Pancasila Dalam Perspektif dua Rezim
A. 2. Pancasila Dalam Perspektif dua Rezim
Kata Pancasila muncul pertamakali pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945. Soekarno pada saat itu diberi tugas oleh Radjiman Widyodiningrat untuk merumuskan dasar negara, apa yang oleh Soekarno sebut sebagai Philosophische Grondslag, semacam Weltanschauung yang menyatukan Indonesia sebagai suatu bangsa. Atas dasar apa nantinya Indonesia yang hendak merdeka pada saat itu berdiri? Soekarno kemudian mengatakan
kekuasaan kepada eksekutif untuk menciptakan hukum melalui dekrit dan sama sahnya dengan hukum yang dibuat oleh parlemen. Posisi parlemen sendiri dalam Schmitt menurutnya tidaklah representatif, bagi Schmitt justru melalui kekuasaan eksekutif maka partisipasi langsung dapat terjadi.Lihat dalam Carl Schmitt. Legality and Legitimacy. Duke University Press. Durham & London. 2004.
131 Op Cit Carl Schmitt. The Concept of the Political… hlm 43, dia mengatakan: The political entity by its very nature the decisive entity, regardless of the sources from which it derives its last
psychic motives. It exists or does not exist. If it exist, it is the supreme, that in the decisive case, the authoritative entity.
bahwa Indonesia harus berdiri dari nilai-nilai yang digali dari bumi Indonesia, suatu negara yang semua buat semua, yang menyatukan seluruh golongan dalam suatu kebangsaan dengan nama Indonesia. Soekarno merumuskan lima nilai yang secara berturut-turut adalah: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau perikemanusiaan, Mufakat, atau
demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan Prinsip Ketuhanan. 132 Kelima sila tersebut, menurut Soekarno, dapat diperas mejadi tiga atau Trisila; socio-
nationalisme, socio-democratie , dan ke-Tuhanan. Dari tiga kembali dapat diperas menjadi satu atau Ekasila. Perasan yang terakhir ini menunjukkan
titik berat Soekarno terhadap Pancasila, yaitu Gotong Royong. 133
Kemudian disepakati bahwa sila yang diambil adalah kelima sila atau Pancasila. Inilah nilai abstrak yang menjadi landasan legimasi dan legalitas dalam tata hukum Indonesia. Adapun tidak seperti Kelsen, Pancasila yang merupakan norma dasar tersebut agar dapat mewujud memerlukan keputusan yang bersifat kongkrit. Inilah pada akhirnya yang membuat bahwa perubahan sosial besar-besaran yang terjadi pada masa pasca-1965 tidak memerlukan pergantian Pancasila itu sendiri secara an sich. Apa yang terjadi dalam Indonesia pasca-1965 adalah pergeseran dari peneguhan kedaulatan itu sendiri, melalui penentuan batas keanggotaan; antara zoe dan bios.
132 Safroedin Bahar, Ananda B. Kusuma & Nannie Hudawati (peny). Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI)28 Mei 1945-22 Agustus 1945. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Jakarta. 1995. Hlm 80 susunan ini baru berubah sebagaimana hari ini setelah melalui perdebatan tujuh kata mengenai Islam sebagai agama negara. 133 Ibid hlm 82
Pada masa Soekarno, Pancasila diberlakukan sebagai alat pemersatu, alat revolusioner untuk mengusir musuh bersama yang Soekarno sebut sebagai Nekolim, Amerika beserta antek-antek dan segala bentuk kapitalisme. Dalam konteks ini Pancasila Soekarno dengan upayanya untuk menuju ekonomi yang berdikari ditengah kerusuhan baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam berupa krisis ekonomi dan gerakan separatis sebagaimana terjadi yaitu masalah Irian Barat, PRRI-Permesta dan Pemberontakan PKI Madiun 1948.
