Lanskap Permukiman Analisis Jenis Pengaruh Lanskap

Tabel 7. Tingkat Pengaruh Keraton terhadap Lanskap Permukiman Lanjutan Kelurahan Kriteria Total Asosiasi Kesejarahan Tata Ruang Arsitektur Bangunan Ornamen Bangunan Kesamaan jenis elemen Je br es Kepatihan Wetan 0.8 0.1 0.4 0.3 0.3 1.9 Kepatihan Kulon 0.8 0.1 0.4 0.3 0.3 1.9 Pucang Sawit 1.2 0.1 0.6 0.3 0.3 2.5 Mojosongo 0.4 0.2 0.4 0.15 0.15 1.3 Tegalharjo 0.4 0.1 0.4 0.15 0.15 1.2 B anj ar sa ri Keprabon 1.2 0.1 0.6 0.3 0.45 2.65 Mangkubumen 1.2 0.1 0.6 0.3 0.3 2.5 Punggawan 1.2 0.1 0.6 0.3 0.3 2.5 Nusukan 1.2 0.1 0.2 0.15 0.3 1.95 Setabelan 1.2 0.1 0.4 0.45 0.3 2.45 Timuran 1.2 0.2 0.6 0.3 0.3 2.6 Gilingan 1.2 0.1 0.4 0.15 0.3 2.15 Kadipiro 0.8 0.1 0.2 0.15 0.3 1.55 Ketelan 1.2 0.1 0.4 0.15 0.3 2.15 Kestalan 1.2 0.1 0.4 0.15 0.3 2.15 Sumber 0.4 0.1 0.4 0.15 0.3 1.35 Banyuanyar 0.4 0.1 0.4 0.15 0.3 1.35 Keterangan : Skor 1-1,7 = Rendah ; Skor 1,8-2,4 = Sedang; Skor 2,5-3 = Tinggi Penilaian terhadap lanskap permukiman yang dilakukan dengan membagi zona sesuai dengan jumlah kelurahan dapat dikelompokkan menjadi lima kecamatan. Pada Kecamatan Laweyan dengan sembilan kelurahan memiliki luasan permukiman sebesar 724,26 ha. Pada Kecamatan Serengan luasan permukiman adalah sebesar 290,37 ha dan terbagi menjadi tujuh kelurahan. Pada Kecamatan Pasar Kliwon dengan luasan permukiman sebesar 271,49 ha terbagi menjadi sembilan jumlah kelurahan. Kecamatan Jebres memiliki luasan permukiman yang paling besar, yaitu 1017,2 ha dan terbagi menjadi 11 kelurahan. Pada Kecamatan Banjarsari luasan permukiman sebesar 650,02 ha dengan 13 kelurahan. Hasil analisis lanskap permukiman secara spasial disajikan pada Gambar 29. Hasil analisis menyatakan bahwa lanskap permukiman pada Kelurahan Sondakan, Panularan, Penumping, Sriwedari, Laweyan, Purwosari, Bumi, Pajang, Serengan, Tipes, Kratonan, Kemlayan, Jayengan, Danukusuman, Kauman, Baluwerti, Pasar kliwon, Joyosuran, Sangkrah, Semanggi, Kedung Lumbu, Sewu, Gandekan, Jagalan, Purwodiningratan, Sudiroprajan, Jebres, Pucang Sawit, Keprabon, Mangkubumen, Stabelan, Punggawan dan Timuran memiliki nilai pengaruh yang kuat dari Keraton Surakarta. Pada kelurahan tersebut merupakan permukiman lama yang memiliki sejarah kuat dengan Keraton Surakarta. Permukiman tersebut merupakan kawasan tempat tinggal bagi abdi dalem kerajaan. Sehingga banyak ditemukan bangunan dengan gaya arsitektur tradisional yang dilengkapi dengan ornamenragam hias bercirikan keraton. Lanskap permukiman dengan nilai pengaruh sedang terdapat pada Kelurahan Kerten, Karangasem, Joyotakan, Kampung Baru, Kepatihan Wetan, Kepatihan Kulon, Nusukan, Gilingan dan Ketelan. Permukiman dengan pengaruh sedang banyak terdapat pada wilayah utara dan selatan Keraton Surakarta. Pada wilayah permukiman dengan nilai sedang, tata ruang maupun arsitektur bangunan tidak mencirikan Keraton Surakarta. Bagian kota yang terdapat di bagian utara keraton, dahulu merupakan wilayah kekuasaan milik mangkunegaran dan juga tempat tinggal dari Belanda maupun Cina. Sehingga banyak ditemukan permukiman dengan gaya arsitektur dan corak bergaya Indis dan Cina. Kediaman bangsa Belanda di daerah Banjarsari dikenal dengan istilah Villapark. Sedangkan permukiman dengan nilai pengaruh rendah