PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 5
rakyat desa, dan desa memang memiliki pemerintahan, tetapi bukan pemerintahan yang paling bawah, paling depan dan paling dekat dengan masyarakat. Pemerintah
desa adalah organisasi korporatis yang menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, mulai dari tugas-tugas administratif hingga pendataan dan pembagian
beras miskin kepada warga masyarakat. Dengan kalimat lain, desa memiliki banyak kewajiban ketimbang kewenangan, atau desa lebih banyak menjalankan tugas-tugas
dari atas ketimbang menjalankan mandat dari rakyat desa. Karena itu pemerintah desa dan masyarakat desa bukanlah entitas yang menyatu secara kolektif seperti kesatuan
masyarakat hukum, tetapi sebagai dua aktor yang saling berhadap-hadapan.
Birokratisasi merupakan bentuk kontrol birokrasi terhadap desa dengan perangkat pengaturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis secara detail
dan ketat rigid sehingga malah menghilangkan makna dan tujuan besarnya. Pendekatan ini ditempuh karena selain karakter birokrasi yang memiliki
governmentality
hasrat untuk mengatur, juga didasari oleh argumen bahwa desa tidak mampu dan tidak siap. Ada sejumlah bentuk birokratisasi yang masuk ke desa:
mengangkat sekdes menjadi PNS; memberikan tugas-tugas administratif yang begitu banyak kepada desa sampai pada RT; mereduksi makna tanggungjawab kepala desa
kepada rakyat menjadi laporan pertanggungjawaban kepala desa kepada bupati melalui camat;
2. Desa Parokhial dan Desa Korporatis
Desa selama ini menjadi arena kontestasi pengaruh antara adat, pemerintah, jaringan kekerabatan, agama dan organisasi masyarakat sipil. Berbagai pengaruh ini membentuk
karakter politik desa. Jika pengaruh adat paling kuat maka akan membentuk. Pengaruh kekerabatan dan agama yang jauh lebih menonjol akan membentuk desa parokhial.
Pengaruh pemerintah yang sangat kuat membentuk desa korporatis, dan pengaruh organisasi masyarakat sipil membentuk desa inklusif atau desa sipil.
Secara hitoris semua desa, atau sebuatan lain, pada dasarnya merupakan kesatuan masyarakat hukum adat, baik berbentuk genealogis, teritorial maupun
campuran keduanya. Desa asli indigenous village sebagai desa warisan masa lampau ini masih tetap bertahan di sejumlah daerah Papua, Maluku, sebagian Kalimantan Barat
dan Kalimantan Tengah, Bali, sebagian Aceh, Nias, Mentawai, Badui, Anak Dalam dan sebagainya. Pengaruh adat jauh lebih kuat ketimbang pengaruh modernisasi,
pemerintah, agama dan juga organisasi masyarakay sipil. Desa-desa ini mempertahankan susunan asli dan pranata lokal untuk mengelola pemerintahan dan
sumberdaya lokal. Bahkan desa asli sering mempertahankan institusi lokal mereka dari intervensi negara. Mereka mengabaikan emoh negara.
Para pemimpin adat mempunyai kekuasaan yang dominan, mulai dari dominan dalam penguasaan sumber-sumber agraria hingga menentukan siapa yang menjadi
kepala desa, sehingga kepala desa harus tunduk kepada pemimpin adat. Desa adat tidak mengenal konsep warga individu yang ditempatkan sebagai pribadi secara utuh,
yang mempunyai hak dan kewajiban secara setara, tetapi lebih mengutamakan kebaikan bersama dengan basis komunitas community. Kearifan lokal desa adat
mengutamakan keseimbangan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
6
| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
alam dan manusia dengan Tuhan, kecukupan dan keberlanjutan. Pada umumnya desa- desa adat mengelola SDA secara komunal yang mampu menghasilkan kemakmuran
bersama, sehingga bisa disebut sebagai welfare community. Tetapi kalau dilihat dengan ukuran-ukuran kekinian, desa adat tidak hadir sebagai institusi yang
memberikan delivery public goods seperti kesehatan dan pendidikan.