Sementara gangguan dari luar adalah agresi militer Belanda dan permusuhan dengan blok barat. Masa-masa ini menunjukkan bagaimana Pancasila dipergunakan untuk merangkul pihak-pihak revolusioner, Islam Revolusioner dan Marxist Revolusioner, golongan yang keluar dari yang Revolusioner tersebut adalah golongan yang oleh Soekarno sebut sebagai Keblinger. Sebenarnya gagasan tersebut bukanlah gagasan yang baru. Pada tahun 1926, Soekarno muda dalam salah satu tulisanya telah menyebutkan mengenai pentingnya persatuan antara ketiga belah pihak baik golongan agamis, nasionalis, maupun marxists untuk melawan musuh bersama yaitu
imperialisme, kolonialisme, kapitalisme. 134 Gagasan tersebut juga muncul dalam diri Soekarno tua, melalui slogan Nasakom; Nasionalis, Agamis dan
Komunis sembari Soekarno menjaga perimbangan kekuatan dengan
134 Paham persatuan singkretis yang menyatukan tiga ideologi yang saling bersaing: nasionalisme, marxisme dan islamisme telah diutarakan oleh Soekarno semenjak 1926. Soekarno
menggarisbawahi mengenai pentingnya persatuan antara ketiganya demi melawan satu musuh, yaitu nekolim. Lihat dalam Soekarno. Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme (Suluh Indonesia Muda, 1926) dalam Soekarno. Dibawah Bendera Revolusi I. Yayasan Bung Karno. Jakarta. 2005. Hlm 1-22 menggarisbawahi mengenai pentingnya persatuan antara ketiganya demi melawan satu musuh, yaitu nekolim. Lihat dalam Soekarno. Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme (Suluh Indonesia Muda, 1926) dalam Soekarno. Dibawah Bendera Revolusi I. Yayasan Bung Karno. Jakarta. 2005. Hlm 1-22
Menguatnya golongan kiri membuat golongan kanan khawatir. Untuk menjaga perimbangan kekuatan, karena apabila pemilu dilaksanakan maka ditakutkan PKI akan memenangkan pemilu, akhirnya disepakati Soekarno
menjadi presiden seumur hidup melalui demokrasi terpimpin. 135 Gesekan politik, terutama setelah diundangkanya UU 5/1960 Tentang Pokok Agraria
dan UU 11/1960 tentang Bagi Hasil membuat konflik pada tingkat bawah semakin tidak terhindarkan. Puncaknya adalah pada 1 Oktober 1965, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh perwira menengah terhadap para jenderal disertai dengan manipulasi gambar pembunuhan oleh Soeharto segera menimbulkan reaksi keras berupa pembantaian besar- besaran terhadap golongan kiri.
Meski praktis semakin melemah, Soekarno terus berusaha untuk meredam kerusuhan, termasuk upayanya untuk mencegah pembunuhan dan pembubaran PKI. Pidato-pidatonya pada akhir tahun 1965 hingga 1967 menunjukkan bagaimana Soekarno mempertahankan posisinya, juga posisi
135 Menurut Harold Crouch, pada saat itu Soekarno menyadari bahaya apabila terlalu banyak bersandar pada para pimpinan militer, dan kemudian melakukan perimbangan melalui politik
massa, dimana PKI adalah pemain utama dalam politik massa. Posisi Soekarno sendiri berada ditengah-tengah antara PKI dan militer dimana keduanya bersaing saling menjatuhkan. Lihat dalam Harod Crouch. The Army and Politics in Indonesia. Equinox Publishing. Jakarta & Kuala Lumpur. 2007. Hlm 42-47 massa, dimana PKI adalah pemain utama dalam politik massa. Posisi Soekarno sendiri berada ditengah-tengah antara PKI dan militer dimana keduanya bersaing saling menjatuhkan. Lihat dalam Harod Crouch. The Army and Politics in Indonesia. Equinox Publishing. Jakarta & Kuala Lumpur. 2007. Hlm 42-47
Nawaksara. 136 Sebelum turun gelanggang, Soekarno, terutama semenjak peristiwa 1 Oktober hampir pada setiap pidato-pidatonya berupaya untuk
menghentikan pembunuhan, pembubaran Partai Komunis. 137 Upaya Soekarno dilakukan dengan kembali meneguhkan jargon-jargon revolusi seperti Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, Manipol –Usdek, dan juga anjuranya untuk kembali pada Nasakom. Terutama untuk masalah terakhir tersebut, dapat dilihat dalam pidato Soekarno dalam Sidang Panca Tunggal Seluruh Indonesia di Istana Negara pada 23 Oktober 1965 yang menyatakan:
Pendek kata, saudara-sudara, kita yang harus menjaga revolusi ini, kita harus betul hati-hati. Hati-hati, sebagai tadi kukatakan Panca Azimat, pegang teguh kepada Panca Azimat ini. He orang-orang dari Panca Tunggal, Panca Azimat itu apa? Salah satu daripada Panca Azimat, nomor satu ialah Nasakom. Nasakom, Pancasila, Manipol-
136 Hamdan Zoelfa. Impeachment Presiden, Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945. Konstitusi Press. 2014. Hlm 136 Soekarno sempat kembali menjawab
dengan Pidato Pelengkap Nawaksara, alasan utama pemakzulan Soekarno adalah tidak memenuhi pertanggung jawaban konstitusional, dan tidak dapat menjalankan haluan dan putusan MPRS. Faktor kuat yang mempengaruhi pemakzulan adalah peristiwa G30S, kemrosotan ekonomi, dan kemrosotan akhlak.
