budaya yang memiliki banyak peninggalan sejarah, bahkan sebagian besar pembentuk kota merupakan bangunan-bangunan yang sudah ada semenjak zaman Keraton Surakarta dan keberadaan Bangsa Belanda. Kebijakan dalam pelestarian terhadap bangunan- bangunan bersejarah ditetapkan dalam Surat Keputusan Walikota Surakarta No. No 64611611997. Surat Keputusan tersebut menetapkan sebanyak 73 benda cagar budaya di Kota Surakarta meliputi Keraton Surakarta, Benteng Vastenburg, sekolah, perkantoran, tempat peribadatan, gapura, monumen, jembatan, rumah tinggal, ruang terbuka hijau taman, pasar dan juga stasiun. Peta cagar budaya di Kota Surakarta disajikan pada Gambar 26. Keraton Surakarta sebagai benda cagar budaya menjadi daya tarik wisata yang dilindungi oleh UU RI No.11 Tahun 2010. Dalam upaya pelestarian budaya Jawa, dilakukan penetapan kebijakan oleh pemerintah Kota Surakarta dengan penetapan Surat Keputusan Walikota yang mewajibkan kantor-kantor pemerintahan maupun swasta untuk menggunakan aksara Jawa dalam penulisan papan nama lembaga tersebut. Kebijakan ini dilakukan sejak tanggal 17 Februari 2008. Sehingga, pada setiap bangunan perkantoran terdapat tulisan aksara Jawa, hal ini juga di adopsi oleh pertokoan besar di Surakarta Gambar 25. a Balaikota Surakarta bPusat perbelanjaan di Surakarta Gambar 25. Penulisan aksara Jawa

4.2.4 Sejarah Perkembangan Lanskap Kota Surakarta

Kota Surakarta atau dikenal dengan nama Kota Solo, memiliki sejarah yang panjang sebelum menjadi kota yang berpengaruh di Jawa Tengah. Kota Surakarta banyak mengalami perubahan pada bentukan lanskap dan kehidupan sosial masyarakat didalamnya. Terbentuknya Kota Surakarta tidak lepas dari keberadaan Keraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1745. Keberadaan Keraton dengan tata cara dan konsep tersendiri memberi dampak pada lanskap kota yang menjadi ciri khas dari Kota Surakarta. Sebelum adanya Keraton Surakarta, Kota Surakarta adalah sebuah desa yang terletak di persimpangan antara dua buah sungai, yaitu Bengawan Solo dan Sungai Pepe, desa ini bernama Desa Sala. Desa Sala merupakan dataran rendah dengan banyak rawa, sehingga pada musim penghujan sering terjadi banjir. Desa Sala memiliki batas pada sebelah utara dengan Sungai Pepe, sebelah timur Bengawan Beton, sebelah selatan dengan Sungai Wingka dan sebelah barat berbatasan dengan liku-liku sungai mulai dari Sungai Pepe turun ke selatan dengan Sungai Wingka Sajid, 1984. Kondisi masyarakat desa saat itu didominasi oleh suku Jawa yang kental dengan nuansa tradisional dan kejawen. Hal ini membentuk lanskap Desa Sala menjadi suatu kesatuan dengan elemen pembentuk antara lain sungai, sawah, hutan dan bangunan pemukiman yang tradisional. Pemerintahan Keraton Surakarta masih berada di bawah kedaulatan pemerintah Hindia Belanda, yang dikenal dengan nama VOC sebelum tahun 1800. Dengan kedudukan seperti ini maka rakyat yang berada di luar wilayah kerajaan diperintah langsung oleh pemerintahan VOC. Pada tahun 1745 Keraton Surakarta memulai masa pemerintahan di Kota Surakarta. Keberadaan keraton membuat pusat aktivitas masyarakat menjadi terpusat di wilayah Keraton Surakarta. Keraton Surakarta merupakan sebuah kerajaaan Islam yang merupakan rintisan dari Kerajaan Majapahit yang dahulunya menganut kepercayaan Hindu yang hingga saat ini banyak mewariskan ilmu-ilmu yang diterapkan pada kehidupan sehari-hari maupun dalam arsitektur dan tata ruang wilayahnya. Hal ini membuat keraton memiliki ciri khas dalam membentuk wilayahnya.