banyak terdapat pada kelurahan di Kecamatan Banjarsari dan Jebres. Permukiman dengan pengaruh rendah meliputi Kelurahan Jajar, Mojosongo, Tegalharjo, Kadipiro, Kestalan, Sumber dan Banyuanyar. Permukiman dengan pengaruh rendah tersebar pada bagian utara kota. Permukiman yang berada pada wilayah utara merupakan wilayah permukiman baru, sehingga tidak memiliki nilai kesejarahan yang berhubungan secara langsung dengan Keraton Surakarta. Konsep tata ruang yang dimiliki oleh Keraton Surakarta seperti kiblat papat kalima pancer maupun gaya arsitektur keraton sudah jarang diterapkan pada lanskap permukiman. Dengan perkembangan penduduk yang semakin meningkat dan kebutuhan lahan yang semakin tinggi maka terjadi penggunaan lahan yang tidak terkonsepteratur dan masyarakat sudah mulai mengabaikan keberadaan konsep lanskap keraton. Secara keseluruhan nilai pengaruh Keraton Surakarta terhadap lanskap permukiman adalah sebesar 52 pengaruh kuat, 9 pengaruh sedang dan 39 pengaruh rendah. Perkembangan permukiman yang melebar menuju barat sejalan dengan konsep tata ruang yang dimiliki oleh Keraton Surakarta, yaitu konsep kiblat papat kalima pancer. Terdapat pemahaman bahwa arah timur dan barat merupakan wilayah yang mencerminkan hubungan raja dengan rakyat, atau dapat dikatakan hubungan raja dengan masyarakat dan kerabatnya hablu minannas. Sedangkan perkembangan pemukiman menuju utara yang meliputi Kecamatan Jebres dan Kecamatan Banjarsari, terjadi setelah keberadaan pihak Belanda dan juga mangkunegaran. Pada tahun 1910, setelah keberadaan Kali Anyar, perkembangan permukiman semakin melebar menuju utara Kali Anyar dan tercipta perkampungan-perkampungan baru di Kota Surakarta. Bangunan pada Keraton Surakarta menggunakan tata ruang bangunan tradisional Jawa dengan bentukan atap joglo maupun limasan. Pada lanskap permukiman lama yang berada di selatan kota, bangunan dengan gaya arsitektur tradisional Jawa masih banyak ditemukan. Salah satunya adalah Dalem Purwodiningratan Gambar 30 merupakan rumah tinggal dari kerabat raja. a Bangunan Joglo b Pohon Beringin di halaman Gambar 30 . Dalem Purwodiningratan

4.4.1.2 Lanskap Perkantoran dan Perdagangan

Lanskap perkantoran dan lanskap perdagangan di Kota Surakarta memiliki luas sebesar 10.8 dari luas total kota sebesar 4.404 m 2 . Penilaian dilakukan dengan membagi zona sesuai dengan lima unit lanskap yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan perekonomian yaitu kantor pemerintahan, kantor swasta, pertokoan, pasar dan hotel. Analisis terhadap lanskap perkantoran dan pertokoan dinilai berdasarkan pada kriteria yang telah ditentukan pada Tabel 3. Hasil analisis pada lanskap disajikan pada Tabel 8 dan secara spasial disajikan pada Gambar 32. Penilaian pada masing-masing unit lanskap disajikan pada Lampiran 4 hingga Lampiran 8. Tabel 8. Tingkat Pengaruh Keraton terhadap Lanskap Perkantoran dan Perdagangan Unit Lanskap Keriteria Total Asosiasi Kesejarahan Posisi terhadap Keraton Surakarta Arsitektur Bangunan Kesamaan jenis elemen lanskap Kantor Pemerintah 0.4 0.2 0.6 0.6 1.8 Kantor Swasta 0.4 0.2 0.6 0.6 1.8 Pertokoan 0.8 0.2 0.4 0.6 2 Pasar 0.8 0.2 0.6 0.6 2.2 Hotel 0.4 0.2 0.6 0.4 1.6 Keterangan : Skor 1-1,7 = Rendah ; Skor 1,8-2,4 = Sedang; Skor 2,5-3 = Tinggi Lanskap perkantoran dan perdagangan di Kota Solo berpusat di kawasan Jalan Slamet Riyadi hingga Jalan Jendral Sudirman. Perkembangan pada lanskap perkantoran dan lanskap permukiman searah dengan perkembangan infrastruktur jalan, sehingga membentuk pola sesuai dengan jalan yang dilewati. Lanskap pada kantor-kantor pemerintahan seperti Balaikota Gambar 31, kantor kecamatan maupun kantor kelurahan memiliki tata ruang dan pola bangunan yang mengadopsi konsep Keraton Surakarta, seperti konsep kiblat papat kalima pancer, sehingga terbentuk keseragaman pada bangunan kantor pemerintahan. Dimana bangunan-bangunan yang berada di dalam komplek Balaikota menghadap ke arah pendapa besar yang berada di tengah sebagai pancer dan dilengkapi juga dengan sepasang pohon beringin kurung dihadapan pendapa besar. Tidak sedikit bangunan-bangunan lama peninggalan Belanda yang digunakan sebagai kantor oleh swasta maupun pemerintah, seperti kantor PTPN IX Surakarta yang menggunakan bangunan peninggalan pemerintah Belanda. Sedangkan bangunan perkantoran baru memiliki gaya arsitektur modern yang di kombinasikan dengan gaya arsitektur tradisional seperti pada Gambar 32 baik pada bentuk atap maupun ragam hias. Beberapa kantor swasta seperti kantor bank maupun hotel memiliki bangunan dengan gaya arsitektur modern, namun menggunakan bentuk atap maupun ornamen dengan ciri khas keraton, yaitu dengan mengadopsi bentuk atap limasan maupun joglo yang dilengkapi dengan ornamen yang disebut kuku bima disetiap ujung atap. a Balaikota Surakarta b Kantor Bank BCA Gambar 32. Lanskap Perkantoran di Surakarta Pada lanskap pertokoan, ornamen maupun gaya arsitektur tradisional sudah banyak ditinggalkan. Lanskap pertokoan lebih banyak menggunakan gaya bangunan ruko yang dahulu diperkenalkan oleh para pedagang Cina. Pada pertokoan besar banyak digunakan penulisan nama dengan menggunakan huruf jawa. Sedangkan pada pasar-pasar tradisional, gaya arsitektur tradisional masih dipertahankan. Pada bangunan pasar yang baru digunakan sentuhan tradisional pada bentuk atap dan juga ornamen bangunan yang mengadopsi gaya Keraton Surakarta. Pasar-pasar tradisional di Kota Surakarta memiliki hubungan sejarah yang kuat dengan keraton. Pasar-pasar tradisional sudah didirikan sejak awal keberadaan keraton Setiawan, 2000. Didirikannya pasar mencerminkan adanya pelayanan dari pihak keraton untuk rakyat. Sehingga didirikan pasar-pasar tradisional seperti Pasar Gede di utara, Pasar Kliwon di sebelah timur, Pasar Gading di selatan dan Pasar Klewer disebelah barat dari Keraton Surakarta. Pada bangunan-bangunan hotel di Surakarta sudah banyak meninggalkan gaya tradisional. Bangunan perhotelan sudah tidak lagi menggunakan tata ruang seperti keraton. Penilaian pada hotel berbintang satu hingga bintang lima mendapatkan hasil bahwa pada bangunan perhotelan, elemen lanskap yang ditemukan hanyalah bentuk bangunan dengan gaya tradisional yang diadopsi pada bentuk atap maupun ornamen yang menghiasi taman, seperti jenis pohon dan desain pada site furniture. Secara keseluruhan nilai pengaruh Keraton Surakarta terhadap lanskap perkantoran dan pertokoan di Kota Surakarta sebanyak 64 pengaruh kuat, 31 memiliki pengaruh sedang dan 5 memiliki pengaruh yang rendah.

