Fungsi Cobb-Douglas dan Efisiensi pada Sistem Tradisional Plus

Tabel 36. Hasil analisis regresi pada faktor-faktor produksi usaha budidaya udang dengan sistem tradisional plus Variabel Koef. Regresi t Hitung Peluang VIF Konstanta 28,291 1,227 0,287 Luas Lahan X1 0,911 3,680 0,021 656,466 TKPP X2 -0,004 -0,112 0,916 26,033 T.K. Operasional X3 -3,563 a -0,959 0,408 298.137,527 Benih X4 0,146 0,970 0,387 509,645 Pupuk X5 0,012 0,052 0,961 1.487,900 Pakan X6 -0,100 -0,656 0,548 641,472 Kapur X7 -0,091 -0,439 0,684 2.600,336 Saponin X8 -0,141 -0,957 0,393 771,254 Obat-obatan X9 0,043 0,309 0,773 121,509 BOD X10 16,962 a 0,959 0,408 6.755.557,885 Oksigen terlarut X11 12,240 a 0,959 0,408 3.517.905,714 pH X12 -12,760 -1,188 0,301 2.826,382 Amonia X13 -0,173 -6,457 0,003 226,294 S = 0,52444 R-Sq = 78,2 R-Sq adj = 64,6 Fhit = 5,738 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 a Variabel yang dikeluarkan dari analisis karena memiliki nilai VIF terlalu besar nyata pada taraf α =5 persen Hasil dari analisis regresi awal Tabel 36, nilai VIF pada BOD Biochemical Oxygen Demand dan oksigen terlarut memiliki nilai VIF paling tinggi karena seperti yang telah dijelaskan bahwa oksigen terlarut dan BOD memang berkorelasi. Pada tahapan regresi selanjutnya, multikolinearitas juga terjadi pada pakan, benih dan tenaga kerja operasional, diduga penggunaan pakan yang tidak rutin dan hanya berdasarkan sampling pada sistem tradisional plus menyebabkan multikolineritas karena tingkat pemberiaan pakan tergantung pada banyak benih yang ditebar dan hidup sedangkan penambahan pemberiaan pakan sendiri berarti penambahan tenaga kerja operasional. Multikolinearitas antara pH dan kapur dapat dijelaskan karena penambahan kapur akan meningkatkan kadar pH air atau tanah. Dengan melakukan beberapa tahapan analisis regresi dengan mengeluarkan faktor-faktor produksi yang memiliki VIF tinggi Lampiran 7, maka diperoleh hasil analisis regresi pada Tabel 37. Fungsi produksi Cobb- Douglas pada sistem tradisional plus adalah sebagai berikut : Ln Produksi = 1,796+0,579 luas lahan – 0,029 tenaga kerja persiapan dan panen + 0,316 pupuk + 0,181 saponin + 0, 066 obat-obatan – 0,439 amonia. Tabel 37. Hasil akhir analisis regresi pada sistem budidaya udang sistem budidaya tradisional plus Variabel Koef. Regresi t Hitung Peluang VIF Konstanta 1,796 10,984 0,000 Luas Lahan X1 0.579 9,587 0,000 4,088 TKPP X2 -0,029 -0,784 0,455 2,967 Pupuk X5 0.316 8,421 0,000 4,020 Saponin X8 0,181 5,629 0,000 3,825 Obat-Obatan X9 0,066 1,130 0,291 2,199 Amonia X13 -0.439 -15,424 0,000 4,085 S = 0,11274 R-Sq = 99,7 R-Sq adj = 99,4 Fhit = 382,676 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 nyata pada taraf α = 1 persen. Nilai R-Sq koefisien determinasi adalah 99,4 yang artinya 99,4 persen variasi produksi dapat dijelaskan oleh variasi dari variasi bebas dan sebesar 0,6 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar model. Nilai uji-F atau F-hitung terhadap model sebesar 382,676 dan memiliki nilai p 0.001 α = 5 yang artinya model mampu menjelaskan keragaman total produksi. Hasil uji-t menyatakan bahwa faktor produksi yang berpengaruh nyata secara statistika adalah luas lahan, pupuk, saponin dan amonia. Uji asumsi klasik pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa data yang digunakan pada survai ini menyebar normal dan homogen. Pada uji autokorelasi, hasil dari uji Durbin Watson bernilai 1,721 atau mendekati 2 yang artinya tidak ada autokorelasi pada data yang digunakan. Kemudian untuk uji multikolinearitas, seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, faktor-faktor produksi yang menyebabkan multikolinearitas tidak diikutsertakan sehingga fungsi Cobb- Douglas yang dihasilkan telah memenuhi syarat statistika maupun ekonometrika. Berdasarkan hasil analisis regresi variabel luas lahan pada sistem tradisional plus ini memiliki elastisitas sebesar 0,579 dengan demikian jika jumlah lahan ditambah sebesar 1 persen maka meningkatkan total produksi sebesar 0,579 persen dalam kondisi penggunaan input lain tetap ceteris paribus. Pupuk, saponin dan obat-obatan pada sistem tradisional plus memiliki nilai elastisitas positif, sedangkan nilai elastisitas negatif terdapat pada faktor produksi tenaga kerja persiapan panen dan amonia. Pupuk dan saponin memiliki pengaruh yang sama pada sistem tradisional maupun sistem tradisional plus, namun obat-obatan memiliki pengaruh yang berbeda pada kedua sistem budidaya ini. Pada sistem tradisional plus, pengaruh obat-obatan menjadi positif yaitu setiap penambahan 1 persen dari obat-obatan yang digunakan akan menambah 0,066 persen total produksi. