BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keraton Surakarta Hadiningrat
4.1.1 Lokasi Keraton Surakarta Hadiningrat
Keraton Surakarta terletak pada Kelurahan Baluwerti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Keraton Surakarta terletak pada
pusat kota Surakarta dengan batas utara adalah Jalan Slamet Riyadi yang merupakan jalan utama Kota Surakarta, sebelah selatan berbatasan dengan Jalan
Veteran, sebelah timur dan barat berbatasan dengan Jalan Supit Urang. Keraton Surakarta memiliki aksesibilitas yang baik karena letaknya berada pada pusat kota
dan juga berdekatan dengan kawasan perekonomian kota. Kawasan Keraton Surakarta memiliki luas wilayah ±55 ha yang meliputi Alun-alun Utara,
lingkungan dalam tembok Baluwarti keraton dan perumahan Baluwarti sampai dengan Alun-alun Selatan.
4.1.2 Sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat
Keraton Surakarta merupakan bangunan bersejarah yang merupakan rintisan Kerajaan Mataram. Keraton Surakarta sering juga disebut dengan Keraton
Mataram Surakarta Nitinagoro, 2011. Keraton Mataram mengalami perpindahan ibukota kerajaan sebanyak lima perpindahan sebelum akhirnya berdiri Keraton
Mataram Surakarta. Pada tahun 1742 terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Cina di Kartasura dan berhasil menduduki Keraton Kartasura yang
pada saat itu dipimpin oleh Ingkang Sinuhun Susuhanan Paku Buwono II. Pemberontakaan ini dinamai dengan Geger Pecinan. Peristiwa Geger Pecinan
merupakan awal mula hancurnya Keraton Mataram Kartasura. Dengan melihat kondisi Keraton Mataram Kartasura yang telah hancur maka Susuhan Paku
Buwono II memberi perintah untuk dilakukan pemindahan keraton. Terdapat tiga tempat untuk dijadikan keraton baru sebagai ganti Keraton Mataram Kartasura,
yaitu Kadipolo, Sonosewu dan DesaDusun Sala. Desa Sala terpilih menjadi tempat untuk dibangun keraton baru.
Desa Sala merupakan sebuah desa yang dikuasai oleh Ki Gede Ageng Sala. Dari Ki Gede Sala ini akan diketahui asal usul dari keberadaan Desa Sala.
Nama Sala diambil dari nama pemimpin desa pada masa itu, yaitu seorang abdi dalem Kerajaan Pajang yang bernama Kiai Sala Sepuh. Pembangunan keraton
baru dimulai dengan desain bangunan tidak berbeda jauh dengan Keraton Kartasura. Keraton baru ini dikenal dengan nama Keraton Nagari Surakarta dan
selesai dibangun pada tahun 1667 Jawa atau 1745 Masehi, walaupun keraton masih berpagar bambu belum memiliki pagar dengan tembok seperti saat ini.
Perpindahan keraton dari Keraton Kartasura menuju Keraton Surakarta tercatat dilakukan pada Rabu Pahing bulan Muharram Sura tahun Eje 1667 Jawa tahun
1745 Masehi atau 17 Februari 1745 Masehi. Pada masa pemerintahan Paku Buwono III, Surakarta terbagi menjadi dua
bagian. Hal ini disebabkan karena ketidakpuasan kaum bangsawan terhadap campur tangan kompeni, pemberontakan ini diprakarsai oleh Pangeran
Mangkubumi dan Raden Mas Said. Pada 13 Pebruari 1755 terjadi Perjanjian Giyanti yang berisi bahwa Pangeran Mangkubumi berkedudukan di Yogyakarta
dengan gelar Sultan Hamengku Buwana, dengan nama keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Setelah dilakukan Perjanjian Giyanti, masalah semakin rumit
sehingga dilakukan Perjanjian Salatiga 17 Maret 1755. Perjanjian ini menghasilkan kesepakatan yaitu Raden Mas Said mendapatkan daerah kekuasaan
Keraton Surakarta dan mendapatkan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati KGPAA Mangkunegaran dengan wilayah kekuasaan bernama Mangkunegaran
dan ditambah dengan tanah lungguh atau tanah yang dijadikan tempat didirikan Pura Mangkunegaran. Dengan kedua perjanjian itu maka wilayah Keraton
Surakarta menjadi berkurang. Pada masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwono XII, Negara Indonesia
dinyatakan merdeka sehingga seluruh pemerintahan di wilayah Indonesia dipimpin oleh seorang presiden. Raja dan Keraton Surakarta sekarang tidak
memiliki kekuasaan secara de facto tertanggal sejak 15 Juli 1946 dikeluarkan PP Nomor 16SD 1946 yang berisi penetapan pemerintah yang mengatur mengenai
pemerintahan di Surakarta dan Yogyakarta Maruti, 2003.
4.1.3 Lanskap Keraton Surakarta Hadiningrat