Teori Modernisasi Kritik Pembangunan 1. Definisi Pembangunan

24 dan luas, mengandalkan keterampilan kerja secara berarti, serta komposisi modal dan tenaga kerja yang lebih rasional. 42 Secara politik, modernisasi melibatkan tiga aspek: pertama, melibatkan rasionalis kekuasaan, pergantian sejumlah besar pejabat politik tradisional, etnis, keagamaan, kekeluargaan, oleh kekuasaan nasional yang bersifat sekuler. Kedua, mmelibatkan diferensiasi fungsi politik dan pengembangan fungsi khusus, dalam hal ini wilayah kewenangan hukum, militer, dan administratif terpisah dari dunia politik. Ketiga, institusi sosial dan politik menjadi kekuatan penyeimbang dalam ranah demokrasi sebagai agent of control dalam kekuasaan negara. 43 Modernisasi sendiri menganut tiga asumsi pokok yakni: pertama, mempercayai kondisi tradisional serta modern sebagai kondisi yang dikotomis, modern adalah kondisi kemajuan, rasionalitas, serta efisiensi produksi, seperti yang terdapat pada masyarakat industri maju, sebaliknya masyarakat tradisonal ditandai ciri-ciri irasionalitas, keterbelakangan, dan inefisiensi dalam masyarakat agraris. Kedua, percaya bahwa faktor-faktor penyebab keterbelakangan adalah faktor nonmaterial, terutama dunia ide dan lam pikiran. Ketiga, bersifat positivistik. Modernisasi bersifat universal sehingga perubahan sosial yang linier akan tercapai jika masyarakat tradisional membangun dengan cara yang dipakai masyarakat modern. Teori modernisasi mengusung semangat pembangunan mengubah masyarakat dari era tradisional menuju masyarakat modern. 44 Menurut Harrison, modern akan berpengaruh terhadap perubahan susunan dan pola masyarakat, dengan terjadinya diferensiasi struktural. Demikian juga dengan kapitalisme telah dibuktikan sejarah, dan dikritik oleh Max, akan menimbulkan struktur yang penuh komplik. Lebih jauh, Smith menyatakan bahwa manusia modern terbuka terhadap pengalaman baru, independen terhadap bentuk otoritas tradisional, dan percaya terhadap ilmu pengetahuan. 45 42 Ibid, h. 69 43 Ibid, h. 69 44 Ibid, h. 70 45 Ibid, h. 71 25

6. Potret Pembangunan Di Indonesia

Di Indonesia, hasil pembangunan itu belum memperlihatkan perkembangan signifikan bagi kebutuhan rakyat banyak. Sejak Orde Baru hingga reformasi, pergeseran pedekatan pembangunan yang menyebabkan permasalahan krusial pembangunan belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Proses pembangunan yang dilakukan lebih kuat diwarnai oleh perspektif politik dan ekonomi daripada perspektif sosial-budaya. Hal ini terlihat dengan adanya usaha mobilisasi masyarakat dalam memanfaatkan sumber-sumber potensial lokal untuk kepentingan politik tertentu. Masyarakat hanya dipandang sebagai modal pembangunan, bukan sebagai mitra pembangunan. Pada saaat yang hampir bersamaan, proses pembangunan yang dilaksanakan tidak memberikan ruang atau peluang bagi terwujudnya inisiatif dan kreativitas masyarakat. Hakikat pembangunan yang menitik beratkan pada pembangunan manusia seutuhnya rakyat semakin jauh dari harapan. 46 Konkritnya, berbagai agenda pembangunan yang telah, sedang dan akan berjalan, belum mampu memberi motivasi, membuka orientasi dan perluasan kapasitas masyarakat dalam memahami permasalahan sendiri. Mengenai hal ini, hasil laporan UNDP tahun 2007 tentang indeks Pembangunan Manusia IPM yang dilansir beberapa media massa baru-baru ini, cukup mencengangkan. Betapa tidak, dibalik retorika keberhasilan pembangunan yang diklaim pemerintah, ternyata hanya menempati peringkat 108 dari negara di dunia Pikiran Rakyat, 2007. Ini membuktikan bawaha pemerintah belum serius menangani persoalan- persoalan pembangunan yang terkait dengan pembangunan manusia dan masyarakat. 47 Sementara itu, pola kebijakan pembangunan oleh pemerintah Inpres Desa Tertinggal IDT, Jaring Pengaman Sosial JPS, TakesraKukesra, Kredit Usaha Koprasi KUK, UP2K, Bantuan Langsung Tunai, dan lain-lain merupakan contoh nyata dari strategi pembangunan yang diseragamkan diseluruh Indonesia, yang 46 Ibid, h. 100-101 47 Ibid, h. 101 26 hanya mampu bertahan dan memberi efek sementara. 48 Hal lain yang dianggap penting untuk disikapi oleh kita adalah pergesaran pola kebijakan pemerintah, dari kekuasaan yang sentralistis menuju desentralistis pendelegasian wewenang. Hal ini haruslah dimaknai sebagai peluang dan tantangan pembangunan. Pergeseran ini sesungguhnya mengindikasikan political will pemerintah untuk mengatasi permasalahan pembangunan bagi rakyatnya secara menyeluruh. Berdasarkan definisi kemiskinan dari BPPS dan Depsos 2002, data jumlah penduduk miskin pada tahun 2002 mencapai 35,7 juta jiwa termasuk didalamnya jumlah kategori fakir miskin 15,6 juta jiwa. Semantara jumlah pengguran yang diakibatkan pemutusan hubungan kerja PHK, berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja 1999, mencapai 168,933 orang, belum termasuk yang belum bekerja. Meningkatnya Tenaga Kerja Indonesia TKI sebagai akibat dari ketiadaan atau kurangnya lapangan kerja yang ada di tanah air, dan merebaknya konflik, baik antara pemerintah dan masyarakat, maupun antara masyarakat dengan masyarakat, merupakan cermin buruknya penanganan kondisi ini. Sebagai contoh konkrit, munculnya konflik sosial di tanah air yang berlatar belakang SARA sepanjang tahun 1997-1999 adalah fenomena sosial akibat dampak sosial pembangunan yang tidak merata. 49 Sesungguhnya, kasus-kasus tersebut menggambarkan potret ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola pembangunan bagi rakyatnya. Menghadapi situasi semacam ini, bila tidak dikelola secara bijak, serius dan terencana oleh pemerintah bersama masyarakat, cepat atau lambat, bangsa Indonesia akan dihadapakan pada situasi yang penuh kejutan, berimplikasi luas pada kelanjutan pembangunan dan perubahan yang tidak dapat di duga yang semakin sulit dijinakkan. 50