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan pada sistem budidaya tradisional plus lebih efektif apabila dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan pada sistem tradisional, hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan produk yang berbeda pada kedua sistem namun juga karena kombinasi input berbeda pada kedua sistem yang membuat obat-obatan dapat bekerja dengan lebih efektif. Beberapa obat-obatan yang digunakan pada sistem tradisional plus merupakan jenis immunostimulan yang dicampurkan dengan pakan, sehingga penggunaan pakan tentunya membuat aplikasi obat-obatan menjadi lebih efektif. Tenaga kerja persiapan dan panen memiliki elastisitas negatif pada sistem budidaya tradisional plus berarti penyerapan tenaga kerja untuk sistem tradisional plus dalam tahap persiapan dan panen sudah cukup sehingga apabila ditambah hanya akan menurunkan produksi karena biaya untuk membayar tenaga kerja harian untuk persiapan dan panen dapat dialokasikan untuk menambah faktor produksi lain yang belum efisien setelah melihat hasil dari analisis efisiensi. Penambahan 1 persen amonia pada sistem tradisional plus akan menurunkan 0,439 persen karena keracunan yang disebabkan oleh terlalu tingginya amonia pada perairan dapat menimbulkan kematian pada udang sehingga pada akhirnya akan menurunkan hasil produksi. Hasil penjumlahan nilai koefisien setiap variabel sebesar 0,674 yang artinya usaha sistem tradisional plus berada di daerah rasional karena nilai elastisitas produksi berada diantara 0 dan 1 artinya setiap penambahan 1 faktor produksi secara bersama-sama akan menaikan produksi sebesar 0,674. Daerah ini juga disebut zona 2 yaitu zona dimana produsen biasanya menaruh keputusan produksinya Thampapillai, 2002. Efisiensi ekonomi pada sistem tradisional Tabel 38 menunjukkan bahwa luas lahan memiliki nilai NPMBKM sebesar 0,73 artinya penggunaan luas lahan di Sidoarjo untuk sistem tradisional tidak efisien atau sama halnya pada sistem tradisional yang penggunaannya harus dikurangi karena biaya yang dikeluarkan untuk sewa maupun pembuatan tambak tidak sebesar hasil yang didapatkan. Faktor Produksi seperti pupuk, saponin dan obat-obatan menghasilkan nilai NPMBKM lebih dari satu, artinya ketiga faktor produksi ini belum efisien. Saponin bahkan menghasilkan nilai NPMBKM mencapai 392,12 yang artinya penggunaan saponin masih perlu banyak ditambah dalam produksi udang. Begitu juga pupuk dan obat-obatan, penggunaannya masih perlu ditambah. Efisiensi tidak dicapai juga disebabkan antara lain karena pengetahuan petani dalam menggunakan faktor produksi adalah terbatas, kesulitan petani dalam memperoleh faktor produksi dalam jumlah yang tepat waktu, adanya faktor luar yang menyebabkan petani tidak berusaha secara efisien Soekartawi, 1993. Tabel 38. Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal pada sistem tradisional plus Faktor Produksi Rata-rata Faktor Produksi Koefisien Faktor Produksi NPM dalam Rupiah BKM dalam Rupiah NPM BKM Luas Lahanha 15,00 0,579 7.360.624 10.000.000 0,73 Pupuk kg 356,33 0,316 169,107 2.000 84,55 Saponin kg 14,67 0,181 2.352.750 6000 392,12 Obat-obatan kg 5,87 0,066 2.144.041 50.000 42,88 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Faktor lain penyebab belum efisien beberapa faktor produksi adalah kecenderungan petani yang bersifat risk-averse artinya menghindari risiko, penambahan faktor produksi berarti penambahan biaya yang dikorbankan untuk menghasilkan produksi, karena usaha tambak sendiri merupakan usaha dengan risiko besar yaitu apabila terjadi wabah penyakit dan virus dapat menyebabkan gagal panen maka petani tambak cenderung merupakan risk averse.

