Hasil Posttest Siswa Hasil Penelitian
membuat guru tidak dapat memantau siswa secara fokus sehingga suasana kelas sulit untuk dikontrol dan memunculkan tindakan yang
tidak sesuai atau dalam hal ini siswa banyak memunculkan pertanyaan yang tidak relevan dengan materi yang sedang diajarkan.
Menurut Sagala, salah satu kelemahan metode demonstrasi adalah bahwa dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang
didemonstrasikan diperlukan pemusatan perhatian, dalam hal ini banyak diabaikan oleh murid-murid.
7
Berikut adalah contoh pertanyaan siswa yang tidak relevan dengan materi:
“Benarkah air kencing katak dapat menyebabkan kebutaan?” –S21 “Kenapa kodoknya tidak mempunyai racun?” –S25
“Apakah setiap katak yang hendak dibius memiliki ciri 2 benjolan
pada tubuhnya? ” –S28
Pertanyaan yang diajukan siswa S21, S25 dan S28 tersebut hanya membicarakan mengenai katak dan bukan mengenai otot atau materi
sistem gerak, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pertanyaan tersebut tidak relevan. Tabel 4.14 menunjukkan jumlah persentase
pertanyaan siswa yang tidak relevan dengan materi dari jumlah keseluruhan pertanyaan:
Tabel 4.14 Persentase Pertanyaan Tidak Relevan Pertemuan I
Pertemuan II Pertemuan III
∑ ∑
∑ Lisan
2 11,76
6 31,58
1 3,23
Tertulis 5
12,50 5
15,51 Tabel 4.14 memperlihatkan bahwa jumlah persentase
pertanyaan yang tidak relevan dengan materi lebih banyak pada pertemuan kedua baik secara lisan 31,58 dan tertulis 15,51.
7
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, Bandung: Alfabeta, 2013, Cet. 11, h. 212.
Berikut ini disajikan pula contoh pertanyaan yang relevan: “Apakah hanya kodok saja yang otot bisepnya bisa bergerak apabila
disetrum?” –S13 “Apa bedanya otot diberikan rangsang dan gerakan refleks?” –S11
“Apakah orang yang sedang koma diberikan aliran listrik dapat hidup kembali karena dialiri listriknya dapat merangsang otot?” –
S13 Pertanyaan tersebut dikatakan relevan karena isi dari pertanyaan
yang diajukan masih berkaitan dengan materi sistem gerak. Pembelajaran pada pertemuan pertama menggunakan metode
pembelajaran studi kasus sehingga persentase siswa yang mengajukan
pertanyaan cukup
tinggi dengan
persentase penyampaian secara lisan sebesar 25,64 dan tertulis sebesar
76,92 Tabel 4.1. Penggunaan metode studi kasus membuat siswa mencari berbagai alternatif dalam memecahkan masalah yang
disediakan sehingga dapat menimbulkan rasa keingintahuan siswa.
Rasa keingintahuan siswa tersebut memunculkan banyak pertanyaan yang diajukan siswa baik secara lisan maupun tertulis. Metode studi
kasus berbentuk penjelasan tentang masalah, kejadian, atau situasi tertentu, kemudian siswa ditugasi mencari alternatif pemecahannya.
Metode ini dapat digunakan untuk mengembangkan berfikir kritis dan menemukan solusi dari suatu topik yang dipecahkan.
8
Hasil penelitian Anggraeni membuktikan bahwa penggunaan metode studi
kasus dapat meningkatan kemampuan berpikir kritis serta dapat meningkatkan antusias mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan.
9
Metode penugasan pada pertemuan ketiga mendapatkan hasil persentase jumlah siswa bertanya yang juga tinggi dengan persentase
8
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada Press, 2004, Cet. 2, h.74.
9
Leni Anggraeni, Penerapan Metode Studi Kasus Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Pada Mata Kuliah Hubungan Internasional, Jurnal Media
Komunikasi FIS, Vol. 11, No. 1, 2012, h. 181.