Jenis-Jenis Peraturan di Desa Peraturan Bersama Kepala Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
232
| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
Kedudukan Perdes diatur dalam Pasal 8 ayat 1 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa jenis Peraturan Perundang-
undangan. selain UUD NRI 1945, Ketetapan MPR, UUPerppu, PP, Perpres, Perda Provinsi dan
Perda KabupatenKota adalah “mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa atau yang setingkat.
” Perdes merupakan jenis peraturan perundang- undangan lain diluar jenis dan hirarki 7 tujuh peraturan perundang-undangan yang
disebut dalam UU No. 12 Tahun 2011, yakni UUD NRI 1945, Ketetapan MPR, UUPerppu, PP, Perpres, Perda Provinsi dan Perda KabupatenKota.
Validitas Peraturan Desa, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Gubernur, Peraturan BupatiWalikota dan lain-lain dinyatakan dalam Pasal 8 ayat 2 UU No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Perdes dan peraturan sejenis diakui keberadaannya dan berkekuatan hukum mengikat tergantung
perintah dari peraturan perundang-undangan yang relevan dan lebih tinggi. Pertama, Perdes diperintahkan oleh UU Desa dan peraturan pelaksanaannya sebagai peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga Perdes diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kedua, Perdes dibentuk berdasarkan
kewenangan Desa.
Pembentukan Perdes dapat didasarkan pada atribusi wewenang yang ada pada jabatan tertentu, dalam hal ini jabatan Kepala Desa, didasarkan pada delegasi
pelimpahan wewenang, dari suatu organ pemerintahan kepada organ lain, atau mandat penugasan; dalam hubungan rutin atas bawahan. Teori kewenangan ini
kemudian telah diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Tabel Perbedaan Mandat dan Delegasi
Faktor Pembeda Mandat
Delegasi
Prosedur Pelimpahan Dalam hubungan rutin
atasan baawahan: hal biasa kecuali dilarang tegas
Dari suatu organ pemerintahan kepada organ lain; dengan
peraturan perundang-undangan Tanggung jawab gugatan
dan tanggung gugat Tetap pada pemberi mandat Tanggung jawab jabatan dan
tanggung gugat beralih kepada delegataris
Kemungkinan si pemberi menggunakan wewenang
itu lagi Setiap saat dapat
menggunakan sendiri wewenang yang
dilimpahkan itu Tidak dapat menggunakan
wewenang itu lagi kecuali setelah ada pencabutan dengan
berpegang pada asas “contrarius
actus” Tata naskah dinas
a.n., u.b., a.p. Tanpa a.n., dan lain-lain
langsung Sumber: Philipus M. Hadjon, “Kebutuhan akan Hukum Administrasi Umum”, dalam Hukum
Administrasi dan Good Governance 2010, hal. 21.