Promosi menurut WHO Tinjauan tentang Iklan dan Promosi 1. Perbedaan iklan dengan promosi

Keputusan Menteri Kesehatan No. 386MENKESSKIV1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas menyatakan bahwa informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat 2 UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: 1. Obyektif: harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui. 2. Lengkap: harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontraindikasi dan efek samping. 3. Tidak menyesatkan: informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Disamping itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan atau tidak berdasarkan pada kebutuhan. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.3.02706 tahun 2002 tentang Promosi Obat, pasal 5, dinyatakan bahwa promosi obat melalui media audio visual dan elektronik hanya diperbolehkan untuk obat bebas dan obat bebas terbatas. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 386MENKESSKIV1994, tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, juga dinyatakan bahwa obat yang dapat diiklankan kepada masyarakat adalah obat yang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tergolong dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali dinyatakan lain. Peraturan Pemerintah RI No. 72 tahun 1998 pasal 32 menyatakan bahwa sediaan farmasi yang berupa obat untuk pelayanan kesehatan yang penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter hanya dapat diiklankan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Dalam Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997 pasal 31 1 disebutkan psikotropika hanya dapat diiklankan pada media cetak ilmiah kedokteran danatau media cetak ilmiah farmasi. Undang-Undang RI No. 22 tahun 1997 pasal 42 menyatakan narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Beberapa hal juga diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 386MENKESSKIV1994, khususnya tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas. 1. Iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah rancangan iklan tersebut disetujui oleh Departemen Kesehatan RI. 2. Iklan obat tidak boleh memberikan pernyataan superlatif , komparatif tentang indikasi, kegunaanmanfaat obat. 3. Iklan obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian BACA ATURAN PAKAI. JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER, dan untuk media televisi spot iklan harus dicantumkan dengan tulisan yang jelas terbaca pada satu screengambar terakhir dengan ukuran minimal 30 dari screen dan ditayangkan minimal selama 3 detik. 4. Iklan suatu obat hanya boleh diindikasikan sesuai batasan yang ditetapkan. a. Vitamin 1 Iklan vitamin C Untuk mengatasi kekurangan vitamin C seperti pada sariawan dan perdarahan gusi; dan untuk keadaan saat kebutuhan akan vitamin C meningkat seperti pada keadaan sesudah operasi, sakit, hamil dan menyusui, anak dalam masa pertumbuhan, serta lansia. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI