Analisis Pola Sebaran Lanskap Kota Surakarta

beberapa rekomendasi penataan lanskap yang dapat digunakan sebagai guideline dalam penataan kota. Guideline disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Guideline penataan lanskap kota Komponen Karakteristik Rumah Tinggal Kantorfasilitas umum Taman KotaRTH Lanskap Jalan Tata Ruang layout √ √ √ Arsitektur Bangunan √ √ √ Ornamen Bangunan √ √ √ √ Desain elemen √ √ √ √ Vegetasi √ √ √ √ Penamaan dengan aksara jawa √ √ √ √ Pada lanskap permukiman dapat diadopsi gaya arsitektur seperti bangunan keraton, baik dari konsep ruang maupun dapat digunakan bentuk atap tradisional. Selain itu penerapan konsep bangunan keraton pada rumah tinggal dan penggunaan ornamen bercirikan keraton. Pada lanskap perkantoran dan perdagangan dapat diterapkan konsep tata ruang keraton pada bangunan kantor dan juga penggunaan ornamen, softscape, dan hardscape yang bercirikan keraton. Fasilitas publik yang belum menerapkan konsep lanskap keraton perlu menggunakan ornamen, softscape, dan hardscape yang bercirikan keraton. Penataan pada lanskap jalan dengan menggunakan site furniture seperti lampu jalan, pergola, tempat sampah, atau paving yang mengadopsi gaya atau ornamen yang bercirikan keraton serta penanaman tanaman lokal, seperti beringin, sawo kecik, tanjung, atau kepel. Berikut terdapat beberapa ilustrasi pada penataan lanskap jalan yang disajikan pada Gambar 39. a Sebelum penataan b Setelah penataan Gambar 39. Penataan lanskap pada jalur pejalan kaki

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Keraton Surakarta Hadiningrat merupakan cikal bakal terbentuknya Kota Surakarta dan dianggap sebagai sumber maupun pusat dari budaya Jawa. Keraton Surakarta memberikan pengaruh yang sangat kuat pada Kota Surakarta semenjak berdirinya keraton pada abad ke 17. Keraton Surakarta terbentuk dengan konsep tata ruang hasil pemikirian dan kepercayaan masyarakat Jawa masa itu, sehingga terbentuk suatu hirarki pada susunan bangunan-bangunan di Keraton Surakarta. Konsep kiblat papat kalima pancer membuat Keraton Surakarta sebagai pusatpancer dari segala aktifitas masyarakat. Orientasi merupakan hal penting bagi masyarakat Jawa dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Konsep kiblat papat kalima pancer menciptakan sebuah sumbu imajiner pada Kota Surakarta. Konsep tata ruang dengan nilai simbolisme dan filosofi yang kuat membuat setiap fase pada bangunan di Keraton Surakarta memiliki makna bahwa setiap fase yang dilewati dipercaya dapat menuju kesempurnaan. Perkembangan pada lanskap Kota Surakarta terjadi melalui beberapa periode yang dipengaruhi oleh pemegang kuasa di kota tersebut. Kota Surakarta yang pada awalnya merupakan kota tradisional dengan nilai budaya keraton yang kuat, secara perlahan berkembang menjadi kota modern dengan keberadaan penjajah. Penggunaan lahan yang padat pada bagian selatan kota membuat perkembangan kota Surakarta menuju wilayah utara. Pemerintah kota memiliki andil besar dalam perkembangan lanskap kota. Hasil pemetaan terhadap lanskap Kota Surakarta didapatkan sebaran pengaruh kuat dari lanskap keraton pada bagian selatan kota dan semakin ke utara maka nilai pengaruh akan semakin rendah. Pada lanskap permukiman pengaruh kuat sebesar 52 kuat, 9 sedang dan 39 pengaruh rendah. Pada lanskap perkantoran dan perdagangan didapatkan nilai pengaruh kuat sebesar 64, sedang 31 dan pengaruh rendah sebesar 5. Lanskap fasilitas umum memiliki nilai pengaruh kuat sebesar 8, sedang 65 dan rendah sebesar 26. Secara keseluruhan pengaruh Keraton Surakarta terhadap lanskap kota tersebar pada luasan sebesar 41 pengaruh kuat, pengaruh sedang 35 dan 24 pengaruh rendah. Memudarnya pengaruh Keraton Surakarta terhadap lanskap kota dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu letakposisisi Keraton Surakarta, batas alam dan infrastruktur, perkembangan mode dan teknologi serta faktor kependudukan. Konsep yang diusulkan terhadap lanskap kota adalah dengan meningkatkan dan mempertahankan karakater budaya yang dimiliki oleh Kota Surakarta dalam penataan dan pelestarian lanskap kota guna keberlanjutan Kota Surakarta sebagai kota pusaka. Rekomendasi yang diusulkan adalah pada lanskap dengan pengaruh kuat di bagian selatan kota dapat dikategorikan sebagai zona inti kota lama Surakarta yang merupakan perkembangan awal kota dan dahulu merupakan pusat pemerintahan Keraton Surakarta. Pada zona pengaruh sedang tindakan pelestarian yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk kawasan sebagai zona penyangga dan dilakukan penguatan karakteristik keraton dan penguatan karakteristik dengan melestarikan dan memberdayakan area dan elemen bersejarah yang memiliki kaitan dan karakteristik lanskap keraton serta penataan dan perbaikan lanskap pada kawasan ini guna meningkatkan nilai sejarah dan budaya kawasan. Zona ketiga adalah zona pengembangan dengan nilai pengaruh rendah yang merupakan wilayah pemekaran kota. Pembagian zona pelestarian dilakukan guna melindungi, melestarikan dan meningkatkan kualitas lanskap kota guna menciptakan Kota Surakarta yang beridentitas. Pelestarian pada lanskap sejarah dan budaya diharapkan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya bagi masyarakat Kota Surakarta.

