c. teknokret, yang akan mempengaruhi perkembangan sistem ekonomi,
politik sekaligus melakukan percepatan pertumbuhan kehidupan kearah yang lebih baik dengan ilmu pengetahun dan teknologi
d. pebisnis, yang mempengaruhi proses urbanisasi dengan cepat.
e. ulama, yang memiliki kualitas spiritual untuk menyeimbangkan
kemajuan peradaban manusia yang cepat, dengan meningkatkan manusia tentang hubungan manusia-Tuhan-alam.
2.3 Lanskap Keraton
Keraton sering disebut sebagai kebudayaan masyarakat Jawa. Menurut kamus besar bahasa Indonesia istilah keraton memiliki arti sebagai tempat
kediaman ratu dan raja, kerajaan, maupun istana raja. Pada Keraton Surakarta istilah kedhaton merujuk kepada kompleks tertutup bagian dalam keraton tempat
raja dan putra-putrinya tinggal. Lanskap keraton merupakan lanskap yang
terbentuk akibat timbal balik antara masyarakat yang tinggal disekitar keraton dengan alam untuk terus bertahan hidup. Keraton yang dianggap sebagai sumber
budaya menjadi panutan bagi penduduk sekitar keraton sehingga konsep lanskap pada keraton diterapkan pada tempat tinggal mereka. Pengaruh keraton yang besar
terhadap lanskap sekitar mempengaruhi pembentukan lanskap kota tempat keraton berada.
Keraton Kasunanan Surakarta yang berdiri pada tahun 1745 Masehi mengalami masa pembangunan selama beberapa periode. Pembangunan dan
perbaikannya dilaksanakan mulai dari Raja Pakubuwana II sampai Raja Pakubuwana XII sehingga keraton memiliki wujud fisik seperti yang ada pada
saat ini. Dari Alun-alun Utara melalui Gapura Gladag hingga Alun-alun Selatan melalui Gapura gading. Pada bagian tengah Alun-alun Utara dan Selatan terdapat
kawasan utama keraton yang dikelilingi tembok setebal dua meter dan setinggi enam meter yang disebut kawasan Baluwerti. Di tengah Baluwerti masih terdapat
pagar tembok berkeliling. Di bagian dalam tembok inilah terletak inti keraton yang sering disebut juga Cepuri atau Kedaton. Di dalam Kedaton terdapat tempat
tinggal raja dengan keluarganya. Raja tinggal di sebuah bangunan yang disebut Dalem Agung Prabasuyasa Maruti, 2003.
Keraton Surakarta memiliki konsep tata ruang yang khas dalam penataan ruang. Terdapat konsep simbolisme dan filosofi yang kuat pada Keraton
Surakarta, sehingga terdapat suatu hirarki pada susunan bangunan-bangunan di Keraton Surakarta. Konsep simbolisme dan filosofi Keraton Surakarta juga
ditemukan pada tata ruang luar yang terbagi menjadi empat kriteria, yaitu Alun- alun Lor, pelataran pelataran Setinggil Lor, pelataran kedathon dan Alun-alun
Kidul Setiawan, 2000. Alun-alun yang terletak diutara merupakan simbol dari kehidupan di dunia dan alun-alun di selatan mencerminkan kematian.
Lanskap keraton merupakan cerminan adat istiadat dan kebudayaan masyarakat Jawa. Taman-taman dan penataan ruang bahkan penanaman
pepohonan mengikuti kepercayaan yang mereka percaya, seperti penanaman pohon sawo kecik dibelakang halaman Keraton Surakarta yang memiliki filosofi
tersendiri. Filosofi sawo kecik identik dengan sarwo becik yang memiliki arti serba baik. Diharapkan yang menanam dan yang mempunyai tanaman ini
dirumahnya akan selalu mendapatkan kebaikan Wukilarit 2010. Penetapan dan peletakan vegetasi pada kawasan keraton juga memiliki makna tersendiri seperti
dua pohon beringin Ficus benjamina di bagian depan komplek alun-alun Keraton Surakarta yang melambangakan perlindungan dan keadilan.
2.4 Kota Surakarta