Luas Lahan Garapan Sistem Budidaya
dan tradisional plus yang dikombinasikan dengan sistem monokultur dan polikultur seperti yang terlihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Responden berdasarkan sistem budidaya
No. Sistem Budidaya
Jumlah Responden
Persentase
1
Monokultur tradisional 13
39,33
2 Polikultur tradisional
14 42,42
3 Monokultur tradisional plus
4 12,12
4 Polikultur tradisional plus
2 6,13
Jumlah 33
100,00
6 INDEKS PENCEMARAN LINGKUNGAN
Indikator Keberlanjutan pada sistem budidaya udang adalah daya dukung tambak karena walaupun ada penambahan input pada sistem budidaya udang
namun daya dukung tambak sudah menurun, produktivitas tambak tidak akan sebesar yang diterima pada siklus-siklus budidaya sebelumnya. Perhitungan daya
dukung dapat
menggunakan kualitas
air seperti
DO, TSS,
Rasio NitrogenPhosphat yang kemudian dibandingkan dengan laju asimilasi perairan
tambak, namun metode ini sangat kompleks dan perlu penelahan secara khusus oleh karena itu dalam indikator keberlanjutan digunakan analisis indeks
pencemaran yang didapatkan dari hasil pengukuran kualitas air Lampiran 5 di lokasi penelitian. Hasil perhitungan Analisis Indeks Pencemaran disajikan pada
Tabel 31.
Tabel 31. Indeks Pencemaran
No Parameter
Satuan
Ci Rata- rata
Lix CiLix
tanpa
unit satuan
IP tanpa
unit satuan
1 Suhu
Celcius 30,210
30,000 1,007
9,28
2
TSS mgl
73,500 80,000
0,919
3 pH
- 7,730
8,500 0,909
4 Salinitas
gl 6,780
25,000 0,271
5 Oksigen
terlarut mgl
4,410 4,000
1,103
6 BOD
mgl 5,310
20,000 0,266
7 NH
3
-N mgl
0,760 0,300
2,533
8
NO
3
-N mgl
3,828 10,000
0,383
9 PO
4 3-
mgl 0,194
0,015 12,933
Rata-Rata 2,258
Maksimum 12,933
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Hasil perhitungan kualitas air rata-rata Ci rata-rata pada beberapa parameter seperti TSS Total Suspended Solid, pH, salinitas, BOD Biochemical
Oxygen Demand dan NO
3
nitrat masih berada dibawah kualitas air standar yang diperuntukkan bagi budidaya udang. Sedangkan nilai Ci pada suhu, oksigen
terlarut, amonia dan fosfat diatas nilai kualitas air yang diperuntukkan bagi budidaya, namun hanya amonia dan fosfat yang melebihi batas toleran. Suhu rata-
rata adalah 30,21°C dan melebihi batas optimum namun masih berada dalam rentang toleran spesies budidaya, hal ini sesuai dengan pernyataan Kordi dan Andi
2007 bahwa kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikanudang di perairan tropis adalah antara 28°C-32°C. Sedangkan untuk oksigen terlarut, walaupun nilai Ci
melebihi nilai Li, namun kadar oksigen terlarut di perairan untuk pertumbuhan yang normal bagi udang yaitu berada pada kisaran 4-7 mgl menurut Poernomo
1988 dalam Saprillah 2000, sehingga nilai 4,41 mgl merupakan nilai yang masih ditoleransi oleh udang.
Kadar amonia NH
3
-N rata-rata adalah 0,76 mgl sedangkan menurut Boyd 1982 dalam Subjakto 2005 kadar 0,6 mgl dapat membahayakan
organisme akuatik. Hasil tersebut menunjukkan secara rata-rata perairan tambak di 4 Kecamatan di Sidoarjo memiliki kadar amonia yang membahayakan.
Keadaan ini disebabkan sumber air yang digunakan pada perikanan budidaya tercemar oleh limbah domestik karena perkembangan Sidoarjo menjadi salah satu
kota penyangga Surabaya sehingga banyak pembangunan perumahan di daerah Sidoarjo, limbah pabrik maupun limbah pertanian yang berasal dari daerah barat
Sidoarjo yang masih memiliki lahan pertanian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi 2003 bahwa sumber utama nitrogen antropogenik di perairan berasal
dari wilayah pertanian yang menggunakan pupuk secara intensif maupun dari kegiatan domestik. Amonia banyak digunakan dalam proses produksi urea,
industri bahan kimia asam nitrat, ammonium fosfat, ammonium nitrat, dan ammonium sulfat, serta industri bubur kertas dan kertas pulp and paper.
Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen anorganik protein dan urea dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang
berasal dari dekomposisi bahan organik tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati oleh mikroba dan jamur. Selain itu tinja dari biota akuatik yang merupakan
limbah aktivitas metabolism juga mengeluarkan amonia. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal
dari limbah domestik, industri dan limpasan run-off pupuk pertanian Effendi, 2003.
Selain amonia, kadar fosfor juga berada diatas batas optimum bagi budidaya udang, bahkan kadar fosfor memiliki nilai CiLi paling tinggi diantara
kualitas air yang lain. Kadar rata-rata fosfor pada tambak-tambak di 4 Kecamatan Sidoarjo adalah 0,914 mgl artinya perairan di daerah penelitian tergolong
perairan dengan tingkat kesuburan tinggi karena menurut Vollenweider dalam Wetzel 1975 dalam Effendi 2003 kadar ortofosfat 0,031-0,1 mgl termasuk
pada tingkat kesuburan tinggi. Fosfat menurut Goldman dan Horne 1983 dalam Budiardi 2008
merupakan salah satu makronutrien bagi alga di perairan, ketepatan konsentrasi ortofosfat dalam air akan menstabilkan pertumbuhan fitoplankton dan ortofosfat
merupakan fraksi fosfat yang dapat langsung diserap oleh fitoplankton dalam fotosintesis. Namun pada umumnya fosfat ditemukan di perairan alami dalam
konsentrasi yang kecil, konsentrasi fosfat sebesar 1 mgl sudah cukup optimal bagi pertumbuhan fitoplankton. Artinya pada empat Kecamatan di Sidoarjo, kadar
fosfat sebesar 0,914 mgl sudah melebihi batas yang normal. Menurut Effendi 2003, keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai
dengan keadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan algae bloom. Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada
permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Selain itu
ditambahkan oleh Rumhayati 2010 alga biru yang tumbuh subur karena melimpahnya fosfat mampu memproduksi senyawa racun yang dapat meracuni
badan air. Kadar fosfat yang tinggi sebesar 0,914 mgl pada 4 Kecamatan di Sidoarjo semakin memperjelas dampak dari pembuangan limbah industri, limbah
rumah tangga dan aktivitas pertanian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ruttenberg 2004 dalam Rumhayati 2010 bahwa sumber fosfor di perairan dan
sedimen adalah deposit fosfor, industri, limbah domestik, aktivitas pertanian dan pertambangan batuan fosfat serta penggundulan hutan.
Dari perhitungan Indeks Pencemaran dihasilkan angka 9,2 yang berarti rata-rata tambak-tambak pada 4 Kecamatan di Sidoarjo tercemar sedang.
Pencemaran tersebut disebabkan sungai dan laut yang menjadi sumber air bagi tambak-tambak di Sidoarjo telah tercemar oleh limbah pabrik, aktivitas pertanian
maupun limbah rumah tangga. Indeks Pencemaran tahun ini mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan Indeks Pencemaran pada empat tahun
sebelumnya yaitu 13,4 yang berarti terjadi pencemaran berat Dinno, 2009. Penurunan ini dapat disebabkan karena beberapa tambak yang digunakan sebagai
sampel mulai melakukan sistem budidaya ramah lingkungan, contohnya penanaman mangrove disekitar kolam yang digunakan untuk polikultur antara
udang dan bandeng, selain itu juga pencemaran berat pada tahun 2009 juga dapat merupakan dampak yang disebabkan Bencana Lumpur Sidoarjo yang terjadi pada
tahun 2006. Nilai Indeks Pencemaran sebesar 9.2 ini akan digunakan pada analisis
dinamik pada Bab 8 untuk melihat bagaimana produksi udang di Sidoarjo untuk 30 tahun ke depan apabila tidak ada penanggulangan yang dilakukan untuk
mengurangi nilai indeks pencemaran dengan cara berusaha sebaik-baiknya untuk memelihara lingkungan perairan seperti contohnya pengelolaan limbah yang tepat
sebelum dibuang ke sungai dan tidak membuang sampah ke sungai atau laut.
7 EFISIENSI EKONOMI DAN KELAYAKAN BISNIS