PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
32
| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
ekstraktif, mengajarkan bahwa negara yang kuat bukanlah terpusat pada institusi- institusi negara di pusat, tetapi juga disertai oleh daerah kuat, masyarakat kuat, institusi
lokal yang kuat, desa kuat, warga yang kuat active citizen. Formasi inklusif tentu tidak datang dari atas ke bawah top down, tetapi dari bawah dan dari pinggir seperti pesan
Nawacita: membangun Indonesia dari pinggiran, dengan memperkuat daerah dan desa. Kalau negara kuat belum tentu desa kuat, tetapi kalau desa kuat pasti negara
akan kuat.
Apa makna desa kuat dan desa mandiri? Sebagai dua sisi mata uang, antara desa kuat dan desa mandiri, merupakan sebuah kesatuan organik. Dalam desa kuat terdapat
kemandirian desa, dan dalam desa mandiri terdapat kandungan desa kuat. Kapasitas tentu merupakan jantung dalam desa kuat dan desa mandiri. Tetapi secara khusus
dalam desa kuat terdapat dua makna penting. Pertama, desa memiliki legitimasi di mata masyarakat desa. Masyarakat menerima, menghormati dan mematuhi terhadap
institusi, kebijakan dan regulasi desa. Tentu legitimasi bisa terjadi kalau desa mempunyai kinerja dan bermanfaat secara nyata bagi masyarakat, bukan hanya
manfaat secara administratif, tetapi juga manfaat sosial dan ekonomi. Kedua, desa memperoleh pengakuan dan penghormatan rekognisi dan kepercayaan dari pihak
negara institusi negara apapun, pemerintah daerah, perusahaan, dan lembaga- lembaga lain. Jika mereka meremehkan desa, misalnya menganggap desa tidak
mampu atau desa tidak siap, maka desa itu masih lemah. Rekognisi itu tidak hanya di atas kertas sebagaimana pesan UU Desa, tetapi juga diikuti dengan sikap dan tindakan
konkret yang tidak meremehkan tetapi memercayai.
Desa yang demokratis serupa dengan makna “rakyat berdaulat secara politik”. Demokrasi merupakan keharusan dalam UU Desa, sekaligus keharusan dalam
penyelenggaraan desa. Jika rekognisi dan subsidiaritas merupakan solusi terbaik untuk menata ulang hubungan desa dengan negara, maka demokrasi merupakan solusi
terbaik untuk menata ulang hubungan antara desa dengan warga atau antara pemimpin desa dengan warga masyarakat. Rekognisi, subsidiaritas dan demokrasi
merupakan satu kesatuan dalam UU Desa. Rekognisi dan subsidiaritas, seperti halnya desentralisasi, hendak membawa negara, arena dan sumberdaya lebih dekat kepada
desa; sementara demokrasi hendak mendekatkan akses rakyat desa pada negara, arena dan sumberdaya. Tanpa demokrasi, rekognisi-subsidiaritas dan kemandirian desa hanya
akan memindahkan korupsi, sentralisme dan elitisme ke desa. Sebaliknya, demokrasi tanpa rekognisi-subsidiritas hanya akan membuat jarak yang jauh antara rakyat dengan
arena, sumberdaya dan negara.
2. Hakekat Desa
Desa bukan sekadar rezimsistem pemerintahan. Bukan pula hanya sekadar wilayah administratif, wilayah dan lokasi pembangunan, pemukiman penduduk, atau unit
masyarakat. Desa juga sebagai bangunan sosiologis, atau bisa juga disebut sebagai basis sosial bagi masyarakat. Romo Driyarkara, misalnya, mengatakan bahwa desa
adalah kesatuan organik yang bulat.
Sebagai sebuah kesatuan organik, desa memiliki masyarakat, masyarakat memiliki desa. Desa memiliki masyarakat berarti desa ditopang oleh institusi lokal atau modal
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 33
sosial. Dalam UU Desa hal ini tercermin pada asas kekeluargaan, kebersamaan dan kegotongroyongan. Sementara masyarakat memiliki desa bisa disebut juga sebagai
tradisi berdesa, atau masyarakat menggunakan desa sebagai basis dan arena bermasyarakat, bernegara, berpolitik atau berpemerintahan oleh masyarakat.
Berdesa juga berarti memandang dan memperlakukan desa la ksana “negara
kecil”, sebab desa memiliki wilayah, kekuasaan, pemerintahan, tatanan, masyarakat, sumberdaya lokal dan lain-lain. Sebagai negara kecil desa berfungsi sebagai basis
sosial, basis politik, basis pemerintahan, basis ekonomi, basis budaya dan basis keamanan. Semua itu bisa disebut sebagai basis kehidupan dan penghidupan. Basis ini
merupakan fondasi. Jika fondasi negara kecil ini kuat maka bangunan besar atau negara besar yang bernama NKRI akan menjadi lebih kokoh. Sebagai basis sosial, desa
merupakan tempat menyemai dan merawat modal sosial kohesi sosial, jembatan sosial, solidaritas sosial dan jaringan sosial sehingga desa mampu bertenaga secara
sosial. Sebagai basis politik, desa menyediakan arena kontestasi politik bagi kepemimpinan lokal, sekaligus arena representasi dan partisipasi warga dalam
pemerintahan dan pembangunan desa. Dengan kalimat lain, desa menjadi arena bagi demokratisasi lokal yang paling kecil dan paling dekat dengan warga. Sebagai basis
pemerintahan, desa memiliki organisasi dan tatapemerintahan yang mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan dan layanan dasar yang bermanfaat untuk warga.
Sebagai basis ekonomi, desa sebenarnya mempunyai aset-aset ekonomi hutan, kebun, sawah, tambang, sungai, pasar, lumbung, perikanan darat, kerajinan, wisata, dan
sebagainya, yang bermanfaat untuk sumber-sumber penghidupan bagi warga. Sudah banyak contoh yang memberi bukti-bukti tentang identitas ekonomi yang memberikan
penghidupan bagi warga: desa cengkeh, desa kopi, desa vanili, desa keramik, desa genting, desa wisata, desa ikan, desa kakao, desa madu, desa garam, dan lain-lain
Hakekat desa sebagai basis kehidupan dan penghidupan itu ditemukan dalam lintasan sejarah. Banyak cerita yang memberikan bukti bahwa desa bermakna dan
bermanfaat bagi warga dan republik. Buku Soetardjo Kartohadikoesoemo 1954 telah banyak membeberkan peran dan manfaat desa bagi banyak orang di masa lalu, seperti
menjaga keamanan desa, mengelola persawahan dan irigasi, penyelesaian sengketa, pendirian sekolah-sekolah rakyat dan sekolah dasar, dan masih banyak lagi. Dalam hal
hukum dan keadilan, studi Bank Dunia menunjukkan bahwa masyarakat lebih banyak memilih kepala desa 42 persen dan tokoh masyarakat 35 persen ketimbang
pengadilan 4 persen dalam menyelesaikan masalahnya Bank Dunia, Justice for Poor, 2007. Pengalaman ini yang menjadi salah satu ilham bagi Suhardi Suryadi dan Widodo
Dwi Saputro 2007 menggagas dan mempromosikan balai mediasi desa, sebagai salah satu alternatif yang paling layak untuk melibatkan masyarakat dalam proses
penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Gagasan tentang community justice sytem berbasis desa ini memang berasalan karena sejarah telah membuktikan bahwa
desamasyarakat adat memiliki akar sosial-budaya yang secara adil menyelesaikan sengketa secara lokal.
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
34
| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
3. Desa Sebagai Masyarakat Berpemerintahan