Kritik Transportasi Angkutan Umumu 20 Barang Antik

74 22 Celoteh Camar Tolol Dan Cemar Datangnya pertolongan yang sangat diharapkan bagai rindukan bulan Lambang engkau pahlawan celoteh sang camar Bermacam alasan tak mau kami dengar Dipelupuk mata hanya terlihat derita dan jerit penumpang kapal Tampomas …… Sebuah kapal bekas Tampomas …….Terbakar dilaut lepas Tampomas …….Penumpang terjun bebas Data No. 22 Lagu Iwan Fals “Celoteh Camar Tolol dan Cemar” menceritakan tentang terbakarnya kapal Tampomas II di Perairan Masalembo yang dianggap menjadi tragedi nasional.. Digambarkan bahwa suasana sebuah kapal yang akan tenggelam akibat terbakar dilautan lepas yang menelan korban ratusan jiwa manusia. Keadaan dalam peristiwa tersebut sangat mengerikan dan mencekam karena lingkungan disekitarnya hanya berupa lautan luas dengan gelombang yang sangat besar. Pertolongan yang kurang cepat mengakibatkan banyak orang mati terbakar dan terjun kelaut berusaha untuk menyelamatkan diri. Syair lagu diatas menurut peneliti masih sangat relevan dengan kondisi masyarakat. secara konteks dalam syair lagu diatas mengarahkan penulis pada ajaran bahwa setiap musibah merupakan cobaan dan peringatan dari Allah. Penulis bisa mengambil hikmah dari musibah itu lalu berupaya melakukan muhasabah evaluasi. Sebab bisa jadi musibah itu akibat dari perbuatan kita sendiri. Bisa jadi musibah itu sebagai peringatan agar tidak sombong, angkuh, dan agar kita berhenti melakukan berbagai kemungkaran yang tidak disukai Allah SWT.

10. Kritik Pembangunan Yang Merusak Lingkungan

23 Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijal Lagi Raung buldozer gemuruh pohon tumbang Berpadu dengan jerit isi rimba raya Tawa kelakar badut badut serakah Oh jelas kami kecewa Mendengar gergaji tak pernah berhenti Demi kantong pribadi Tak ingat rejeki generasi nanti Lestarikan alam hanya celoteh belaka Lestarikan alam mengapa tidak dari dulu 75 Oh mengapa Oh jelas kami kecewa Menatap rimba yang dulu perkasa Kini tinggal cerita pengantar lelah si Buyung Tanpa HPH berbuat semaunya Data No. 23 Menilik lebih jauh lirik-lirik lagu yang dinyanyikan Iwan Fals, serasa kita diajak pada semangat perlawanan akan dominasi kekuasaan yang korup dan diskriminatif. Walau tidak semua lagu iwan fals mencerminkan perlawanan terhadap kekuasaan yang korup, namun secara garis besar lagu-lagunya mengandung unsur perlawanan terhadap dominasi kekuasaan. Salah satu yang paling suka aku dengar dari lagu-lagunya yang menceritakan bentuk perlawanan adalah lagu yang yang berjudul “Isi Rimba tak Ada Tempat Berpijak Lagi”, lagu yang menceritakan angkuhnya para pemegang modal yang mengambil hasil hutan sembarangan tanpa memiliki surat ijin penebangan hutan dari pemerintah ini diceritakan dengan apik melalui gambaran kisah para cukong kayu hutan. Bahasa yang mudah dimengerti dan sarat makna, membuat lagu ini semakin enak didengar dan melecut semangat saya untuk membayangkan apa yang disampaikan. “lestarikan alam hanya celoteh belaka, lestarikan hutan mengapa tidak dari dulu, oh mengapa…oooh jelas kami kecewa mendengar gergaji tak pernah berhenti, demi kantong pribadi tak ingat rejeki generasi nanti.” Itulah sepenggal lagu isi rimba tak ada tempat berpijak lagi. Kalimat lestarikan alam hanya celoteh belaka, merupakan kalimat sindiran kepada pemerintah yang hanya membual janji-janji kosong akan kelestarian hutan, di sisi lain kalimat tersebut memiliki mencerminkan ketidak percayaan kepada pemerintah sebagai penyelenggara Negara. Lesatrikan mengapa tidak dari dulu, teriak bang Iwan sapaan akrab Iwan Fals dalam nyanyiannya, pertanyaan yang ditujukan kepada pemegang kekuasaan. Setelah pertanyaan terlontar kalimat berikutnya merupakan curahan hati pangarang, “jelas kami kecewa”. Kekecewaan yang sangat beralasan mengingat rusaknya hutan sebagai penghasil oksigen yang dibutuhkan umat manusia untuk bernafas. Jika hutan semakin gundul, maka oksigen tidak diproduksi, akibatnya 76 banyak merugikan manusia. “jelas kami kecewa, mendengar gergaji tak mau berhenti ”. Telah disebut di atas bahwasanya bahasa kiasan yang dipakai dilagu- lagu Iwan Fals sangat indah, padat dan mudah dimengerti, “mendengar gergaji tak mau berhenti ” jika dikonteks kan dengan kalimat yang lainnya sangat mudah diartikan, bahwasanya gergaji yang dimaksud adalah gergaji para penebang hutan yang kian hari kian tak terbendung menggunduli hutan-hutan. Di kalimat yang lain disebut, “tanpa HPH berbuat semaunya”, disatu sisi para penebang ini melakukan cara illegal, namun ini juga dibiarkan oleh pemerintah. Hal tersebut bukan tidak diketahui pemerintah, tetapi dibiarkan karena pemerintahpun dapat uang komisi dari para cukong. “ Demi kantong pribadi, tak ingat rejeki geneasi nanti ”. Jelas dalam kalimat tersebut kepentingan penebangan hutan liar ini hanya menguntungkan kepentingan pribadi bukan untuk kesejahteraan rakyat. Kepentingan para cukong yang memiliki modal banyak dengan membayar para pekerja penebang hutan, sehingga kekayaannya semakin bertambah. Kepentingan pribadi ini jelas sangat tidak seimbang dengan apa yang akan didapatkan rakyat dikemudian hari. Dari sisi kesehatan, oksigen pasti berkurang, pemanasan global tak terbendung, dan efek rumah kaca akan sulit dihindari, sehingga kerugian itu tidak hanya dirasakan warga lokal tetapi juga bersifat global. Sementara kerugian dari sisi material, kayu hutan yang sejatinya bisa dimanfaatkan pemerintah untuk membiayai Negara dengan dibantu tenaga rakyat setempat juga semakin sulit terlaksana akibat penebangan liar tersebut. Dan Iwan menggambarkannya dengan kalimat sederhana tapi sarat makna, “tak ingat rejeki generasi nanti .” 24 Tak Biru Lagi Lautku Itu dahulu Berapa tahun yang lalu Cerita orang tuaku Sangat berbeda Dengan apa yang ada Tak biru lagi lautku Tak riuh lagi camarku Tak rapat lagi jalamu Tak kokoh lagi karangku Tak buas lagi ombakmu Tak elok lagi daun kelapaku 77 Tak senyum lagi nelayanku Tak senyum lagi nelayanku Data No. 24 Lagu ”Tak Biru Lagi Lautku” yang dinyanyikan oleh Iwan Fals ini merupakan kritik terhadap pembangunan yang merusak alam dan lingkungan laut. Kerusakan lingkungan laut tidak hanya kerusakan fisik semata letapi juga kerusakan lingkungan sosial. Kritik yang diekspresikan dalam lagu ini merupakan sikap keprihatinan, kepedulian dan sikap kritis terhadap ketidakpedulian masyarakat dan pemerintah pada laut dan lingkungannya. Iwan Fals menuliskan perubahan alam dan masyarakat pesisir. Pemandangan yang biasanya menjadi ciri khas pesisir mendadak hilang tertelan zaman, sebagai akibat dari pembangunan yang tidak bijak. 25 Ujung Aspal Pondok Gede Dikamar ini aku dilahirkan Dibale bambu buah tangan bapakku Dirumah ini aku dibesarkan Dibelai mesra lentik jari ibuku Nama dusunku ujung aspal pondok gede Rimbun dan anggun Ramah senyum penghuni dusunku Kambing sembilan motor tiga bapak punya Ladang yang luas habis sudah sebagai gantinya Sampai saat tanah moyangku tersentuh sebuah rencana Dari serakahnya kota Terlihat murung wajah pribumi Terdengar langkah hewan bernyanyi Didepan mesjid samping rumah wakil pak lurah Tempat dulu kami bermain Mengisi cerahnya hari Namun sebentar lagi angkuh tembok pabrik berdiri Satu persatu sahabat pergi dan takkan pernah kembali Data No. 25 Lagu di atas menceritakan tentang kehidupan disebuah kampung yang dinamakan dusun Ujung Aspal Pondok Gede, dimana kampung tersebut masih banyak pepohonan yang masih asri dan rimbun, ladang yang terhampar luas demikian juga dengan penghuni dusunnnya yang ramah. Namun suatu hari penduduk didusun tersebut lerlihat murung dan sedih karena ada sebuah rencana dimana ladang pertanian , pepohonan akan ditebang sebentar lagi digusur untuk