137 Meski terdapat dalam berbagai kesempatan, Soekarno mengucapkanya dengan jelas pada pidatonya pad saat Peringatan Hari Oaholawan dan Pemberian Tanda Jasa Bintang Maha Putra III
kepada almarhum Robert Wolter Monisidi di Istana Negara, Jakarta, 10 November 1965 dalam dalam Budi Setiyono & Bonnie Triyana (Peny). Revolusi Belum Selesai, Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965-Pelengkap Nawaksara. Serambi. Jakarta. 2014. Hlm 129. Soekarno berkata : “Jangan ada lagi bacok-bacokan, bakar-bakaran.” Pada kesempatan lain Soekarno kembali berpidato soal pemberitaan silet di Halim Perdana Kusuma; “Ayo sekarang wartawan- wartawan, bagaimana kita punya persurat-kabaran! Sekarang ini lo, sekarang! Bolak-balik ya itu itu saja! Bolak-balik itu saja. Nah, saudara mengerti apa yang saya maksudkan, itu saja. Yaitu selalu gestapu, gestapu, gestapu, gestapu, silet, silet, silet, silet, lubang seribu orang, lubang seribu orang, lubang seribu orang, kursi listrik, kursi listrik, kursi listrik, bolakbalik itu saja! Persuratkabaran kita ini kalau dilihat oleh bangsa asing, lantas bangsa asing itu mengira, wah bangsa Indonesia itu mental foodnya kok begini? !”Dalam Amanat Presiden Soekarn di Hadapan Para Panglima dari Keempat Angkatan dari seluruh Indonesia dan Oara Wartawan Luar dan Dalam Negeri 20 November 1965.
Usdek, Trisakti, Berdikari, lima, adalah Panca Azimat. Sekarang ini saudara-saudara, sesudah ada kejadian ini, baik dari dunia dalam negeri maupun dari luar negeri, orang bertanya, bagaimana sekarang Nasakom?Ternyata ya, Nasakom itu tidak baik. Go to hell Nasakom tidak baik. Nasakom adalah baik! Oleh karena baik Nas, maupun A, maupun Kom, adalah salah satu aangzicht rieel daripada revolusi kita ini. Saya tidak berkata Kom is PKI. Saya juga tidak berkata, Kom is PSI, tidak! Saya tidak berkata, Kom is Aidit, tidak! Tetapi Kom sebagai suatu realitas di dalam revolusi kita adalah tidak bisa
dibantah. 138 (…) Sebab, ada sudah suara-suara, huh, tanpa Kom revolusi bisa berjalan
terus. Tanpa Kom revolusi bisa berjalan terus. Mana bisa! Sebelum ada Aidit, sebelum ada PKI, gerakan nasional kita sudah mempunyai socialistische tendensen . Zamanya, o Aidit belum lahir, zamanya PKI belum berdiri, itu sudah socialitische tendensen, sudah tumbuh, sudah timbul. Malahan kalau mystik bezien, mystik, sebelum abad ke-20 ini. Dengan ajaran-jaran Ratu Adil, dengan ajaran-ajaran Samin, itu pada pokoknya socialistische ideologien. Saminisme is socialistis. Ratu Adil is socialistis. Bahkan aku tempo hari disini pernah berpidato mengatakan bahwa dalang dengan ucapan-ucapan gemah ripah loh jinawi, etc, etc, etc, sebetulnya menggambarkan socialistische
ideologie 139 daripada bangsa kita. Tempo hari di Istana Negara aku telah berkata, sekarang ini perkataan
Pancasila sering dipakai, ya dipakai mode, bahkan dipakai semboyan untuk menentang. Bukan dipakai sebagai wadah, perwadahan, tidak. Sebagai penentang, Aku Pancasila, aku pancasila, tiap-tiap orang hidung teriak aku Pancasila. Tetapi maksudnya ialah lo aku ini Pancasila, aku bukan anu lo! Dipakai sebagai satu tentangan, penentangan. Aku Pancasila lo, Pancasila tapi bukan itu lo! Aku Pancasila tapi aku bukan komunis, lo! Aku Pancasila tapi aku ini bukan marxis lo! Aku Pancasila tapi aku ini bukan sosialis lo! Siapa yang memberi pengertian Pancasila demikian, nggladrah dia salah. Salah! Dan bukan saja salah, dengan sengaja dia memutarbalikkan maksud dari Pancasila sebagai dasar, sebagai wadah. Terutama sekali
