Mandela, de Klerk dan Transisi Kekuasaan

E.2. Mandela, de Klerk dan Transisi Kekuasaan

Dekade 1980 tensi politik memanas. Baik kubu pemrotes maupun polisi saling bentrok menggunakan kekerasan. 504 UDF dan Cosatu mengorganisir

perlawanan anti-aparheid, ANC juga mengorganisir pelatihan militer sedangkan dari pihak pemerintah, secara diam-diam mensponsori pergerakan Inkatha yang bertujuan melakukan tekanan kekerasan terhadap ANC. Pasukan keamanan membalas dengan melakukan pemboman terhadap kantor COSATU dan SCC. 505

Atas kekerasan tersebut, Botha menetapkan situasi darurat pada 21 Juli 1985. Kekerasan yang terjadi menarik perhatian internasional. Pada tahun yang sama, pemerintahan Botha mulai membuka negosiasi dan hendak membebaskan Mandela. Negosiasi yang diluncurkan adalah untuk menghentikan perlawanan bersenjata. Terhadap negosiasi ini Mandela menanggapi dengan menyatakan kekerasan yang terjadi tidak akan berakhir hingga pemerintahan minoritas kulit

503 Konstitusi 1983 sesungguhnya diserang oleh banyak pihak. Golongan kulit hitam menentang keras karena tidak adanya ruang keterlibatan politik, bagi golongan asia dan kulit berwarna,

trikameral tersebut tidak memberikan kekuasaan politik yang sebenarnya, dan bagi konservatif kulit putih, sistem tersebut dikritik karena memberikan ruang bagi golongan selain kulit putih. Lihat dalam Op Cit Liz Sonneborn. The End of Apartheid in South Africa… hlm 78

504 Ibid hlm 79 terutama ditujukan kepada petugas kulit hitam yang bekerja untuk rezim Botha. Cara-cara yang dipergunakan sadis antara lain dengan memerintahkan untuk meminum deterjen,

maupun mengalungkan ban karet yang telah dibahasi dengan bensin untuk kemudian dibakar. 505 Ibid hlm 83 maupun mengalungkan ban karet yang telah dibahasi dengan bensin untuk kemudian dibakar. 505 Ibid hlm 83

transisi pergantian rezim.

Tahun 1989, Botha terserang stroke dan mengundurkan diri. Posisinya digantikan oleh F.W. de Klerk, rival politiknya di NP, yang dengan mundurnya Botha menjadi Presiden sekaligus pemimpin partai. Dibawah de Klerk, reformasi politik dilakukan. Pada 2 Februari 1990, de Klerk membatalkan larangan terhadap

34 organisasi politik termasuk ANC dan PAC. Selanjutnya, de Klerk juga menjanjikan akan segera menyudahi apartheid, membebaskan tahanan politik. Kerusuhan masih berlangsung, terjadi penembakan oleh polisi terhadap demonstrasi di kota Sebokeng. Mandela dan de Klerk menandatangani Groote

Schuur Minute 507 , untuk mengakhiri kekerasan politik dan memulai negosiasi masa transisi secara damai. ANC maupun Mandela tidak sepenuhnya dengan

program reformasi politik de Klerk, yang mereka anggap bertujuan untuk melemahkan ANC dan mempertahankan supremasi kulit putih setelah masa transisi. Juni 1992, pasukan Inkatha memasuki kota Boipatong dan membunuh 46 orang yang kebanyakan perempuan dan anak-anak, yang berakibat keluarnya Mandela dari perundingan Convention for Democratic South Africa (CODESA), dan melancarkan gelombang protes nasional selama 48 jam. Gelombang protes besar-besaran terjadi pada September 1992, 80.000 orang yang diketuai oleh Chris

506 Op Cit Mac Maharaj. The ANC and South Africas Negotiated Transition to Democracy and Peace … hlm 18. Semenjak 1962, Mandela ditahan dan berpindah-pindah lokasi hingga 1990. Sebagai catatan, pada tahun 1986 Mandela bertemu dengan Kobie Coetzee dan Neil Barnard

berkaitan dengan pembebasan Govan Mbeki dan Harry Gwala yang diputus Pidana seumur hidup. Menyusul, pada tahun 1989 pembebasan Walter Sisulu dan tahanan politik yang lain.

