Norma Dasar Sebagai Batas Komunitas Politik

A.1. Norma Dasar Sebagai Batas Komunitas Politik

Menurut Benedict Anderson, apa yang disebut sebagai sebuah bangsa adalah rumusan imajiner dari satu batas-batas tertentu yang ditentukan melalui situasi-situasi tertentu. 123 Batas-batas tersebut adalah semacam

perekat yang berfungsi menyatukan, sekaligus membedakan suatu komunitas politik tertentu dengan komunitas politik yang lain. Batas komunitas tersebut membuat perbedaan semacam bentang geografis, ras dan etnisitas, dan lain sebagainya berada dalam ruang lingkup tertentu, yaitu kedaulatan. Sembari menyitir cerita pendek dari Mas Marco Kartodikromo Ben Anderson menyatakan:

Finally, the imagined community is confirmed by the doubleness of our reading about our young man reading. He does not find the corpse of the destitute vagrant by the side of a sticky Semarang road, but imagines it from the print in a newspaper. Nor does he care the slightest who the dead vagrant individually was: he thinks of the

representative body, not the personal life. 124 Menurut Ben, apa yang membuat kesadaran tentang perasaan senasib-

sepenanggunan antar apa yang terjadi di jalanan kumuh di Semarang dapat berpengaruh terhadap orang lain ditempat yang berbeda? Bagaimana orang- orang dengan latar belakang yang berbeda saling terhubung dan

123 Benedict Anderson. Imagined Communities Reflections on the Origin and Spread of Nationalism. Verso. London & New York. 2006.

124 Ibid hlm 32

mengikatkan dirinya dalam suatu lingkup tertentu, adalah semacam batas imajiner. Rumusan ini berlaku secara luas karena apa yang disebut batas itu tadi pada akhirnya memerlukan suatu momen politis tertentu untuk menentukan apakah satu golongan berada dalam batas komunitas politik atau bukan. Karena yang menjadi perhatian utama adalah mengenai bagaimana komunitas politik menentukan batas keanggotaanya, maka apa yang terjadi apabila satu golongan tidak lagi masuk dalam satu komunitas politik tertentu, namun tubuhnya berada dalam kekuasaan pengaturan komunitas politik tersebut? Berdasarkan pertanyaan ini Agamben menarik batas keanggotaan komunitas politk tersebut lebih jauh lagi, yaitu bahwa momen penentuan batas keberanggotaan itu tadi adalah merupakan momentum akhir dan juga genesis dari kedaulatan yang juga merupakan

momentum hukum dan penghukuman, yaitu kekerasan. 125 Dari momentum penentuan batas kedaulatan tersebut, dengan demikian, dapat diartikan

bahwa kerekatan yang berfungsi secara politik untuk menyatukan sekaligus membedakan, yang menjadi batas satu komunitas sebagaimana dijelaskan

125 Lihat Walter Benjamin. Critique of Violence dalam Walter Benjamin. Reflections, Essays, Aphorisms, Autobiographical Writings. Schochken Books. New York. Tanpa Tahun pembedaan

Benjamin antara Preserve-violence dan Founding Violence, lihat juga Op Cit Giorgio Agamben. Homo Sacer, Sovereign Power and Bare Life. Stanford University Press. Stanford California. 1998 hlm 40 tentang constituting violence dan constituted violence, lihat juga Op Cit Hans Kelsen. General Theory of Law and State. Harvard University Press. Cambridge & Massachusets. 1949. Hlm 117-118 mengenai revolusi sebagai awal dari hukum karena basis legitimasi hukum yang baru berbeda dengan rezim hukum sebelumnya. Kekerasan dalam momen penciptaan hukum, atau founding violence/constituting violence, menunjukkan bagaimana pergantian modus kehidupan bersama, yang berarti menunjukkan adanya perubahan nilai acuan dalam norma dasar.

diatas memiliki dua fungsi; sebagai landasan legitimasi secara politis, dan berlaku sebagai basis yuridis sistem hukum. 126

Kedua pengertian tersebut; sebagai basis politis dan yuridis itu dapat ditemukan dalam “Norma Dasar”, yaitu norma yang menjadi pengikat suatu nation 127 sekaligus sebagai landasan tata hukumnya. Menurut Kelsen, revolusi adalah momen ketika tatanan hukum berakhir dan membentuk tata hukum baru. Perubahan cepat yang terjadi dalam masyarakat membuat

asumsi nilai dasar yang tadinya telah dianggap benar pada dirinya dan mengalami pergeseran sehingga basis validasi hukum juga mengalami perubahan meski belum tentu seluruh tata hukum yang lain berubah. 128 Tidak seluruh argumen dari Kelsen tersebut dapat diterima dari studi ini. Basis validasi norma dasar yang menurutnya merupakan nilai yang abstrak pada kenyataanya memerlukan manusia yang kongkrit dalam mewujudkan nilai-nilai tersebut. Pada titik inilah, distingsi politik dan peneguhan kedaulatan ala Carl Schmitt menjadi relevan. Menurut Schmitt, politik

adalah penentuan siapa lawan dan siapa kawan, 129 penentuan tersebut adalah sekaligus merupakan batas-batas komunitas yang dalam praktiknya

memerlukan peneguhan kedaulatan lewat keputusan yang kongkrit oleh individu tertentu. 130

126 Tracy B Strong. Foreword dalam Carl Schmitt. The Concept of the Political. The University of Chicago Press. Chicago & London. 2007 hlm xv

127 Hans Kelsen. Pure Theory of Law. Lawbook Exchange ltd. Clerk, New Jersey. 2005. Hlm 203 128 Op Cit Hans Kelsen. General Theory of Law.. hlm 117 129 Op Cit Carl Schmitt. The Concept of the Political … hlm 26 130 Momen peneguhan kedaulatan tersebut adalah melalui aktivasi keadaan darurat negara. Aktivasi ini sekaligus menggeser tipe kenegaraan dalam tipologi Schmitt dengan pelimpahan

Titik pijak ini sekaligus menunjukkan keanggotaan mana yang masuk ke dalam bios atau zoe, menentukan batas-batas keberanggotaan dalam suatu komunitas politik.. Politik, yang bagi Schmitt mensyaratkan pengambilan keputusan dalam satu kerangka pembeda antara kawan dan lawan. Tanpa adanya pengambilan keputusan, tidak ada yang disebut

sebagai politik itu. 131 Norma Dasar sebagai landasan pertama-tama suatu bangsa dalam perspektif ini tidak dapat lagi dibaca sebagai suatu norma

yang abstrak pada dirinya, melainkan sebagai sesuatu yang terus digali oleh mereka yang mengambil keputusan dalam situasi politik tertentu, untuk menampilkan mana yang termasuk dalam keanggotaan politik dan mana yang bukan.