untuk mempersatukan seluruh bangsa Indonesia (…) 140 Pada awal masa pemerintahanya, banyak harapan optimis ditujukan
pada Soeharto. Akan tetapi keadaan segera berubah, terutama semenjak
138 Pidato Soekarno dalam Amanat PJM Presiden Soekarno pada Sidang Panca Tunggal Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, 23 Oktober 1965 dalam ibid Hlm 79.
139 Ibid hlm 80 140 Amanat PJM Presiden Soekarno pada Hari Ulang Tahun Perwari di Istora Senayan, jakarta, 17 Desember 1965.
protes kerusuhan Malari dan pembangunan TMII, segera pemerintahan Soeharto bergerak menuju otoritarinisme. Pancasila itu sendiri oleh Soeharto diletakkan sebagai Asas Tunggal, bahwa seluruh organisasi harus mendasarkan dirinya pada Pancasila dan puncaknya melalui TAP II/MPR/1978 yang merupakan tafsir resmi dan satu-satunya yang disertai dengan pelatihan intensif Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), Pancasila digunakan sebagai garis batas keanggotaan komunitas politik.
Soeharto, dengan kata lain, memperlakukan Pancasila tidak ubahnya seperti TMII yang didirikanya itu, merangkum Indonesia dalam satu tafsir tunggal yang koersif. Kejadian yang menonjol pada era Soeharto ini dapat terlihat setidaknya dari bagaimana Pancasila dipergunakan sebagai instrumen legitimasi untuk membedakan antara kawan-lawan dan penentuan keanggotaan bios-zoe.
Untuk menilai hal tersebut setidaknya dapat dilihat melalui dua kasus; Pancasila terhadap golongan Islam dan terhadap golongan kiri. Dua hal tersebut kurang lebih sama dengan apa yang dilakukan oleh Soekarno yang menjaga agar kedua kutub baik golongan agamis maupun kiri berjalan
sesuai dengan kepentingan revolusioner. 141 Akan tetapi berbeda dari masa
141 Lihat Benedict Anderson. Bung Karno and the Fossilization of Soekarno s Thought dalam Indonesia. No 74 (October 2002). Southeast Asia Program Publication, Cornell University. Hlm 5,
8.Benedict memaparkan bagaimana Soekarno menaruh kewaspadaan pada Islam modernis terutama setelah kejadian PRRI di Sumatera Barat pada tahun 1958.Juga bagaimana Soekarno mengutuk Muso pada kejadian Madiun 1948 yang dianggapnya menyimpang dari jalur Amir Sjarifudin dkk.Gambaran tersebut menurut Anderson menunjukkan bagaimana sinkretisme Soekarno, yang dalam studi ini berarti menunjukkan bagaimana Soekarno membatasi komunitas
Soekarno, dimana Pancasila dipergunakan untuk kepentingan perlawanan terhadap Nekolim, masa Orde Baru Soeharto mengukuhkan Pancasila
dengan jalan lain. 142 Untuk menunjukkan kontras dari pemaknaan Pancasila diatas, dapat dilihat beberapa nukilan pidato Soekarno berikut:
Jangan kira, saudara-saudara, kiri is allen maar antiimperialisme. Jangan kira kiri hanya antiimperialisme, tetapi juga anti uitbuiting. Kiri adalah juga menghendaki satu masyarakat yang adil dan makmur, di dalam arti tiada kapitalisme, tiada exploitation de lhomme par l home , tetapi kiri.Oleh karena itu maka saya berkata tempo hari, Pancasila adalah kiri. Oleh karena apa? Terutama sekali oleh karena di dalam Pancasila adalah unsur keadilan sosial. Pancasila adalah antikapitalisme.Pancasila adalah anti-exploitation de lhomme par lhomme . Pancasila adalah anti exploitation de nation per nation.
