11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Prestasi Belajar Peserta didik
a. Teori Belajar
Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan Jujun S.
Suriasumantri, 1985 : 143. Secara khusus, teori memberikan dua kelebihan daripada sumber-sumber pengetahuan yang lain. Yang pertama bahwa teori
dapat diuji. Eksperimen dapat dilakukan untuk menentukan apakah teori itu cocok pada kenyataannya. Yang kedua ialah, bahwa teori mengandung
generalisasi tentang gejala-gejala dan dengan demikian dapat diterapkan pada beberapa keadaan Margaret. E. Bell. Gredler 1994 : 5.
Belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Dimyati : 1999 : 295.
Dalam belajar, individu menggunakan ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Akibat belajar tersebut, maka kemampuan individu dalam
ketiga ranah itu makin bertambah baik. Menurut konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK, belajar merupakan perubahan dari tidak bisa menjadi bisa
melakukan E. Mulyasa, 2003 : 53. Tujuan, sasaran dan penilaian semuanya terfokus pada kompetensi yang dimiliki peserta didik atau pekerjaan yang
mampu dilakukannya setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Jadi belajar
12
merupakan perilaku yang kompleks. Kompleksnya perilaku belajar tersebut menimbulkan berbagai teori belajar.
Teori-teori belajar
yang dikembangkan
selama abad
20 dikelompokkan menjadi dua keluarga, yaitu keluarga perilaku behavioristics
yang meliputi teori-teori stimulus – respons S – R conditioning, dan keluarga Gestalt – field yang meliputi teori-teori kognitif Ratna Wilis Dahar,
1989 : 19. Para penganut teori-teori perilaku berpendapat, bahwa sudah cukup bagi peserta didik untuk mengasosiasikan stimulus-stimulus dan
respons-respons yang benar. Tidak perlu dipersoalkan apakah yang terjadi dalam pikiran peserta didik sebelum dan sesudah respons terbentuk. Penganut
teori-teori kognitif berkeyakinan, bahwa perilaku yang tidak tampak atau yang tidak dapat diamati adalah sangat memungkinkan untuk dipelajari secara
ilmiah, misalnya pikiran-pikiran thoughts dari peserta didik. Seorang guru yang menganut teori perilaku berkeinginan untuk
mengubah perilaku-perilaku peserta didiknya yang tampak secara signifikan. Sedangkan guru yang berorientasikan teori kognitif berkeinginan untuk
menolong para peserta didiknya mengubah pemahaman mereka tentang masalah-masalah dan situasi-situasi secara signifikan Ratna Wilis Dahar,
1989 : 21. Ornstein 1984 menyatakan bahwa pandangan yang paling
menyeluruh tentang perkembangan kognitif adalah yang dikemukakan oleh Jean Piaget, berupa teori tentang perkembangan pengetahuan. Pengetahuan
tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman pengetahuan akan
13
berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget 1977, manusia memiliki struktur
pengetahuan dalam otaknya. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui tiga cara, yaitu asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi
Margaret E. Bell Gredler, 1994 : 311. Asimilasi maksudnya, struktur kognitif baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah
ada. Akomodasi maksudnya, struktur pengetahuan yang sudah ada di modifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan hadirnya
pengalaman dan situasi baru. Ekuilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi. Penerapan filosofi ini
dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu ketika kita sebagai guru membuat rancangan pembelajaran RP dalam bentuk peserta didik melakukan
kegiatan, praktek mengerjakan sesuatu, berlatih, mendemonstrasikan, menciptakan ide baru dan sebagainya.
Pengembangan dari teori perkembangan kognitif Piaget adalah model konstruksivisme. Model konstruksivisme telah mendapatkan perhatian yang
besar dikalangan peneliti pendidikan sains pada masa akhir-akhir ini, walaupun sebenarnya model konstruksivisme tidak hanya cocok untuk
pendidikan sains, tapi juga dapat berdaya guna dalam pendidikan ilmu sosial. Mulyasa, 2003 : 237.
Fokus pendekatan konstruksivisme bukan pada rasionalitas, tapi pada pemahaman. Konstruksivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas
oleh John Dewey pada awal abad 20 yang lalu. Dalam pandangan
14
konstruktivis “strategi memperoleh“ lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak peserta didik memperoleh dan mengingat pengetahuan. Landasan
filosofi konstruktivisme, menurut Depdiknas 2002, adalah filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal, peserta
didik harus mengonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Pengetahuan dikonstruksi dibangun dalam pikiran dari hasil interpretasi atas
suatu peristiwa, sehingga pengetahuan sangat dipengaruhi oleh pola pikir orang tersebut Mulyasa, 2003 : 238. Jadi esensi dari teori konstruktivis
adalah ide bahwa peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi
itu menjadi milik mereka sendiri. Peserta didik perlu untuk dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan
bergelut dengan ide-ide. Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka karena interpretasi mereka sendiri.
Strategi pokok dari model pembelajaran konstruktivisme adalah meaningful learning
pembelajaran bermakna. Hanya meaningful learning – lah yang sesungguhnya pembelajaran, kata Ausubel Mulyasa, 2003 : 237.
Dalam meaningful learning, peserta didik digalakkan untuk aktif. Setiap unsur materi pelajaran harus diolah dan diinterpretasikan sedemikian rupa sehingga
masuk akal make senses bagi diri peserta didik. Dengan pendekatan pembalajaran yang seperti ini, pengetahuan dapat diterima dan tersimpan lebih
baik , karena pengetahuan tersebut masuk otak setelah melalui proses masuk akal. Strategi seperti ini memerlukan pertukaran pikiran, diskusi dan
15
perdebatan dalam rangka mencapai pengertian yang sama atas materi pelajaran.
Dalam pendekatan konstruktivisme,
pembelajaran melibatkan
negosiasi pertukaran pikiran dan interpretasi proses berpikir yang singkat dan cepat yang terjadi dalam otak kita. Wacana penyesuaian pikiran ini dapat
dilakukan antara peserta didik dengan guru, atau antara sesama peserta didik. Oleh karena itu strategi pembelajaran kooperatif kerjasama adalah sangat
ideal Mulyasa, 2003 : 239. Dalam pendekatan konstruktivisme harus tercipta hubungan kerjasama antara guru dengan peserta didik, dan antara sesama
peserta didik. Untuk itu guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna, sedemikian sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk
belajar. Motivasi ini akan tercipta jika guru dapat meyakinkan peserta didik akan kegunaan materi pelajaran bagi kehidupan peserta didik. Dengan
demikian guru harus dapat menciptakan situasi sehingga materi pelajaran tidak membosankan peserta didik.
b. Prestasi Belajar