4.4.1.3 Lanskap Fasilitas Umum

Fasilitas umum merupakan hal penting pada suatu kota yang didirikan untuk dapat dinikmati dan di akses oleh seluruh masyarakat kota. Dilakukan penilaian terhadap fasilitas umum yang terdiri dari sarana pendidikan, sarana kesehatan, taman kota, sarana transportasi yang terdiri dari stasiun dan terminal dan tempat peribadatan. Hasil penilaian pada lanskap fasilitas umum disajikan pada Tabel 9 dan secara spasial dapat dlihat pada Gambar 33. Penilaian pada masing-masing unit lanskap disajikan pada Lampiran 9 hingga Lampiran 13. Tabel 9. Tingkat Pengaruh Keraton terhadap Lanskap Fasilitas Umum Unit Lanskap Keriteria Total Asosiasi Kesejarahan Posisi terhadap Keraton Surakarta Arsitektur Bangunan Kesamaan jenis dan desain elemen Sarana Pendidikan 0.4 0.2 0.6 0.6 1.8 Taman Kota 0.8 0.2 0.6 0.6 2.2 Sarana Transportasi 0.8 0.2 0.4 0.6 2 Fasilitas Kesehatan 0.4 0.2 0.2 0.4 1.2 Tempat Peribadatan 0.8 0.2 0.4 0.6 2 Keterangan : Skor 1-1,7 = Rendah ; Skor 1,8-2,4 = Sedang; Skor 2,5-3 = Tinggi Hasil analisis skoring menyatakan bahwa pada lanskap fasilitas umum dengan keterkaitan sedang dimiliki oleh lanskap sarana pendidikan, taman kota, lanskap stasiun dan terminal, dan lanskap tempat peribadatan. Serta pengaruh yang rendah pada fasilitas kesehatan yang tergolong baru. Terdapat tujuh buah taman kota di Surakarta, diantaranya Taman Sriwedari dan Taman Balekambang yang memiliki nilai kesejarahan yang tinggi karena terbentuk pada masa pemerintahan Keraton Surakarta. Keberadan taman kota di Surakarta memiliki tatanan lanskap yang mengadopsi gaya arsitektur Keraton Surakarta seperti bentuk bangunan, ragam hias maupun penggunaan tanaman-tanaman ciri khas keraton. Fasilitas umum berupa stasiun dan terminal memiliki nilai pengaruh yang sedang. Terdapat empat stasiun kereta api di Kota Surakarta, keempat stasiun yang didirikan oleh Belanda tersebut memiliki gaya arsitektur Indis. Sedangkan pada Terminal Tirtonadi, bangunan mengadopsi bentuk atap tradisional dan digunakan ragam hias serta tanaman ciri khas keraton. Kota Surakarta memiliki fasilitas dibidang kesehatan yang cukup memadai dengan keberadaan 13 unit rumah sakit yang tersebar di penjuru kota. Pada lanskap sarana pendidikan jarang digunakan konsep tata ruang maupun arsitektur bangunan yang menyerupai Keraton Surakarta. Namun dalam penataan lanskap banyak ditemukan kesamaan pada desain elemen-elemen lanskap seperti ornamen dan juga tanaman-tanaman lokal. Pada tempat ibadah yang meliputi masjid, gereja, klenteng maupun vihara memiliki nilai kesejarahan yang cukup kuat dengan keraton. Keraton sebagai kerajaan Islam memberi pengaruh kepada masyarakat dalam memperkenalkan agama Islam. Sehingga banyak didirikan masjid pada masa itu. Masjid-masjid yang didirikan menggunakan gaya arsitektur tradisional dengan sentuhan ornamen seperti ukiran yang diadopsi dari Keraton Surakarta. Pada masjid-masjid yang baru didirikan juga banyak mengadopsi bentukan atap maupun ornamen dari Keraton Surakarta. Dalam perkembangannya, posisi atau sebaran dari lanskap fasilitas umum sudah tidak lagi mengadopsi konsep tata ruang yang digunakan oleh Keraton Surakarta. Lanskap fasilitas umum tersebar keseluruh penjuru kota, namun keberadaan fasilitas umum lebih banyak berada pada Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Jebres. Hal ini dikarenakan kedua kecamatan tersebut memiliki luasan yang lebih besar dibanding kecamatan lainnya. Nilai pengaruh dari konsep lanskap Keraton Surakarta terhadap lanskap fasilitas umum kota adalah kuat sebesar 8, pengaruh sedang sebesar 65 dan pengaruh rendah sebesar 26.