Gambar 20. Grafik hasil simulasi produksi udang tahun 2013-2043 pada sistem budidaya monokultur tradisional plus
Penurunan drastis pada tahun 2035 collapse pada sistem monokultur tradisional plus Gambar 20 ini disebabkan karena menumpuknya bahan organik
hasil metabolit udang maupun akibat adanya penggunaan pakan yang juga menambah laju pencemaran pada tambak. Pada sistem budidaya ini karena spesies
yang dibudidayakan hanyalah udang, maka bahan organik tidak dimanfaatkan oleh bandeng sebagai pakan alami klekap pada akhirnya laju asimilasi
lingkungan lebih lambat daripada laju pencemaran sehingga produksi udang menjadi negatif.
Hal ini sejalan dengan Kordi dan Andi 2007 yang menyatakan bahwa sebuah ekosistem yang dirusak misalnya untuk membangun tambak dan
kemudian dipelihara biota misalnya udang yang hidupnya tidak wajar. Proses ini menghasilkan lagi berbagai bahan, berupa limbah organik dan anorganik, yang
mau tidak mau harus diterima oleh ekosistem tersebut. Dengan situasi yang demikian buruk dipastikan ekosistem yang rusak tidak mampu menampung dan
mengolah beban yang demikian berat, dan akhirnya semuanya harus menanggung risiko. Penurunan kualitas lingkungan dan kegagalan panen, ini berhubungan
timbal balik.
8.3.4. Hasil Simulasi Sistem Budidaya Polikultur Tradisional Plus
Pada sistem budidaya polikultur tradisional plus nilai parameter yang dimasukkan pada input produksi adalah hasil dari fungsi Cobb-Douglas pada
sistem tradisional yang dimodifikasi agar sesuai dengan apa yang dilakukan di lapangan, besar kilogram input yang dimasukkan sesuai dengan jumlah total pada
sistem budidaya tersebut, harga input produksi merupakan harga input produksi berlaku pada saat penelitian Lampiran 12. Kemudian untuk parameter lain yang
dimasukkan adalah : Produksi udang
= 37.188 kg Produksi bandeng
= 45.186 kg Indeks Pencemaran
= 9,2 Laju Pencemaran
= Input ProduksiProduksi udangIndeks Pencemaran Keuntungan
= Total Penerimaan – Total Biaya Total Penerimaan
= Produksi udangHarga udang+Produksi bandengHarga bandeng
Harga udang = Rp. 75.000,-
Harga bandeng = Rp. 14.000,-
Hasil simulasi pada sistem budidaya polikultur tradisional plus menyatakan bahwa produksi udang akan menurun hingga 35.322 kg Gambar 21
dan pada tahun 2043 keuntungan yang akan didapatkan adalah Rp. 895.597.318 Tabel 47.
Gambar 21. Grafik hasil simulasi produksi udang tahun 2013-2043 pada sistem polikultur tradisional plus
Tabel 47. Hasil simulasi sistem budidaya polikultur tradisional plus
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
8.4. Analisis Biaya Manfaat
Hasil dari analisis dinamik digunakan untuk melihat sistem budidaya yang paling layak dilakukan di kawasan Sidoarjo dengan menghitung Net Present
Value NPV, Net BC dan Internal Rate of Return IRR pada 4 sistem budidaya dengan menggunakan nilai produksi dari tahun 2013 hingga 2023 yang dihasilkan
pada analisis dinamik. Analisis kelayakan finansial tersebut dilakukan untuk 4 wilayah kecamatan di daerah penelitian disajikan pada Tabel 48.
Tabel 48. NPV, Net BC dan IRR setelah analisis dinamik
No. Nilai Pada Tingkat Suku Bunga 10 Umur Proyek 10 tahun
Monokultur Tradisional
Polikultur Tradisional
Monokultur Tradisional Plus
Polikultur Tradisional Plus
1. NPV
Rp.871.863.015 Rp. 976.520.917 Rp.296.276.309 Rp.651.211.101
2. Net BC 0,26
1,73 0,14
1,20
3. IRR
-13 26
-26 15
Sumber : Hasil Analisis Data, 2014 Rincian terdapat pada Lampiran 13
Hasil yang diperoleh dari analisis biaya manfaat setelah menggunakan produksi udang yang menurun dari hasil analisis dinamis menunjukkan bahwa
bahkan dengan produksi udang yang menurun, sistem budidaya polikultur tradisional tetap menjadi sistem budidaya dengan NPV terbesar yaitu sebesar
Rp.976.520.917, Net BC sebesar 1,73 dan IRR sebesar 26. Hal ini menunjukkan bahwa pada keadaan penurunan produksi sekalipun, pada 10 tahun
kedepan sistem budidaya polikultur antara udang dan bandeng tetap menjadi pilihan terbaik yang dapat dilakukan karena tingkat pengembaliannya sebesar
26 dengan asumsi nilai residu salvage value adalah nol Lampiran 13. Sistem budidaya polikultur tradisional memberikan beban lingkungan
yang lebih kecil dibandingkan sistem budidaya polikultur tradisional plus, namun memberikan keuntungan yang tidak jauh berbeda karena terdapat dua jenis spesies
yang dihasilkan. Udang apabila dibudidayakan secara monokultur dinyatakan tidak layak karena tidak setiap siklus budidaya yang dilakukan berhasil sedangkan
biaya yang dikeluarkan relatif sama pada setiap siklus. Pada satu siklus produksi 3-4 bulan, terjadi wabah penyakit maka petani tambak akan mengalami
kerugian. Kerugian ini diharapkan dapat diimbangi dengan produksi siklus berikutnya sehingga dalam satu tahun setidaknya masih memperoleh keuntungan
namun pada kenyataannya dengan keadaan lingkungan perairan yang semakin buruk sulit mendapatkan panen yang diharapkan. Budidaya bandeng yang relatif
lebih tahan penyakit dapat menghasilkan penerimaan tambahan apabila hasil panen udang tidak cukup menguntungkan.
8.5. Arahan Pengelolaan Sistem Budidaya Udang Berkelanjutan
Berdasarkan hasil analisis dinamik yang telah dilakukan, apabila dibandingkan produksi udang pada empat sistem budidaya pada tahun 2013-2043
Gambar 22, dapat dikatakan bahwa penurunan produksi yang paling drastis terdapat pada sistem monokultur tradisional plus karena memiliki nilai negatif
pada tahun 2035. Hal ini salah satunya disebabkan oleh laju pencemaran pada sistem budidaya monokultur tradisional plus yang merupakan laju pencemaran
tertinggi dibandingkan dengan sistem lainnya Gambar 23. Lingkungan dalam hal ini dianggap sebagai aset seperti yang dinyatakan
oleh Tietenberg dan Lynne 2010 bahwa lingkungan dianggap sebagai aset yang