1. Alun-alun Lor
Alun-alun Lor merupakan sebuah lahan terbuka dengan hamparan pasir. Saat ini Alun-alun Lor maupun Alun-alun Kidul Keraton Surakarta sudah
dipenuhi oleh rumput hijau. Pada zaman dahulu, alun-alun merupakan suatu tempat yang sangat lapang dengan permukaan dihampari oleh pasir. Konon pasir
yang menutupi lahan alun-alun merupakan pasir yang berasal dari Pantai Selatan Jawa. Pada siang hari, pasir akan menyerap panas, sehingga akan terpantulkan
udara yang panas. Namun, pada malam hari pasir akan membawa udara yang sangat menyejukkan. Keadaaan siang dan malam tersebut melambangkan bahwa
di dunia terdapat keadaan yang saling berlawanan yaitu ada hal baik dan juga hal buruk Nitinagoro, 2011.
Nitinagoro 2011 menyatakan bahwa pada Alun-alun Lor terdapat beberapa pasang pohon beringin kembar. Pohon beringin yang memiliki tajuk
yang besar dan rindang memiliki perlambangan sebagai pengayoman, kewibawaan dan kehidupan. Setiap pohon beringin yang ditanam memiliki
julukan tersendiri, seperti pohon beringin yang berada pada pelataran Gapura Gladag yang bernama Wok yang artinya wanita dan Jenggot yang artinya pria.
Kedua beringin tersebut merupakan simbol peringatan bahwa asal kehidupan diciptakan Allah melalui pria dan wanita ayah dan ibu. Sehingga, kedua pohon
beringin ini merupakan lambang kesuburan. Dua pohon beringin kembar yang berada dibatas ruang Alun-alun Lor bagian selatan, yaitu pohon beringin Gung
yang berarti tinggi ditanam di sebelah timur alun-alun dan pohon beringin Binatur yang berarti pendek ditanam di sebelah barat alun-alun. Kedua beringin ini
memiliki arti bahwa Keraton Surakarta adalah duwur tan ngungkul-ngungkuli, andap tan keno kinungkulan tinggi yang tidak berlebihan dan rendah namun tidak
boleh ada yang merendahkan. Terdapat dua buah beringin kembar yang terletak di tengah alun-alun.
Beringin tersebut dibawa dari Keraton Kartasura. Kedua pohon beringin dipagari dengan pagar besi sehingga disebut sebagai beringin kurung. Beringin kurung
memiliki filosofi tersendiri yaitu kesempurnaan hidup yang harus dicapai oleh manusia dan bahwa dalam kehidupan ini manusia selalu memilik batasan maupun
kekurangan dan tidak dapat bertingkah-laku semaunya, hal ini dilambangkan
dengan pagar besi yang mengurungi kedua beringin tersebut. Pohon beringin kurung dapat dilihat pada Gambar 17. Pohon beringin ini diberi nama beringin
Dewandaru atau Tejadaru ditanam disebelah kanan dan beringin Jayadaru ditanam di sebelah timur Alun-alun Lor.
Gambar 17. Pohon Beringin Kurung Saat ini pohon beringin dari pelataran Gapura Gladag hingga alun-alun
masih berdiri tegak dan menjadi ciri khas tersendiri dari Keraton Surakarta. Alun- alun Lor mengalami sedikit perubahan dengan kondisi terdahulu. Saat ini terdapat
sebuah jalur pedestrian yang ditanami oleh tanaman palem raja. Pada saat ini kondisi Alun-alun lor Keraton Surakarta cukup memprihatinkan. Alun-alun lor
digunakan menjadi lahan parkir bagi kendaraan wisatawan yang mengunjungi keraton sehingga banyak rumput yang rusak dan terdapat beberapa infrastruktur
pada alun-alun yang sudah tidak berfungsi kembali, seperti lampu taman maupun perkerasan yang mulai rusak.
2. Pelataran Setinggil Lor
Pelataran Setinggil Lorutara yang terletak mengelilingi Setinggil Lor merupakan hamparan pasir yang ditumbuhi oleh berbagai pepohonan. Pelataran
Setinggil Lor digunakan oleh raja sebagai tempat duduk untuk melihat tugu yang berada di hadapan Balaikota Surakarta. Pelataran Setinggil Lor menggunakan
konsep kiblat papat kalima pancer, yang menempatkan Bangsal Saweyana sebagai pancer dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang menghadap kearah
pancer. Pada kiri dan kanan Setinggil Lor ditanami oleh Pohon Soka Parinarium
glabberinum. Aroma dari bunga soka sering digunakan oleh para ksatria untuk menakuti binatang buas seperti harimau. Selain pohon soka, di Setinggil Lor juga