Kotak 1
Desa asliadat Bali
Di Bali, desa asli tetap dipertahankan dalam bentuk desa pakraman, sementara desa yang dibentuk oleh pemerintah disebut dengan desa dinas. Desa pakraman dipimpin
oleh pendesa yang mengurus urusan adat dan keagaman serta Lembaga Perkreditan Desa LPD, sementara desa dinas dipimpin oleh perbekel yang mengurus urusan
pemerintahan, termasuk mengelola Alokasi Dana Desa ADD. Meskipun terjadi dualisme, tetapi hubungan antara desa pakraman dan desa dinas bersifat koeksistensi,
yakni saling mendukung dan melengkapi, sehingga selalu terjaga harmoni sosial. Koeksistensi dan harmoni itulah yang membuat desa-desa di Bali menjadi bertenaga
secara sosial dan mempunyai emansipasi lokal dalam menyumbangkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, sampai saat ini desa di Bali memiliki LPD yang kokoh,
berkelanjutan, serta memberikan manfaat sebagai penyumbang kebutuhan dana bagi warga desa. Desa adat juga mempertahankan subak institusi lokal asli yang mengatur
dan mengurus pertanian dan pengairan, seraya menolak intervensi negara tentang pembentukan kelompok tani dan P3A.
Desa asli genealogis yang dibentuk oleh kombinasi antara adat dan struktur kekerabatan secara homogen cenderung awet dan harmonis meskipun sangat eksklusif
cenderung berorientasi ke dalam dan mengabaikan orang lain yang berbeda. Masalah baru kemudian muncul kearifan lokal semakin memudar, sementara pengaruh negara
tidak berdampak signifikan. Pengaruh kearifan lokal dan pengaruh negara lebih kecil ketimbang pengaruh kekerabatan dan keagamaan. Pengaruh agama danatau
pengaruh kekerabatan membuat desa-desa asli berubah menjadi desa parokhial: ada yang parokhialisme kekerabatan dan ada yang parokhialisme kegamaan. Karakter
parokhial kekerabatan memang merupakan warisan sejarah masa lalu, dimana ikatan- ikatan kekerabatan menjadi social bonding bagi masyarakat, atau yang sering disebut
dengan desa genealogis. Pemilihan kepala desa secara langsung selalu menjadi arena kontestasi politik antar kerabat klan, dan kepala desa yang berkuasa selalu
membangun emporium kecil yang dilingkari oleh jaringan kekerabatan. Kepala desa sangat dominan menentukan orang-orang yang duduk di BPD dan lembaga-lembaga
lain yang berasal d
ari kerabatnya. Mereka juga mempunyai keyakinan bahwa “aliran sumberdaya mengikuti aliran darah”, karena itu kepala desa mendistribusikan bantuan
uang dari pemerintah hanya kepada lingkaran kerabatnya. Hubungan antara kepala desa dan BPD tidak bersifat konfliktual, dan tidak ada juga mekanisme check and
balances
, melainkan terjadi hubungan kolutif dua institusi pemerintahan desa itu.
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 7
Jika pengaruh agama lebih kuat daripada pengaruh kekerabatan, desa akan tumbuh menjadi desa parokial berbasis agama. Desa seperti ini merupakan desa
religius, yang lebih mengutamakan ketuhanan, keimanan, dan kegiatan-kegiatan keagamaan ketimbang kegiatan publik. Banyak kelompok kegamaan yang hadir dalam
desa ini. Umat desa ini lebih banyak membicarakan Tuhan, agama dan surga di akherat ketimbang membicarakan masalah-masalah kesehatan, pendidikan, dan neraka di
dunia. Ukuran keberhasilan pembangunan desa parokhial berbasis agama adalah keberadaan rumah-rumah ibadah, banyaknya ritual-ritual keagamaan, rendahnya
kemaksiatan.
Desa p arokhial yang bercorak kekerabatan mengusung semangat “aliran
sumberdaya mengikuti aliran darah”, sehingga setiap alokasi sumberdaya selalu menjadi arena pertarungan antarkeluarga. Struktur politik desa didominasi oleh kartel
elite berbasis kekerabatan. Akibatnya warga yang tidak masuk dalam jaringan politik kekerabatan itu akan selalu marginal, tidak memperolah akses ekonomi politik dengan
baik. Sedangkan desa parokhial keagamaanmenghasilkan desa religius. Desa semacam ini selalu membicarakan dan mengutamakan Tuhan, akherat dan sederet kegiatan
keagamaan ketimbang memperhatikan isu-isu publik seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan kemiskinan. Jika desa korporatis memperlihatkan cerita sukses
pembangunan dengan infrastruktur fisik, sementara para pemimpin dan umat di desa parokhial religius menjadikan tempat ibadah yang besar dan bagus sebagai ukuran
keberhasilan yang paling utama, meskipun bersandingan dengan infrastruktur dan pelayanan publik yang buruk.
