Awal mula HAM di Indonesia
B.1. Awal mula HAM di Indonesia
Perdebatan mengenai hak asasi telah terdapat dalam perumusan konstitusi UUD 1945, yaitu dalam rapat BPUPKI. Dapat dikatakan terdapat dua golongan yang saling berbeda pendapat pada masa itu; Soekarno dan Soepomo, yang berpendapat bahwa jaminan hak individual tidak diperlukan, dan Hatta dan Yamin yang berpendapat bahwa jaminan hak individual diperlukan untuk tertera secara jelas dalam Konstitusi. Pada rapat BPUPKI 15 Juli Soekarno menyatakan:
Buanglah sama sekali faham individualisme itu, janganlah dimasukkan dalam Undang-Undang Dasar kita yang dinamakan ‘rights of the citizens’ sebagai yang dianjurkan oleh Republik Perancis itu adanya... Tuan-tuan yang terhormat! Kita menghendaki keadilan sosial. Buat apa Grondwet menuliskan bahwa manusia bukan saja
156 Ibid hlm 644. Stoller mengatakan …But what constitutes this moment of danger and what constituted that moment of danger in the early 1960s resonate in very different and unsettling
ways. As Elizabeth Collins and earlier Indonesia observers have noted, the current regional violence can be understood both as part of a longer history of state and local violence and also in part as legacy of the 1960s, if not 65.
mempunyai hak kemerdekaan suara, kemerdekaan memberikan hal suara, mengadakan persidangan dan berapat, jikalau misalnya tidak ada sosial rechtvaardigheid yang demikian itu? Buat apa kita membikin grondwet, apa guna grondwet itu kalau ia tak dapat mengisi perut orang yang hendak mati kelaparan. Grondwet yang berisi droit de’l homme et du citoyen itu, tidak bisa menghilangkan kelaparannya orang miskin yang hendak mati kelaparan. Maka oleh karena itu, jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong menolong, paham gotong royong dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap paham
individualisme dan liberalisme dari padanya 157 Pada lain pihak, dari kubu yang berseberangan, menganggap hak
individu adalah penting untuk dimasukkan secara terang dalam konstitusi, terutama bahwa negara Indonesia yang hendak dimerdekakan pada kala itu untuk mencegah dari penyalahgunaan kekuasaan. Yamin mengatakan:
Memang kita harus menentang individualisme... Kita mendirikan negara baru di atas dasar gotonng royong dan hasil usaha bersama. Tetapi suatu hal yang saya kuatirkan, kalau tidak ada satu keyakinan atau satu pertanggungan kepada rakyat dalam UUD yang mengenai hak untuk mengeluarkan suara... Hendaklah kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita bikin, jangan menjadi Negara
Kekuasaan. 158 Dari kedua pendapat tersebut sesungguhnya terdapat satu benang
merah yang menyatukan; bahwa keduanya sesungguhnya bersepakat mengambil jalan sosialisme dan sama-sama menolak nilai individualistik liberalisme barat. Perdebatan antara keduanya pada akhirnya mewujud dalam ketentuan UUD 1945 sebelum amandemen. UUD 1945 ini sesungguhnya hanya memuat sedikit saja ketentuan-ketentuan HAM.
157 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Buku VIII; Warga Negara dan Penduduk, Hak Asasi
Manusia dan Agama.2010 hlm 27 Soepomo sejalan dengan Soekarno mengatakan soal Negara Kekeluargaan dengan menganggap negara sebagai satu keluarga besar. 158 Loc cit
Penambahan nilai-nilai HAM justru terjadi setelah KMB Den Haag 27 Desember 1949, berganti menjadi Konstitusi RIS 1949 yang mencakup peraturan HAM terutama dalam Bagian 5 dari Pasal 7 sampai Pasal 33. Tidak bertahan lama, Konstitusi RIS 1949 berganti menjadi UUDS 1950 yang mengakomodasi HAM bahkan secara lebih luas, yaitu dalam Bagian V dari Pasal 7 sampai Pasal 43.
Berdasar pada tipologi negara hukum Mahfud MD, masa dibawah Presiden Soekarno ini, yang dapat dibagi menjadi masa demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin. Pada masa awal kemerdekaan dan demokrasi liberal, kehidupan kepartaian dan pers berjalan dengan cukup baik meski dengan beberapa catatan. 159 Karena demokrasi liberal dianggap tidak stabil
dan berakhir pada tahun 1959, Soekarno melalui Tritura dan Dekrit Presiden
5 Juli 1959 mengembalikan Konstitusi pada UUD 1945, yang memiliki muatan perlindungan HAM yang lebih sedikit. Dekrit 5 Juli 1959 memubarkan konstituante karena dianggap gagal membentuk UUD baru dan membentuk MPRS dimana Soekarno menjadi Presiden seumur hidup. Hal tersebut sesungguhnya merupakan jalan tengah karena apabila terjadi pemilu pada kala itu, dikhawatirkan golongan kiri yang dipimpin oleh PKI akan memenangkan pemungutan suara. Maka pilihan Soekarno sebagai
159 Mohammad Mahfud MD. Politik Hukum Indonesia. Rajawali Press. Jakarta. 2012. hlm 295-297 terutama melalui pembredelan pers Indonesia Raya dan Mohtar Loebis. Jaminan tersebut
diberikan melalui Maklumat 3 November 1945. Pada masa demokrasi Liberal, menurut Mahfud, partai-partai berperan dengan dominan sedangkan kekuasaan presiden, meski tidak dapat diganggu gugat, tidak memiliki kekuatan.
presiden seumur hidup adalah jalan tengah yang dapat diterima oleh seluruh pihak, baik kanan mupun kiri.
Masa Demokrasi Terpimpin bagaimanapun berbeda dengan demokrasi liberal. Sementara yang terakhir memiliki kadar kebebasan cukup baik, pada masa demokrasi terpimpin yang memiliki kekuatan eksekutif yang kuat menurut banyak ahli bukan merupakan kehidupan demokratis. Pada masa ini pula diberlakukan sejumlah kebijakan yang berlawanan dengan semangat HAM seperti pembubaran Partai Masyumi, Murba, PSI, pemabatasan kebebasan berekspresi melalui larangan film dan lagu barat, juga pembredelan media massa sebagaimana Pelarangan Manikebu. Mungkin yang paling penting adalah munculnya Perpres 11/1963 yang nantinya
dipergunakan untuk memberangus lawan politik daripada orde lama. 160