507 http://www.anc.org.za/show.php?id=3881 diakses 2 Oktober 2015

Hani dari SACP dan dibalas dengan tembakan oleh pasukan keamanan yang menewaskan 28 orang. Terdapat dua konflik dalam masa-masa transisi ini, yang pertama adalah konflik antara penentang apartheid dengan pemerintah, dan yang kedua konflik antara sesama kulit hitam. Periode pertama terjadi antara 1985-86 yang menewaskan 2000-3000 orang, dan periode kedua terjadi antara 1988-1995

yang menewaskan 10.000-20.000 orang. 508 Dalam situasi penuh tekanan politik dan kekerasan, de Klerk dan Mandela sepakat untuk kembali berunding dan

menyepakati diadakanya pemilu dimana seluruh warga Afrika Selatan mempunyai hak pilih. 509 Diantara masa transisi ini, terbentuklah Konstitusi 1993, yang

merupakan konstitusi non-rasial pertama dalam sejarah Afrika Selatan. Konstitusi 1993 terbentuk sebagai hasil perundingan CODESA, dan berlaku sementara sampai adanya konstitusi baru.

Dengan mayoritas pemilih warga kulit hitam, pemilu 1994 memunculkan ANC sebagai pemenang dengan meraih 63% suara, selisih sedikit saja dari ketentuan 66% atau partai pemenang 2/3 suara yang memiliki hak untuk merubah konstitusi tanpa konsultasi dengan partai lain. Maka untuk melakukan perubahan konstitusi, ANC harus bernegosiasi dengan partai-partai lain. Mandela kemudian menjadi Presiden setelah memenangkan pemilihan yang dilakukan oleh Parlemen.

508 Stuart J. Kaufman. The End of Apartheid: Rethinking South Africas Peaceful Transition. University of Delaware. 2012. Diakses dari :

https://www.sas.upenn.edu/polisci/sites/www.sas.upenn.edu.polisci/files/kaufman.pdf pada tanggal 2 Oktober 2015.

509 Op cit Liz Sonneborn. The End of Apartheid in South Africa… hlm 85-87 menjelang diadakanya Pemilu, para pemangku kebijakan yang khawatir dengan masa transisi mulai membakar dokumen

pemerintahan untuk menghindari penuntutan. Golongan Inkatha terus melancarkan aksi terorsme, sementara ekstrim kanan menggalakkan gerakan boycott pemilu. Tahun 1993, Chris Hani (SACP) dibunuh oleh AWB, ekstrim kanan dengan garis politik Nazi, diakhiri kerusuhan di Bophuthatswana, yang membuat AWB kehilangan dukungan dan mengakhiri pendekatan kekerasanya.

Afrika Selatan pada masa ini adalah perwujudan dari Freedom Charter lebih dari tiga dekade sebelumnya. Akan tetapi, meskipun telah bersiap diri untuk lepas dari masa apartheid dan menuju rainbow nation, masih terdapat ketakutan dari kedua belah pihak mengenai kemungkinan adanya kekerasan yang berulang kembali.

Tahun 1995, disahkan Promotion of National Unity and Reconcilation Act 34/1995, membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang beranggotakan tujuh belas orang dan diketuai oleh Uskup Desmond Tutu, seorang pegiat anti- apartheid dan pemenang hadiah nobel perdamaian tahun 1984. Menyusul kemudian amandemen konstitusi pada tahun 1996 dengan tambahan perangkat pengakuan hak-hak dasar dalam konstitusi yang disebut sebagai South Africa Bill of Human Rights . Afrika Selatan pasca-apartheid ini adalah Mandelas Rainbow Nation, sebagaimana dicita-citakan dalam Freedom Charter 1955.