7.2 Kelayakan Bisnis

Setelah melihat hasil dari fungsi produksi Cobb-Douglas, perlu adanya studi lanjutan mengenai kelayakan bisnis dari masing-masing sistem budidaya yaitu monokultur udang tradisional, polikultur udang dan bandeng secara tradisional, monokultur udang tradisonal plus dan polikultur udang dan bandeng secara tradisional plus. Kelayakan Bisnis dihitung dengan discounted dan undiscounted criterion seperti Keuntungan, Revenue Cost Ratio RC dan Pay Back Period PBP kemudian dilanjutkan dengan Net Present Value NPV, Net Benefit Cost Net BC, Internal Rate of Return IRR. Analisis tersebut dilakukan pada level petani tambak usaha tambak. Dalam menghitung keuntungan yang didapatkan dari masing-masing sistem budidaya, kita perlu mengetahui total penerimaan, biaya tetap dan biaya variabel. Wawancara yang dilakukan pada 33 petani tambak di Kabupaten Sidoarjo yang terbagi atas 13 orang pada monokultur tradisional, 14 orang pada polikultur tradisional, 4 orang pada monokultur tradisional plus dan 2 orang pada polikultur tradisional plus yang ditambah dengan 10 data sekunder petani tambak dengan sistem budidaya ini sehingga terdapat 12 orang pada sistem polikultur tradisional plus menghasilkan total penerimaan pada Tabel 39. Penerimaan tertinggi diperoleh penggunaan sistem polikultur tradisional plus sebesar Rp. 285.142.000 dan penerimaan terendah diperoleh penggunaan sistem monokultur tradisional plus karena saat ini dengan banyaknya wabah penyakit yang terjadi, sangat jarang ditemukan petani tambak yang mau membudidayakan udang secara monokultur dengan adanya penambahan pakan. Selain itu penjualan bandeng pada sistem polikultur tentunya juga membuat penerimaan pada kedua sistem ini paling menguntungkan dibandingkan sistem monokultur seperti terlihat pada Gambar 12. Tabel 39. Total Penerimaaan pada 4 sistem budidaya No. Jenis Total Penerimaan dalam Rupiah Monokultur Tradisional Polikultur Tradisional Monokultur Tradisional Plus Polikultur Tradisional Plus

1. Penjualan

udang 22.115.385 25.366.071 17.812.500 232.425.000

2. Penjualan

bandeng - 20.550.000 52.717.000 Total 22.115.385 45.916.071 17.812.500 285.142.000 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Gambar 12. Grafik Total Penerimaan pada 4 sistem budidaya