Hasil Simulasi Sistem Budidaya Polikultur Tradisional Plus

Hasil yang diperoleh dari analisis biaya manfaat setelah menggunakan produksi udang yang menurun dari hasil analisis dinamis menunjukkan bahwa bahkan dengan produksi udang yang menurun, sistem budidaya polikultur tradisional tetap menjadi sistem budidaya dengan NPV terbesar yaitu sebesar Rp.976.520.917, Net BC sebesar 1,73 dan IRR sebesar 26. Hal ini menunjukkan bahwa pada keadaan penurunan produksi sekalipun, pada 10 tahun kedepan sistem budidaya polikultur antara udang dan bandeng tetap menjadi pilihan terbaik yang dapat dilakukan karena tingkat pengembaliannya sebesar 26 dengan asumsi nilai residu salvage value adalah nol Lampiran 13. Sistem budidaya polikultur tradisional memberikan beban lingkungan yang lebih kecil dibandingkan sistem budidaya polikultur tradisional plus, namun memberikan keuntungan yang tidak jauh berbeda karena terdapat dua jenis spesies yang dihasilkan. Udang apabila dibudidayakan secara monokultur dinyatakan tidak layak karena tidak setiap siklus budidaya yang dilakukan berhasil sedangkan biaya yang dikeluarkan relatif sama pada setiap siklus. Pada satu siklus produksi 3-4 bulan, terjadi wabah penyakit maka petani tambak akan mengalami kerugian. Kerugian ini diharapkan dapat diimbangi dengan produksi siklus berikutnya sehingga dalam satu tahun setidaknya masih memperoleh keuntungan namun pada kenyataannya dengan keadaan lingkungan perairan yang semakin buruk sulit mendapatkan panen yang diharapkan. Budidaya bandeng yang relatif lebih tahan penyakit dapat menghasilkan penerimaan tambahan apabila hasil panen udang tidak cukup menguntungkan.

8.5. Arahan Pengelolaan Sistem Budidaya Udang Berkelanjutan

Berdasarkan hasil analisis dinamik yang telah dilakukan, apabila dibandingkan produksi udang pada empat sistem budidaya pada tahun 2013-2043 Gambar 22, dapat dikatakan bahwa penurunan produksi yang paling drastis terdapat pada sistem monokultur tradisional plus karena memiliki nilai negatif pada tahun 2035. Hal ini salah satunya disebabkan oleh laju pencemaran pada sistem budidaya monokultur tradisional plus yang merupakan laju pencemaran tertinggi dibandingkan dengan sistem lainnya Gambar 23. Lingkungan dalam hal ini dianggap sebagai aset seperti yang dinyatakan oleh Tietenberg dan Lynne 2010 bahwa lingkungan dianggap sebagai aset yang menyediakan berbagai jasa, selain itu juga menyediakan sistem penyangga kehidupan sehingga perlu untuk diperhatikan agar tidak terjadi depresiasi dan terus menerus menyediakan jasa lingkungan secara berkelanjutan. Pada sistem monokultur tradisional plus dengan laju pencemaran yang tinggi seperti yang telah dibahas sebelumnya mengakibatkan penurunan produksi udang paling tinggi dibandingkan sistem budidaya lainnya karena lingkungan sebagai aset telah mengalami depresiasi. Gambar 22. Grafik hasil simulasi produksi udang tahun 2013-2043 pada 4 sistem budidaya Gambar 23. Grafik hasil simulasi Laju Pencemaran tahun 2013-2043