7. Perubahan Paradigma Pembangunan

Berdarsarkan pengalaman empiris dan bukti-bukti aktual di beberapa negara berkembang, paradigma pembangunan model ekonomi memiliki kelemahan dan 48 Ibid, h. 101 49 Ibid, h. 103 50 Ibid, h. 103 27 kekurangan. Untuk itu, perlu diimbangi dengan pemikiran baru yang lebih memadai. Seperti yang diungkapkan Todaro: “ sistem ekonomi perlu dianalisis dan didudukan pada konteks sistem sosial secara keseluruhan di negara tertentu, dan tentu saja juga dalam konteks global internasional. Sistem sosial yang dimaksud dalam hubungan-hubungan yang saling terkait antara faktor-faktor ekonomi dan non- ekonomi”. 51 Analisis yang digunakan Todaro tersebut, mengurai permasalahan pembangunan dengan menggugat paradigma yang dikembangkan sembari memberi solusi yang harus dilakukan. Sebuah pembangunan itu selalu diposisikan hanya terbatas hanya pada faktor ekonomis, tanpa dukungan faktor lain. Lalu, bagaimanakah konteks Indonesia? Apakah pergeseran orientasi pemikiran yang mengarah pada perubahan paradigma ini merupakan sesuatu yang mendesak pada perubahan paradigma ini dilakukan berdasarkan fakta konkret di lapangan. Berikut beberapa alasan logis yang dapat dikemukakan: a. Jumlah penduduk miskin menurut data BPPS dan Depsos 2002, yaitu 35,7 juta jiwa. b. Pertumbuhan sebagai definisi pembangunan tidak mencapai status politik atau kesetaraan seperti yang diharapkan. c. Pengguran dan ketidakadilan yang muncul, serta tumbuh hampir di semua aspek kehidupan di negara Dunia Ketiga. d. Kekuasaan dikonsentrasikan di antara elit karenanya mereka merasa diuntungkan dengan adanya pertumbuhan. Kemudian kekuasaan tersebut digunakan untuk mencegah ketidakadilan pada masyarakatnya. Munculnya persoalan-persoalan ini merupakan dampak dari konsep pedekatan paradigma pembangunan ataupun model pembangunan yang tidak memihak rakyat. Pembangunan akhirnya keluar dari hakikat tujuannya, yaitu untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-sebesarnya. 52 51 Ibid, h. 104 52 Ibid, h. 105 28

8. Paradigma Baru Pembangunan: Model Pembangunan yang Berpusat

Pada Rakyat Sebagai konsep yang bertumpu pada aspek sosial budaya, pembangunan pada paradigma ini didefinisikan sebagai strategi pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada nilai-nilai sosial budaya yang hidup dan berkembang. Maksudnya, proses pertumbuhan tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga nilai tambah sosial secara adil eqiuty, setara equality yang pertisipatif sebagai upaya pengembangan kapasitas manusia dan masyarakat berdasarkan pada spektrum helping people to help themselves, baik individu, kelompok, maupun orang sebagai kekuatan civil society. 53 Pendekatan ini berasumsi bahwa paradigma pembangunan memandang posisi masyarakat sebagai individu, kelompok, dan komunitasnya dalam konteks sosial- budaya yang perlu dihargai, dilindungi dan dikembangkan eksistensinya. Sehingga apa pun aktif masyarakat. Pada konteks ini, masyarakat dipandang sebagai entitas penting dalam dimensi pembangunan sosial. Dari sini kemudian pengakuan, penguatan dan pemberdayaan potensi rakyat, baik identitas simbol dan nilai sosial-budaya, maupun harkat dan tujuan martabatnya, dapat dilakukan. Dengan demikian, hakikat tujuan pembangunan pada paradigma ini adalah usaha meningkatkan kualitas hidup kesejahteraan, yang berfokus pada pengembangan manusia human development oriented. 54 Kenyataan, sejarah menunjukan bahwa akibat praktik pembangunan yang dikembangkan dengan ideologi tunggal negara kapitalis adalah bentuk neo- kolonialisme gaya baru dalam tata ekonomi internasional. Sebagai contoh, kegagalan yang terjadi dalam berbagai program pembangunan tidak semata-mata karena kekeliruan dan ketidakpekaan pemerintah, tetapi sedikit dari ilmuan sosial yang kurang memadai dan kritis. Akibatnya, masyarakat dan negara mengalami kemerosotan nilai dan harga secara permanen. Identitas dan karakteristik wilayah 53 Ibid, h. 104-105 54 Ibid, h. 105