PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 55
pemerintah daerah. Desa mempunyai kewenangan untuk menarik retribusi terhadap jasa pelayanan yang benar-benar menjadi hak milik desa seperti retribusi pasar desa,
sampah, tambatan perahu, rumah potong hewan milik desa, parkir di jalan desa, retribusi pemandian umum, retribusi wisata desa, uang sewa rumah toko, dan lain-lain.
Intinya, obyek yang boleh dipungut desa adalah aset barang milik yang sepenuhnya menjadi hak milik desa. Desa juga diperbolehkan melakukan penarikan iuran atau
sumbangan kepada warga maupun pihak ketiga, tetapi bersifat sukarela dan tidak boleh memaksa.
9. Desa Inklusif
Secara implisit UU Desa menantang desa parokhial dan desa korporatis, seraya mendorong tumbuhnya desa inklusif. Konsep inklusif secara harafiah berarti untuk
semua, atau misalnya dapat dirumuskan “desa untuk semua”, atau bisa juga “desa
dihidupi oleh semua” dan “desa menghidupi untuk semua”. Ini pemaknaan secara harafiah. Namun secara konseptual, inklusi atau inklusif mulai dikembangkan oleh
teori-teori demokrasi, khususnya yang bertajuk demokrasi inklusif atau inklusi demokratis. Demokrasi inklusif pada dasarnya merupakan alternatif atas demokrasi
biasa atau demokrasi formal yang telah menciptakan kesenjangan bagi kaum minoritas dan kaum marginal yang tidak berdaya karena tirani mayoritas atau oligarkhi elite J.S.
Dryzek, 1996; IM Young, 2000; C. Wolbrecht dan RE. Hero, 2005; J. Manor, 2004. Karena itu demokrasi inklusif mengusung semangat: “demokrasi untuk setiap orang, bukan
hanya untuk mayoritas” P. Emerson, 2007. Meskipun modul ini mengadaptasi model demokrasi inklusif itu, tetapi konsep
desa inklusif bukan sekadar demokrasi inklusif, yang tidak cukup dipahami dengan pola demokrasi inklusif. Desa inklusif bukan sekadar mengandung dimensi politik yang
membuahkan demokrasi politik tetapi juga memperhatikan dimensi sosial-ekonomi yang membuahkan demokrasi sosial, demokrasi ekonomi dan kesejahteraan.
Sisi pertama konsep inklusi atau inklusif dan inklusivisme versus eksklusi eksklusif atau eksklusivisme menjadi dasar untuk merumuskan dan memotret
perbedaan antara desa inklusif dan desa eksklusif. Tabel ... secara sederhana dan jelas memberikan pemetaan desa eksklusif berdasarkan dimensi relasi vertikal-struktural
relasi antara elite dengan massa, atau antara pemerintah dengan rakyat maupun relasi horizontal-kultural antarwarga atau kelompok masyarakat, serta dimensi relasi internal
insider dan eksternal outsider atau antara orang asli dengan orang pendatang. Perpaduan interaktif itu membuahkan empat tipe eksklusivisme politik lokal desa.
Pertama, kombinasi antara relasi internal dengan vertikal-struktural mememperlihatkan hadirnya oligarkhi elite yang memarginalkan rakyat biasa. Kedua, kombinasi antara
eksternal dengan vertikal-struktural menghasilkan gejala menguatnya nativisme putera desa yang meminggirkan marginalisasi terhadap pendatang. Ketiga, kombinasi antara
relasi internal dengan horizontal-kultural membuahkan potret konflik horizontal berbasis etnis; kerabat, aliran atau agama. Keempat, kombinasi antara relasi eksternal
dengan horizontal-
kultural menghasilkan ketegangan konflik antara “orang asli” dengan “orang luar” yang berbeda agama, kerabat atau etnis.
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
56
| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
Tabel: Peta dan potret desa eksklusif dari sisi politik Pola relasi
Internal Eskternal
Vertikal- struktural
Munculnya oligarki yang tidak sensitif pada rakyat
Marginalisasi pendatang. Akses politik “orang luar” relatif lemah
karena gejala nativisme putera desa. “Orang luar” adalah tamu
yang minoritas.
Horizontal- kultural
Konflik horizontal berbasis kerabat, etnis atau agama.
