Latar Belakang Analisis Strategi Pengembangan Usaha Jasa Boga Kesehatan pada Prima Diet Catering, Jakarta

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi perekonomian Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2008 c menunjukkan adanya peningkatan nilai produk domestik bruto PDB nasional dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Adapun nilai PDB untuk masing-masing periode adalah sebesar Rp 1.656,5 triliun pada tahun 2004, Rp 1.750,8 triliun pada tahun 2005, Rp 1.847,3 triliun pada tahun 2006, dan Rp 1.964,0 triliun pada tahun 2007. Peningkatan nilai PDB nasional tersebut juga ditandai dengan adanya laju pertumbuhan ekonomi yang positif selama periode tahun 2004 hingga 2007. Laju pertumbuhan perekonomian nasional pada tahun 2005 sebesar 5,7 persen yang sempat turun menjadi 5,5 persen pada tahun 2006, kemudian meningkat menjadi 6,3 persen pada tahun 2007. Perkembangan sektor-sektor ekonomi merupakan faktor pendorong terhadap pertumbuhan perekonomian nasional. Semua sektor ekonomi yang membentuk PDB mengalami peningkatan yang ditandai dengan laju pertumbuhan pada masing-masing sektor. Adapun laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 13,8 persen Badan Pusat Statistik 2008 c . Meskipun sektor pengangkutan dan komunikasi menunjukkan laju pertumbuhan tertinggi, kontribusi sektor ekonomi terbesar bagi perekonomian nasional disumbangkan oleh sektor industri pengolahan dengan memberikan kontribusinya sebesar 27,9 persen. Pertumbuhan sektor industri pengolahan tidak dapat dipisahkan dari peranan subsektor industri pengolahan. Subsektor industri pengolahan terdiri dari subsektor migas dan bukan migas. Subsektor bukan migas memberikan kontribusi yang utama bagi pertumbuhan sektor industri pengolahan yaitu sebesar 25,2 persen, sedangkan sumbangan dari subsektor industri migas hanya sebesar 2,7 persen. Sumbangan masing-masing subsektor industri pengolahan terhadap perekonomian nasional dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Persentase PDB Sektor Industri Pengolahan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Sektor 2004 2005 2006 2007 Rata-Rata INDUSTRI PENGOLAHAN 28.4 28.1 27.8 27.4 27.9 Industri Migas 3.1 2.8 2.6 2.4 2.7 Industri Bukan Migas 25.3 25.3 25.2 25.0 25.2 a. Industri Makanan dan minuman 7.1 6.9 7.0 7.0 7.0 b. Industri Tekstil 3.2 3.1 3.0 2.7 3.0 c. Industri Kayu 1.2 1.2 1.1 1.0 1.1 d. Industri Kertas 1.4 1.4 1.3 1.3 1.4 e. Industri Pupuk 3.3 3.4 3.3 3.3 3.3 f. Industri Semen 0.9 0.9 0.8 0.8 0.9 g. Industri Logam dasar 0.5 0.4 0.4 0.4 0.4 h. Industri Alat Angkutan, Mesin, Peralatan 7.4 7.8 8.0 8.2 7.8 i. Industri pengolahan lainnya 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 BUKAN INDUSTRI PENGOLAHAN 71.6 71.9 72.2 72.6 72.1 PRODUK DOMESTIK BRUTO 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 Sumber : Badan Pusat Statistik 2008 c Keterangan : Angka sementara Angka sangat sementara Berdasarkan Tabel 1, salah satu sumbangan subsektor industri bukan migas adalah pertumbuhan industri makanan dan minuman yang menduduki peringkat kedua terbesar setelah industri alat angkutan, mesin dan peralatan. Industri makanan dan minuman menyumbang sebesar 7,0 persen terhadap PDB Indonesia, sedangkan sumbangan dari industri-industri bukan migas lainnya hanya kurang dari 3,0 persen terhadap PDB Indonesia. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan industri makanan dan minuman memberikan dampak positif dan kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan perekonomian nasional. Pertumbuhan industri makanan dan minuman memiliki peran yang cukup besar dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Peran industri makanan dan minuman dalam penyediaan lapangan pekerjaan akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut berpengaruh terhadap pengurangan jumlah pengangguran yang pada akhirnya akan berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi. Badan Pusat Statistik 2006 a menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja penyediaan makanan dan minuman di seluruh Indonesia sebanyak 4.889.719 orang dengan penyerapan jumlah tenaga kerja per perusahaan sebesar 1,63 yang artinya perusahaan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 1-2 orang. Kontribusi industri makanan dan minuman bagi perekonomian terkait dengan peluang bisnis yang dimilikinya. Hal ini berdasarkan karakteristik dari usaha penyediaan makanan dan minuman tersebut. Usaha makanan dikenal sebagai usaha sepanjang masa dikarenakan makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk mempertahankan hidupnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2007 b , diketahui bahwa persentase pengeluaran rata-rata penduduk Indonesia perkapitabulan untuk makanan adalah 49,24 persen, sedangkan sisanya sebesar 50,76 persen untuk bukan makanan. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia menghabiskan hampir setengah pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Jadi, kebutuhan pangan tersebut telah memberikan peluang bisnis bagi industri makanan dan minuman untuk dapat terus berkembang. Perkembangan industri makanan dan minuman yang pesat dapat dilihat dari banyaknya pemanfaatan industri tersebut dalam penyediaan makanan dan minuman jadi. Salah satu usaha penyediaan makanan dan minuman jadi adalah usaha jasa boga atau yang lebih dikenal dengan istilah katering. Jasa boga mencakup usaha penjualan makanan jadi siap dikonsumsi yang terselenggara melalui pesanan-pesanan untuk berbagai kebutuhan pelanggan, misalnya perayaan, pesta, seminar, rapat, dan lainnya dimana biasanya makanan jadi yang dipesan diantar ke tempat tujuan. Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa usaha jasa boga terus mengalami perkembangan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah perusahaanusaha jasa boga menurut tahun mulai beroperasi Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Usaha Jasa Boga Berdasarkan Tahun Mulai Beroperasi di Wilayah DKI Jakarta Tahun Jumlah Usaha Jasa Boga 1975 7 1975-1980 41 1981-1990 124 1991-1997 198 =1998 917 Jumlah 1 287 Sumber : Badan Pusat Statistik 2006 a Perkembangan usaha jasa boga dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup yang serba praktis terhadap pemenuhan kebutuhan pangan pribadi maupun kelompok. Menurut Zainal 1996, perubahan gaya hidup terkait dengan transformasi masyarakat dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri yang menyebabkan terjadinya pola pergeseran hubungan keluarga menjadi jauh, baik yang disebabkan oleh jarak tempat tinggal yang berjauhan maupun akibat tingkat kesibukan. Mereka mulai berfikir untuk memanfaatkan jasa penyajian makanan siap santap. Hal ini dimanfaatkan oleh para pengusaha jasa boga guna memenuhi kebutuhan makanan dan minuman jadi khususnya bagi mereka yang sibuk dalam mengolah dan menyiapkan makanan sendiri. Namun, seiring dengan berkembangnya informasi-informasi mengenai isu keamanan pangan, sebagian konsumen mulai menyadari pentingnya menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan makanan jadi yang sehat. Mereka dituntut tidak lagi hanya mengkonsumsi makanan dari segi kuantitas dan kepraktisannya, tetapi juga memperhatikan kualitas pangan yang dikonsumsinya. Kualitas pangan dimaksudkan bahwa kebutuhan seseorang terhadap pangan tidak hanya dilihat berdasarkan pada kecukupan kebutuhan dari segi