5.2 Saran

Berikut terdapat beberapa saran yang dapat menjadi masukan kepada pemerintah kota maupun masyarakat dalam menjaga lanskap Kota Surakarta : 1. Pemerintah Kota Surakarta segera menyusun Guideline yang berisi mengenai petunjuk teknis dalam pelestarian dan penataan lanskap kota. Serta dilakukan sosialisasi terhadap masyarakat. 2. Dilakukan perancangan secara detail pada tapak-tapak khusus yang dapat meningkatkan nilai budaya dan menunjang aktivitas ekonomi, budaya dan pariwisata. 3. Dilakukan peningkatan aktivitas budaya intangible yang selaras dengan karakteristik kota. DAFTAR PUSTAKA [Bappeda Kota Surakarta], 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta2011-2013. Solo : Badan Pembangunan Daerah. [BPS Kota Surakarta]. 2008. Surakarta dalam Angka 2007. Solo : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. [Pemerintah Kota Surakarta]. 2011. Visi Misi Kota Surakarta [internet]. [diunduh 28 Desember 2011].Tersedia dari : http:www.surakarta.go.id idnewsvis i.misi.kota.surakarta.html Adiningsih, H. 2009. Teori Arsitektur [internet].[diunduh 5 April 2011]. Tersedia dari: http:helmiadiningsih.blogspot.com200905keratonsolopengorbanan -yang-tak.html . Anggraeni, R. 2011. Assessment Lanskap Sejarah Kawasan Empang untuk Mendukung Perencanaan Tata Ruang Kota Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dumadi, J. 2011. Mikul Dhuwur Mendhem Jero : Menyelami Falsafah dan Kosmologi Jawa. Yogyakarta : Pura Pustaka. Gunawan, R. 2010. Toponimi Surakarta : Keragaman Budaya dalam Penamaan Ruang Kota. Jakarta : Direktorat Geografi Sejarah, Direktorat Jendral Sejarah dan Purbakala, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Hadi, P. 2001. Karakteristik Penggunaan Lahan Kota Solo. Di dalam: Koestoer RH et al. editor. Dimensi Keruangan Kota: Teori dan Kasus. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI-Press. Harris, C.W. dan Dines N.T. 1988. Time-Saver Standards for landscape Architecture : Design and Construction Data. United Stated of America : McGraw-Hill Co, Inc. Heins, Marleen. 2004. Keraton Surakarta. Jakarta : Buku Antar Bangsa. Hooper , L.J. 2007. Landscape architectural graphic standards. USA : John Wiley and Sons, Inc.