Karena itulah Pancasila kiri. 143 Pancasila dipakek untuk sebetulnya mendemonstrir anti kepada Kom.
Padahal Pancasila itu sebetulnya tidak anti-Kom. Kom dalam arti ideologi sosial untuk mendatangkan disini suatu masyarakat yang sosialistis. Kalau dikatakan, ya aku Pancasila, tetapi dalam hatinya anti-Nasakom, Komnya ini, Pancasila juga dipakai untuk mengatakan aku Pancasila tetapi anti Nas. Aku Pancasila tetapi anti A. Ya apa tidak? Pancasila adalah pemersatu, adalah satu ideologi yang mencakup segala. Dan aku sendiri berkata, aku ini apa? Aku
politiknya. Satu hal lain yang patut dicatat dari tulisan Anderson tersebut adalah bahwa Soekarno tidak menyukai pembunuhan dan kekerasan, meski dihadapkan pada beberapa peristiwa pemberontakan. 142 Ibid hlm 12, 15.Melalui perlawanan terhadap Belanda, Inggris, dan Amerika.Selain itu juga terhadap Darul Islam, Republik Maluku Selatan, yang menurut Soekarno merupakan boneka dari negara barat tersebut dan menggunakanya sebagai musuh bersama untuk membentuk persatuan dari dalam. 143 Pidato PJM Presiden Soekarno dalam Sidang Paripurna Kabinet Dwikora Bogor, 6 November 1965 dalam ibid hlm 96. Pada pidato yang sama pula Soekarno menanyakan kepada Soeharto dan para dokter tentang berita mengenai silet yang dipakai Gerwani. Soekarno menyatakan bahwa berita itu sungguh tidak masuk akal dan hanya memanasi suasana semata. Pada Hari Ukang Tahun lembaga Kantor Berita Nasiona antara di Istana Bogor, 12 Desember 1965. Soal visum et repertum ini kembali Soekarno tanyakan kepada para wartawan kenapa tidak menuliskanya dalam surat kabar, bahwa tidak ada penis maupun mata yang dicongkel. Soekarno mengatakan : “Ya, saya minta wartawan-wartawan tulis, tulis besok pagi, bahwa Presiden Soekarno megnatakan, tidak ada satu pun korban daripada Lubang Buaya itu yang kemaluanya terpotong menurut visum repertum daripada dokter-dokter yang engadakan visum repertum itu. Tida ada satu pun yang matanya dicukil […] saya kira Pak Adinegoro membenarkan saya punya kemarahan in, oleh karena memang journalist tidak boleh menyiarkan kabar yang tidak benar. Akhirnya jadinya gontok-gontokan, gontok-gontokan, benci- membenci […]”dalam ibid hlm 233
Pancasila. Aku apa? Aku perasaan daripada Nasakom. Aku adalah Nasionalis, aku adalah A, aku adalah sosialis, kataku. Tetapi banyak orang memakai Pancasila itu sebagai satu hal yang anti (…). Karena itu aku menegaskan hal ini saudara-saudara. Pendek kata kalau saudara-saudara mengaku atau menamaken dirimu anak Bung Karno, saya tidak mau punya anak yang tidak kiri. Ya, saya tidak mau punya anak yang tidak kiri, kalau yang cuma mulutnya saja progresif
revolusioner, tetapi di dalam hatinya sebetulnya kanan. 144 Menurut Katherine McGregor, Orde Baru Soeharto pertama-tama