Terjadi ketegangan konflik antara “orang asli” dengan “orang luar”
yang berbeda agama atau etnis.
Desa eksklusif secara politik itu secara teoretis dapat ditransformasikan menjadi desa inklusif secara politik atau menjadi demokrasi inklusif, Pertama, dalam relasi internal
dengan vertikal-struktural terbangun konsep demokrasi inklusif, yakni proses politik dan institusi demokrasi yang lebih deliberatif-partisipatif yang melibatkan warga biasa
maupun kelompok-kelompok marginal. Kedua, pola politik akomodasi dan formasi konsosiasional antara orang asli dengan pendatang dalam struktur kekuasaan. Ketiga,
kombinasi antara relasi internal dengan horizontal-kultural secara teoretis dapat diciptakan modal sosial kerjasama, jaringan dan kepercayaan yang inklusif. Keempat,
kombinasi antara relasi eksternal dengan horizontal-kultural, atau relasi antara orang asli dengan orang pendatang dapat dibangun akulturasi pembauran secara
multikultural dan cair. Akulturasi merupakan bentuk social bridging yang bisa dilakukan dengan ikatan perkawinan silang budaya, pembentukan organisasi profesi yang
menembus batasan etnik dan agama, akulturasi bahasa, paguyuban, persahabatan, kerukunan tetangga dan lain-lain.
Tabel Pola desa inklusif dari sisi politik Pola relasi
Internal Eskternal
Vertikal- struktural
Demokrasi inklusif Politik akomodasi
Horizontal- kultural
Kerjasama dan jaringan sosial modal sosial secara inklusif
Akulturasi pembauran secara pluralis multikultural
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 57
Bagan Tipologi desa berdasarkan dimensi demokrasi dan kesejahteraan
Demokrasi Lemah
Kuat
Kesejahteraan Rendah
Desa parokhial Desa populis
Tinggi
Desa korporatis Desa inklusif
Sisi kedua adalah interaksi antara inklusi dan ekslusi dengan dimensi sosial-ekonomi dan politik, sekaligus memasukkan kategori inklusif versus eksklusif ke dalam dimensi
demokrasi lokal dan kesejahteraan, untuk membangun tipologi desa secara beragam. Berdasarkan dimensi demokrasi politik dan kesejahteraan sosial ekonomi, bagan 1
menyajikan empat tipe desa yang beragam: desa parokhial, desa populis, desa korporatis dan desa inklusif. Desa inklusif sebuah desa yang tumbuh menjadi institusi
publik yang berorientasi pada kepentingan warga. Munculnya desa inklisif ini memperoleh pengaruh dari luar seperti organisasi masyarakat sipil. Berbagai institusi
dari luar tetap menghargai kearifan lokal, tetapi mereka mulai memperkenalkan perencanaan partisipatif yang membawa pemimpin dan masyarakat desa untuk
mengalihkan diskusi dari isu-isu komunal dan parokhial ke dalam isu-isu publik seperti pelayanan, perencanaan dan keuangan. Kehadiran mereka membawa nilai-nilai baru
seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, multikulturalisme, dan keseteraan gender yang pelan-pelan mengalami internalisasi dan pelembagaan secara organik dalam
pemerintahan, perencanaan dan pengelolaan keuangan desa. Karena itu desa inklusif ini tumbuh menjadi institusi publik yang mampu melampaui institusi adat, komunal
dan parokhial, bahkan mampu menembus karakter korporatis.
Meskipun kekerabatan parokhial tetap bertahan di desa inklusif tetapi pengaruh kekerabatan itu melemah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
BPD menjalankan fungsi check and balances terhadap kepala desa tetapi semangat kemitraan BPD dengan pemerintah desa tetap dijaga dengan baik. PKK tidak lagi
menjadi institusi korporatis tetapi telah tumbuh menjadi basis politik representasi bagi kaum perempuan desa, dimana tokoh-tokoh perempuan menggunakan PKK untuk
membangun kesadaran gender kepada kaum perempuan, memperjuangkan hak dan kepentingan anak dan perempuan.
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
58
| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 59
SPB
1.2
Lembar Informasi
Revolusi Mental Berdesa
a. Makna dan Landasan