Surakarta. Pada gaya bangunan maupun corak yang digunakan keraton terdapat pengaruh dari gaya arsitektur barat yang dibawa oleh Belanda seperti bentuk pilar,
arsitektur Cina yang dibawa oleh para pedagang Cina maupun bergaya Arab yang masuk karena keberadaan bangsa Arab di Solo. Namun, gaya arsitektur tradisional
Jawa merupakan hal yang menjadi dasar bentuk dan filosofi bangunan di Keraton Surakarta. berikut adalah susunan bangunan yang berada di Keraton secara
berurutan dari utara hingga selatan beserta filosofi dari masing-masing bangunan:
1. Gapura Gladag
Gapura Gladag merupakan pintu masuk menuju komplek Keraton Surakarta. Pada bagian depan gapura terdapat sepasang arca penjaga pintu.
Gapura Gladag merupakan sepasang gapura yang berbentuk menyerupai tembok setinggi ±4 meter. Pada kedua sisi gapura terdapat arca, yaitu Brahmana Yaksa
sebagai kori pintu masuk menuju alun-alun utara. Dalam bahasa Jawa, gladag atau nggladag berarti menyeret Maruti, 2003.
Gladag merupakan tempat dikumpulkan hewan buruan yang diseret dengan gerobak untuk disembelih. Hal ini memiliki arti perlambangan kepada
manusia untuk mengutamakan kewajiban, harus bisa mengendalikan nafsu, mengekang hawa nafsu dan menguasai hawa nafsu hewani. Maksudnya adalah
manusia tidak boleh memberi kebebasan terhadap nafsu. Gapura Gladag dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Gapura Gladag
2. Gapura dan Bangsal Pamurakan
Gapura Pamurakan terletak tepat dibelakang Gapura Gladag. Gapura Pamurakan memiliki bentukan fisik menyerupai Gapura Gladag. Bangsal
Pamurakan yang terletak di selatan Gapura Pamurakan merupakan bangunan
terbuka dengan atap menyerupai joglo Maruti,2003. Gapura dan Bangsal Pamurakan merupakan tempat penyembelihan hewan dan tempat pembagian
daging bagi mereka yang berhak mendapatkan bagian dari daging pemotongan tersebut. Dahulu Bangsal Pamurakan juga digunakan sebagai tempat berteduh
bagi kendaraan tamu yang ingin menemui raja. Bangsal Pamurakan saat ini telah direnovasi dan dijadikan sebagai kios
kios berjualan cindramata maupun buku bekas. Selain direnovasi juga sudah banyak didirikan kios-kios berjualan yang menyerupai bangunan Bangsal
Pamurakan, sehingga sulit untuk melihat bentukan asli dari Bangsal Pamurakan. Hal ini juga disebabkan karena banyak tenda-tenda penjual yang didirikan tidak
beraturan.
3. Pagelaran Sasana Sumewa
Dalam bahasa Jawa, sasana berarti tempat. Sasana Sumewa merupakan suatu tempat pemerintahan para patih dalem dan juga bawahannya. Keberadaan
Sasana Sumewa merupakan sebuah perlambangan bahwa adanya kekuasaan raja yaitu tata aturan pemerintahan di Keraton Surakarta. Bangunan ini memiliki 48
buah pilarsaka. Jumlah tiang tersebut merupakan sebuah pertanda bahwa Sasana Sumewa didirikan pada saat Sinuhun Pakubuwana X berumur 48 tahun. Pada
bagian tengah Sasana Sumewa terdapat sebuah bangsal kecil yang bernama bangsal Pangrawit yang digunakan sebagai tempat duduk raja pada saat
dilaksanakan acara-acara keraton. Di hadapan Sasana Sumewa terdapat sebuah tugu besar. Tugu ini
merupakan tugu peringatan 200 tahun keberadaan serta berdirinya Keraton Surakarta Nitinegoro, 2011. Pada saat ini Sasana Sumewa dijadikan tempat
kegiatan yang tidak bersifat resmi bahkan pada saat ini, Sasana Sumewa kerap digunakan sebagai tempat peristirahatan bagi para pengunjung yang mengunjungi
Keraton Surakarta.
4. Setinggil LorUtara