menggunakan Pancasila sebagai salah satu alat legitimasi dirinya. Adalah melalui Hari Kesaktian Pancasila yang dirayakan pada 1 Oktober, untuk memperingati keberhasilan mempertahankan ideologi negara melalui kekerasan terhadap para jenderal di Lubang Buaya yang pada saat yang bersamaan menghapuskan peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni. 145 Penghapusan peringatan 1 Juni tersebut, menurut McGregor adalah bentuk ketakutan akan kebangkitan hantu Soekarno sebagai potensi kekuatan lawan
politik. 146 Penggunaan istilah tersebut muncul pada akhir dekade 1970an, yaitu melalui TAP MPR Nomor II/MPR/1978. 147 Kemunculan lain juga ditandai dari penggunaan istilah Asas Tunggal dilandasi Pasal 2 UU 3/1985,
144 Amanat PJM Presiden Soekarno di Hadapan Para Anggota Golongan Karya Nasional di Istana Bogor, 11 Desember 1965 dalam ibid hlm 212
145 Katharine E. McGregor. Commemoration of 1 October Hari Kesaktian Pancasila: A Post Mortem Analysis? Dalam Asian Studies Reviews. Vol. 26 No. 1 March 2002. Hlm 40
146 Ibid hlm 45 147 Termasuk implementasi P4 dalam bentuk pelatihan kepada seluruh siswa dan pegawai negeri sipil. Pelatihan semacam ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dari apa yang diterapkan Soekano melalui slogan Manipol-Usdek yang juga wajib diikuti oleh seluruh siswa hingga pegawai negeri sipil. Kesamaan lain adalah penggunaanya untuk melawan musuh politik. Meski memiliki kesamaan, namun yang menjadi ciri khas dari P4 adalah rujukanya pada peran militer sebagai bagian dari pembangunan. Ciri utama tersebut menjadi pembeda karena dalam Manipol-Usdek, Pancasila dipergunakan untuk memobliisasi secara dinamis lawan-lawan negara (nekolim). Sementara pada P4 adalah terutama untuk mengaburkan pandangan sosial dengan dalih Pancasila dengan mengambil jalan Komunis sebagai musuh bersama.Lihat dalam Michael Morfit.The Indonesian State Ideology According to the New Order Government.Asian Survey Vol.
21. No.8 (August 1981). University of California Press. Hlm 838-851 21. No.8 (August 1981). University of California Press. Hlm 838-851
menunjukkan sikap anti-Pancasila. 148 Puncak perlawanan terhadap asas tunggal tersebut ditandai dengan peristiwa Tanjung Priok 1984. 149
Sementara itu, Pancasila, terutama melalui peringatan Hari Kesaktian juga dipergunakan untuk memperingatkan akan bahaya komunis, termasuk dalam kebijakan bersih diri bersih lingkungan, syarat untuk bekerja sebagai
PNS. 150 Salah satu penggunaan yang mencolok terjadi pada kasus sengketa tanah pembangunan Waduk Kedung Ombo. Terhadap penolakan oleh petani
dari pembagunan waduk tersebut, Soeharto menyatakan bahwa para petani tersebut adalah mantan anggota PKI. 151 Petani dikaitkan dengan PKI yang
pada kesempatan lain setiap tanggal 1 Oktober selalu diperingatkan mengenai bahaya laten komunisme.
