Latar Belakang Evaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk ibu-ibu di empat stasiun televisi swasta nasional Indonesia.

Berkaitan dengan hal- hal tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian tentang evaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk ibu-ibu di empat stasiun televisi swasta nasional Indonesia.

B. Permasalahan

1. Seperti apa profil iklan pada tayangan acara untuk ibu-ibu di empat stasiun televisi swasta nasional Indonesia yang meliputi jenis iklan dan frekuensi iklan? 2. Seperti apa profil frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk ibu-ibu di empat stasiun televisi swasta nasional Indonesia berdasarkan klasifikasi jenis acara, kelas terapi, golongan obat, jenis obat, sasaran konsumen obat, dan produsen? 3. Bagaimana kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk ibu- ibu di empat stasiun televisi swasta nasional Indonesia yang meliputi kerasionalan kelengkapan informasi iklan berdasarkan Kriteria Etik Promosi Obat-WHO 1988 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994, serta kerasionalan klaim indikasi iklan berdasarkan mekanisme kerja zat aktif dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh informasi yang diterima penulis, telah terdapat beberapa penelitian tentang iklan obat di televisi, seperti Penilaian Iklan Obat Flu di Televisi dan Pengaruh terhadap Pemilihan Obat di Kalangan Siswa SMF dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI SMU di Kotamadya Surakarta Saragih, 2000, Pengaruh Iklan Obat Sakit Kepala di Televisi terhadap Pemilihan Obat Sakit Kepala di Kalangan Mahasiswa Angkatan 1997-2000 Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Primantana, 2001, Penilaian Iklan Obat Selesma di Televisi dan Peranannya dalam Pemilihan Obat Selesma di Kalangan Pengunjung Apotek di Pusat Kota Magelang Papilaya, 2003, dan Hubungan antara Penilaian Iklan Obat Selesma di Televisi dengan Pemilihan Obat Selesma di Kalangan Pengunjung 11 Apotek di Kota Yogyakarta Periode Maret-April Tahun 2004 Sulistiyawati, 2004. Meskipun demikian, penelitian ini belum pernah dilakukan dan berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut baik dalam hal subyek penelitian, metode pengambilan data, maupun titik berat permasalahan. Subyek penelitian ini adalah iklan obat di televisi, tidak menggunakan responden. Pengambilan data dengan observasi langsung, tidak menggunakan kuisioner. Titik berat permasalahan mengenai evaluasi kerasionalan iklan obat di televisi, tidak mengenai penilaian responden terhadap iklan obat di televisi dan pengaruhnya terhadap perilaku mereka dalam pemilihan obat. Selain itu, pengamatan iklan obat dilakukan pada semua kelas terapi, tidak hanya pada satu kelas terapi saja.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Menambah kepustakaan bagi perkembangan ilmu farmasi, khususnya mengenai evaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep di televisi.

2. Manfaat praktis

a. Agar hasil penelitian ini dapat membantu farmasis dalam memberikan pelayanan informasi tentang pemilihan obat tanpa resep berdasarkan evaluasi kerasionalan iklannya di televisi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu. b. Agar hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak-pihak yang terkait untuk meningkatkan kerasionalan iklan obat tanpa resep di televisi. c. Agar ibu-ibu dapat lebih kritis dalam menghadapi iklan obat tanpa resep di televisi.

E. Tujuan

1. Mengetahui profil iklan pada tayangan acara untuk ibu-ibu di empat stasiun televisi swasta nasional Indonesia yang meliputi jenis iklan dan frekuensi iklan. 2. Mengetahui profil frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk ibu-ibu di empat stasiun televisi swasta nasional Indonesia berdasarkan klasifikasi jenis acara, kelas terapi, golongan obat, jenis obat, sasaran konsumen obat, dan produsen. 3. Mengetahui kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk ibu-ibu di empat stasiun televisi swasta nasional Indonesia yang meliputi kerasionalan kelengkapan informasi iklan berdasarkan Kriteria Etik Promosi Obat-WHO 1988 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994, serta kerasionalan klaim indikasi iklan berdasarkan mekanisme kerja zat aktif dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994. BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengobatan Sendiri dan Masalah Informasi Obat Tanpa Resep

Sakit merupakan fenomena subyektif yang ditandai dengan perasaan tidak enak, sehingga dapat mengganggu aktivitas seseorang. Ketika seseorang sakit, akan timbul berbagai macam perilaku menuju ke arah penyembuhan, salah satunya dengan pengobatan sendiri Sarwono, 2003. Dalam waktu satu tahun, dapat diperkirakan bahwa lebih dari 65 jumlah penduduk di Indonesia yang menderita sakit melakukan pengobatan sendiri, sedangkan yang pergi ke dokter kurang dari 25 Sartono, 1993. Perilaku pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat untuk menjaga kesehatannya sendiri Sukasediati, 1996. Pengobatan sendiri juga merupakan bagian dari kebijakan pemerintah Republik Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 23 tahun 1992 pasal 5, yaitu bahwa setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungannya Anonim, 1992. Pengobatan sendiri telah ada di masyarakat seusia dengan masyarakat itu sendiri dan menyatu dengan kehidupan mereka, dilakukan untuk mengatasi keluhan yang dapat dikenali sendiri dan umumnya merupakan tanda atau gejala penyakit sederhana yang dapat sembuh dalam waktu singkat, antara lain demam, sakit kepala, dan batuk. Pengobatan sendiri dapat dilakukan dengan obat tanpa resep Sukasediati, 1996. Pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep hendaknya dilakukan secara tepat dan bertanggung jawab, biasanya untuk kasus-kasus: 1. perawatan simtomatik minor, misalnya: rasa tidak enak badan, cidera ringan 2. penyakit self-limiting atau paliatif: flu, sakit kepala 3. pencegahan dan penyembuhan penyakit ringan: mabuk perjalanan, kutu air 4. penyakit kronis, yang sebelumnya sudah pernah didiagnosis dokter atau tenaga medis profesional lainnya: arthritis, asma 5. keadaan yang mengancam jiwa dan memerlukan penanganan dengan segera Holt dan Hall, 1990. Covington 2000 berpendapat bahwa perawatan sendiri dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu keyakinan dan sikap, karakteristik demografi, status ekonomi, dan pendidikan atau pengetahuan konsumen. Sukasediati 1996 menyatakan bahwa beberapa faktor penentu yang berperan pada tindakan pengobatan sendiri antara lain adalah persepsi sakit, ketersediaan informasi tentang obat dan pengobatan, serta ketersediaan obat di masyarakat. Terjadinya kecenderungan masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep, antara lain disebabkan: 1. masyarakat merasa penyakit dengan gejala-gejala umum dan ringan belum memerlukan bantuan tenaga medis atau dokter 2. pengatasan penyakit dengan pergi ke dokter memerlukan biaya relatif mahal 3. begitu banyaknya obat tanpa resep dengan berbagai merek yang mudah ditemui di pasaran, baik di apotek maupun warung-warung kecil 4. harga obat tanpa resep terjangkau oleh hampir semua lapisan masyarakat