jumlah ketersediaannya dan kelezatannya, tetapi juga dari kandungan gizi yang terkandung di dalamnya, keamanan dari kandungan zat racun, mikroba, atau zat lain yang membahayakan tubuh, serta manfaat dari pangan yang dikonsumsinya. Perubahan pola konsumsi sebagian konsumen terhadap tingkat kebutuhan pangan yang sehat menjadi tantangan bagi penyelenggaraan usaha jasa boga yang berkembang di masyarakat. Penyelenggaraan usaha jasa boga yang ada saat ini belum mampu sepenuhnya merespon kebutuhan konsumen tersebut khususnya konsumen perseorangan maupun kelompok terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan yang sehat berdasarkan tingkat kegemaran dan kebutuhan gizi konsumennya. Pada umumnya, penyelenggaraan jasa boga yang dilakukan adalah pemenuhan kebutuhan pangan secara berkelompok dengan keseragaman pangan yang disajikan tanpa memperhatikan nilai kandungan gizi pada setiap makanannya. Penyelenggaraan jasa boga dengan konsep kesehatan memiliki peluang usaha yang prospektif berdasarkan kebutuhan masyarakat modern terhadap pola pangan sehat. Pada saat ini, jumlah pengelola jasa boga dengan konsep kesehatan masih terbatas. Hal ini dikarenakan dalam memulai dan menjalankan usaha, pengelola jasa boga dituntut tidak hanya mampu dalam mengelola bidang kuliner saja. Pengelola juga harus memahami dan mengerti konsep kesehatan dan gizi pangan terkait dengan penyusunan komposisi gizi yang seimbang berdasarkan tingkat kebutuhan konsumen. Akibatnya, tingkatan harga yang ditawarkan pun jauh lebih tinggi dibandingkan jasa boga pada umumnya. Potensi pasar lainnya bagi penyelenggaraan jasa boga kesehatan adalah keberadaan konsumen-konsumen tertentu yang menginginkan menu-menu kebutuhan khusus terkait dengan program kesehatan yang dijalaninya. Adapun program kesehatan tersebut diantaranya adalah program diet bagi penderita penyakit tertentu, ibu hamil dan menyusui, program penurunan berat badan, dan program alternatif kesehatan lainnya seperti vegetarian. Kehadiran jasa boga kesehatan membantu para konsumen tersebut dalam menghadirkan kombinasi menu yang sehat berdasarkan manfaat yang diperolehnya. DKI Jakarta sebagai ibukota Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi pengelola jasa boga kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan boganya. Hal ini terkait dengan segmentasi kebutuhan pangan khusus masyarakat modern DKI Jakarta terhadap pola pangan yang sehat. Tumbuhnya masyarakat kelas menengah ke atas di DKI Jakarta menjadi salah satu faktor pendorong yang membuat potensi pasar katering jasa kesehatan meningkat. Berdasarkan Badan Pusat Statistik 2006 a , seseorang akan meningkatkan pola konsumsi makananannya tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga dari segi kualitas seiring dengan meningkatnya pendapatan. Peningkatan pendapatan berpengaruh positif terhadap peningkatan potensi penyelenggaraan jasa boga kesehatan. Pertumbuhan masyarakat kelas menengah ke atas di DKI Jakarta dapat dilihat melalui indikator peningkatan golongan pendapatan bersih pekerja selama sebulan. Jumlah pekerja dengan pendapatan bersih lebih besar dari Rp 2.000.000bulan meningkat secara signifikan hampir dua kalinya dari 385.442 pekerja pada tahun 2007 menjadi 611.509 pekerja pada tahun 2008 Badan Pusat Statistik 2008 b . Indikator pertumbuhan kelas menengah ke atas merupakan salah satu pasar yang efektif bagi peluang usaha jasa boga khususnya penyelenggaraan jasa boga kesehatan. Oleh karena itu, pengelola jasa boga kesehatan diharapkan mampu mengembangkan usahanya tidak terbatas pada kebutuhan konsumen khusus tetapi menarik konsumen-konsumen baru dalam pasar yang sudah ada.

1.2 Perumusan Masalah