148 Op Cit Katharine McGregor.Commemoration of 1 October Hari Kesaktian Pancasila: A Post Mortem Analysis?... hlm 48 Pernyataan tersebut diucapkan dalam pidato di Pekanbaru tahun
1980, bahwa ABRI tidak dapat berdiam diri terhadap ancaman yang mengusik Pancasila. 149 Lihat Wahyu Wagiman. Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok: Gagal
Melakukan Penuntutan yang Efektif. Elsam. Jakarta. Tanpa Tahun. 150 Op Cit Katharine E. McGregor.Commemoration of 1 October Hari Kesaktian Pancasila: A Post
Mortem Analysis?....hlm 50, 51,52. Kewaspadaan lebih lanjut melalui istilah OTB atau Organisasi Tanpa Bentuk yang ditujukan pada organisasi swadaya masyarakat yang melakukan kritik terhadap pemerintah.Orde Baru menggunakan istilah tersebut untuk mengkaitkan bahwa para pengkritik tersebut memiliki hubungan dengan komunis.Pada tahun-tahun terakhirnya, Orde Baru mulai melunak terhadap golongan Islam, namun ketakutan terhadap komunis tetap dipertahankan dengan menempatkanya sebagai musuh bersama. 151 Lihat Sebastian Pompe. Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung. Leip. Jakarta. 2012.Hlm 217-
222. Kasus ini menjadi kontroversial dengan adanya teror dari angkatan bersenjata terhadap warga, juga putusan Hakim Agung Asikin Kusumaatmaja yang secara Ultra Petita memenangkan gugatan perdata warga terhadap pemerintah.Pemerintah yang tidak menyukai putusan tersebut melakukan intervensi dan mengajukan Peninjauan Kembali yang akhirnya dimenangkan.
Jadi, Pancasila pada masa ini tidak saja dipergunakan sebagai pengingat identitas bangsa dengan menjadikan bahaya laten komunisme golongan kiri sebagai musuh bersama, namun juga menegaskan akan bahaya
lain, termasuk dari golongan Islam. 152 Apabila pada masa Orde Lama Pancasila dipergunakan sebagai tempat berpijak banyak golongan, termasuk
Islam dan Komunis –revolusioner-, maka pada masa Soeharto Pancasila dipergunakan secara keras untuk membatasi Islam dan mempertahankan ketakutan atas golongan kiri yang mengalami pembantaian pada tahun 1965. Pancasila tidak hanya merupakan nilai yang digali, namun dicangkokkan dan menjadi alat pemerintah terhadap mereka yang dianggap melawan
kepentingan pemerintah. 153
Berdasarkan pemaparan diatas dapat terlihat bagaimana distingsi antara kawan dan lawan dalam politik. Sebagaimana dikatakan oleh Schmidtt, politik adalah juga masalah kedaulatan, yaitu menentukan kawan
152 Pada masa Soekarno, golongan Islam terus berusaha memasukkan Piagam Jakarta yang memuat tujuh kata untuk menjadi dasar negara.Atas desakan tersebut membuat Soekarno
membuarkan Dewan Konstituante 1959.Pada saat gelombang menyapu para golongan kiri, banyak pula organisasi Islam yang terlibat pada peristiwa 1965. Selanjutnya, pada kenyataanya Soeharto, layaknya Soekarno, kembali menerapkan ideologi terpusat dengan jargon Asas Tunggal Pancasila yang memicu kekecewaan dari golongan Islam. Puncak dari penolakan tersebut dapat dilihat dalam peristwia Tanjung Priok dan Talangsari.
153 Contoh studi lain dapat pula ditemukan dalam Yusriadi. Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Sosial Hak Atas Tanah.Genta.Yogyakarta. 2009. Meski tidak secara langsung, Yusriadi
menunjukkan bagaiman a Fungsi Sosial Hak Atas Tanah yang diatur dalam UU 5/1960 diartikan secara berbeda. Pada masa rezim Soekarno, fungsi sosial tersebut dipergunakan untuk mengatasi tuan-tuan tanah.Pada masa orde baru, fungsi sosial tersebut diartikan sebagai legitimasi pemerintah untuk mengambil tanah pada petani demi kepentingan industrialisasi atau pembangunan.Lihat juga dalam Adam Schwarz.Indonesia After Soeharto dalam Foreign Affairs. Vol. 76 No. 4 July-August 1997. Terutama dalam halaman 132 mengenai labelisasi Komunis terhadap petani maupun mahasiswa yang melakukan protes.
dan lawan dalam bentuk pengambilan keputusan. 154 Norma dasar, dengan demikian, tidaklah bersifat abstrak melainkan ditentukan oleh pengambilan
keputusan yang kongkrit mengenai siapa yang berada dalam atau diluar batas komunitas politik tertentu yang mempengaruhi pula tata hukum dibawahnya. Penjelasan lanjutan dari bagian kepustakaan ini akan menggunakan perspektif teoritik yang sama, distingsi kawan-lawan untuk menentukan keanggotaan komunitas politik.