Selama ini ada dua kutub spektrum peran negara terhadap desa, yakni kutub dominasi intervensi dan kutub isolasi. Di satu sisi negara melakukan intervensi
dominasi yang kuat terhadap desa, seraya melemahkan pengaruh lokal terhadap tatakuasa desa, sehingga menghasilkan desa korporatis yang seragam di seluruh
Indonesia lihat bagan 1. Negara memperlakukan desa hanya sebagai kepanjangan tangan dalam membentuk “negara administratif”, sekaligus menjadikan desa beserta
masyarakat hanya sebagai obyek penerima bantuan. Karena itu desa serta masyarakat tidak tumbuh secara emansipatoris sebagai subyek pemberi manfaat kepada warga
secara mandiri.
Sebaliknya, di sisi lain, negara cenderung melakukan isolasi atau membiarkan terhadap desa asli dan desa parokhial. Desa asli sering mempertahankan institusi lokal
mereka dari intervensi negara. Mereka mengabaikan emoh negara. Sikap ini memang mengandung kemandirian, tetapi tidak jarang adat-istiadat lokal yang tidak
mengadaptasi nilai dan isu kehidupan publik seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kemiskinan dan sebagainya, dan justru melemahkan warga, terutama
kaum perempuan.
Desa korporatis merupakan karakter paling menonjol pada sebagian besar desa di Indonesia karena intervensi pemerintah secara seragam melalui UU No. 51979.
Desa korporatis tampil sebagai kepanjangan tangan pemerintah yang menjalankan aturan dan petunjuk dari atas. Dalam desa korporatis terdapat alat-alat kelengkapan
pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan yang lengkap seperti BPD, PKK, LPMD, RT, Karang Taruna, dan lembaga-lembaga lainnya.
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
8
| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
Model korporatis sebenarnya merupakan adaptasi secara seragam dari model desa-desa di Jawa. Meskipun pemerintah berhasil mengubah susunan asli menjadi
susunan korporatis, tetapi secara substansial banyak desa di Luar Jawa mengalami kesulitan melakukan adaptasi model dan sistem desa ala Jawa itu. Umumnya desa-desa
korporatis belum tumbuh menjadi institusi publik secara sempurna yang mampu memberikan pelayanan publik dasar seperti kesehatan dan pendidikan, melainkan
hanya memberikan pelayanan administratif kepada warga. Dengan kalimat lain, desa korporatis lebih mengutamakan pelayanan civic service ketimbang civil service. Kepala
desa tidak bertindak sebagai pemimpin lokal yang mampu menggerakkan emansipasi lokal, melainkan hanya menjadi aparatur negara yang membantu tugas-tugas negara
seperti pelayanan administratif, penarikan pajak, pengumpulan data, dan penyaluran bantuan pemerintah kepada warga.
Karakter politik desa itu menghasilkan kemanfaatan dan kemandirian yang berbeda-beda. Desa asli secara mandiri memberikan kemanfaatan secara ekonomi
lebih besar, tetapi tidak memberikan manfaat dalam bentuk pelayanan dasar. Dengan kalimat lain, desa asli mempunyai emansipasi lokal dalam membangun kemakmuran
ekonomi bagi masyarakat setempat. Desa parokhial tidak cukup signifikan memberikan manfaat terhadap kemakmuran ekonomi dan pelayanan dasar. Desa korporatis lebih
banyak tergantung pada pemerintah, ketimbang menggerakkan emansipasi lokal. Desa ini lemah dalam delivery public goods dan empowering common properties and local
assets
. Desa lebih mengutamakan pelayanan administratif civic service ketimbang pelayanan kepada warga civil service. Jika di desa terdapat layanan dasar, tetapi hal itu
bukanlah emansipasi desa, melainkan layanan yang diberikan dari atas. Sedangkan desa sipil akan menunjukkan emansipasi yang secara mandiri memberikan manfaat
dalam bentuk pelayanan dasar dan pengembangan ekonomi lokal.
3. Paradoks dan Involusi Pembangunan Desa